JAKARTA (Arrahmah.com) – Kepala Badan Intelijen Strategis TNI (Bais) Laksamana Muda Soleman B. Ponto mengatakan, polisi tidak harus membunuh pelaku teror (terorisme), tetapi hanya perlu ditangkap. Ia menambahkan kalau TNI turun itu artinya teroris harus dibunuh.
“Kalau teroris boleh terbunuh ya gunakan TNI, tetapi kalau harus ditangkap lalu dihukum ada alatnya yaitu polisi. Kalau mau bunuh teroris, Polisi jadi tentara saja,” kata Soleman dalam seminar “Penanggulangan Terorisme Guna Persatuan dan Kesatuan Bangsa dalam Rangka Ketahanan Nasional” di Gedung Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) di Jakarta, Rabu (3/8/2011).
Ia menjelaskan, berdasarkan Undang-Undang (UU) Terorisme pasal 6 disebutkan bahwa pelaku teror harus dipidana, artinya harus dihukum dan ditangkap.
“UU Terorisme dilaksanakan oleh polisi tapi dalam beberapa kasus teroris terbunuh,” tuturnya.
Menurut Soleman, operasi penanggulangan terorisme oleh TNI sebagaimana Undang-undang TNI No.34, Pasal 22 ayat 2 dalam mengatasi aksi terorisme hanya ada dua pilihan, yakni kill or to be killed.
“TNI menindak dengan melaksanakan operasi militer. Apakah perang atau selain perang. Kalau operasi militer pilihan cuma killed or to be killed. Kalau TNI sudah turun teroris harus terbunuh,” ucapnya.
Ia mengklaim, penindakan teroris tersebut perlu dilihat secara komprehensif apakah sasarannya pelaku terbunuh, tertangkap, terhukum.
Namun sayangnya ia tidak menjelaskan lebih lanjut kategori “teroris” yang menjadi sasaran terbunuh, tertangkap, dan terhukum. Pada kenyataannya penangkapan “teroris” sering kali berujung pada aksi pembunuhan dengan dalih “tindakan bela diri” oleh aparat.
Terkait hal tersebut banyak bukti di lapangan yang mengungkapkan bahwa pembunuhan terhadap “teroris” tidak hanya terjadi dalam pengejaran tetapi juga saat investigasi dengan alasan serangan jantung (meskipun pelaku “teroris” tak pernah punya catatan medis mengidap penyakit jantung). Wallohua’lam. (ans/arrahmah.com)