XINJIANG (Arrahmah.com) – Polisi Cina menembak mati puluhan penyerang yang membawa pisau pada Senin pagi (28/7/2014) setelah mereka menggelar serangan terhadap dua kota di wilayah barat Xinjiang (Turkistan Timur), kata kantor berita resmi Xinhua, Selasa (29/7).
Sejumlah pria bersenjata telah menyerang kantor kantor polisi dan kantor-kantor pemerintah di kota Elixku, di wilayah Shache, katanya, mengutip kata polisi setempat. Beberapa penyerang pindah ke kota terdekat Huangdi, menyerang warga sipil serta menghancurkan dan membakar enam kendaraan.
“Petugas polisi di tempat kejadian menembak mati puluhan anggota massa,” kata laporan singkat tersebut.
Mereka yang tewas dan terluka bukan hanya warga Uighur tetapi anggota mayoritas penduduk Cina Han, kata laporan itu.
Rebiya Kadeer, presiden Kongres Uighur Dunia mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa ia khawatir pemerintah Cina akan menggunakan insiden ini untuk meningkatkan represi, menyebabkan lebih banyak orang kehilangan kebebasan mereka.
Serangan itu terjadi pada akhir bulan suci Ramadhan, dalam indikasi sebagai apa yang dikatakan oleh kelompok hak asasi sebagai diskriminasi yang menargetkan Uighur.
Shache, juga dikenal dengan nama Uighurnya yaitu Yarkant, yang terletak di bagian barat daya Xinjiang, dekat perbatasan Tajikistan, Pakistan dan Afghanistan. Xinjiang, rumah bagi banyak warga Uighur yang berbicara bahasa Turki, selama bertahun-tahun telah dilanda kekerasan.
Meskipun tidak jelas mengapa serangan itu baru dilaporkan pada hari Selasa, lebih dari satu hari setelah insiden itu terjadi, akan tetapi Partai Komunis yang berkuasa di China, yang menilai stabilitas di atas segalanya, punya kebiasaan menyembunyikan atau menunda berita buruk.
Kelompok Uighur dan aktivis hak asasi manusia mengatakan bahwa kebijakan represif pemerintah di Xinjiang, termasuk kontrol ketat terhadap Islam, telah memicu kerusuhan.
Cina melakukan pengawasan ketat atas Xinjiang, membuat wartawan asing yang berjunjungan ke sana untuk secara indipenden menilai situasinya sangat sulit.
Xinjiang, dan berlokasi strategis di perbatasan Asia Tengah yang kaya sumber daya, sangat penting untuk memenuhi kebutuhan energi Cina yang sedang berkembang.
Kelompok hak asasi dan banyak ahli asing mengatakan bahwa sebagian dari hasil sumber daya alam itu dinikmati oleh masyarakat Cina Han, memicu rasa kecemburuan di antara orang-orang Uighur.
Lebih dari 200 orang tewas dalam kerusuhan di Xinjiang dalam satu tahun terakhir atau lebih, mendorong tindakan kekerasan oleh pemerintah Beijing.
(ameera/arrahmah.com)