DENPASAR (Arrahmah.com) – Polda Bali mengawasi keberadaan penganut agama Baha’i terkait ditemukannya seorang penganut agama tersebut di Sesetan Denpasar pada (11/2/2016).
Menurut Kepala Bidang Hubungan Masyarakat, Polda Bali, Kombes Pol Hery Wiyanto, pihaknya akan menyelidiki soal status aliran ini di Kementrian Agama, lansir Okezone.
Bila aliran tersebut dianggap meresahkan masyarakat, pihaknya dengan tegas akan bertindak. “Kalau memang agama itu diakui pemerintah ya sudah kita juga harus menghargainya. Tetapi kalau belum diakui ya kita harus awasi kegiatannya mereka seperti apa,” ujarnya di Polda Bali, Denpasar, Selasa (16/2/2016).
Pihaknya menegaskan bahwa akan mengawasi kegiatan anggota atau umat agama Baha’i, bahkan juga meminta masyarakat untuk ikut membantu.
“Tapi yang jelas saya belum tahu apakah agama itu sudah diakui apa belum. Makanya kita perlu pertanyakan dulu kepada Kementrian agama,”tegas Hery.
Sebelumnya Polda Bali menemukan adanya pengikut aliran kepercayaan Bahai di Denpasar. Hal itu terungkap dari ditemukannya seorang pengikut Bahai di Jalan Raya Pemogan Gang Sekar, No 17, Pemogan Denpasar Selatan, Denpasar. Menurut sumber Polda Bali, pengikut aliran Bahai yang berhasil ditemukan itu bernama Nur Widodo (48). Kepada polisi, dia mengaku telah mengikuti ajaran agama itu sejak 1992 hingga kini, dan aparat kepolisian telah kecolongan.
“Orang ini katanya ditunjuk sebagai Humas Bahai yang bertugas untuk memberikan pengenalan dan informasi tentang ajaran Bahai yang ada di wilayah Denpasar Selatan,” katanya, di Denpasar, Senin (15/2).
Polda Bali telah menerima telegram Kapolda Bali bernomor: STR/ 69/I/2016 tanggal 25 Januari 2016 yang menyebut data intelijen pada 19 Januari 2015 tentang adanya kerawanan penganut agama Bahai di wilayah Kabupaten Buleleng.
Dari telegram itu Polda Bali melakukan lidik di wilayah Denpasar Selatan dan berhasil menemukan pengikut agama Bahai.
Seperti diketahui, hingga kini Indonesia hanya mengaku enam agama, yakni agama Islam, Hindu, Budha, Kristen, Katholik dan Konghucu. Meski demikian, hal itu tidak menghalangi warga untuk mengikuti ajaran agama Bahai.
Agama Bahai muncul pada abad 19
Bahai adalah aliran kepercayaan monoteistik yang menekankan kesatuan spiritual bagi seluruh umat manusia. Agama ini didirikan oleh Bahaullah, pada abad ke-19 di Persia, Iran. Perwujudan Tuhan itu adalah Bahaullah sendiri. Dia menganggap dirinya sebagai utusan Tuhan dan menyebut dirinya sebagai Perwujudan Tuhan yang baru dari aliran agama yang telah ada.
Sebagaimana Ahmadiyah yang sengaja diciptakan penjajah Inggris di India pada abad ke 19 dengan tujuan untuk merusak Islam dengan melalui antek penghianat Mirza Ghulam Ahmad al Kadzab, agama Baha’i (Al Bahaiyyah) sengaja diciptakan Inggris di Iran, dengan tujuan sama untuk merusak Islam melalui antek penghianatnya Mirza Ali Muhammad Asy-Syirazi Al Kadzab.
Mirza Ali Muhammad Asy-Syirazi Al Kadzab maupun Mirza Ghulam Ahmad Al Kadzab sama-sama mengaku sebagai Nabi baru. Adapun perbedaannya, Ahmadiyah tetap mengaku sebagai bagian dari Islam, sedangkan Bahai menjadi agama tersendiri diluar Islam. Agama Baha’i resmi berdiri pada 23 Maret 1844 M/ 5 Jumadil Ula 1260 H di Iran, dimana sekarang dirayakan sebagai hari kelahiran agama Bahai.
Akun Twitter Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin @lukmansaifuddin pernah menyebut “Baha’i adalah suatu agama, bukan aliran dari suatu agama. Pemeluknya tersebar di Banyuwangi (220 org), Jakarta (100 org), Medan (100 org), Surabaya (98 org), Palopo (80 org), Bandung (50 org), Malang (30 org), dll.
Pada medio Juli 2014, Menag Lukman mengudang para tokoh agama lokal, sekte keagamaan serta aliran kepercayaan minoritas yang berkembang di Indonesia seperti Baha’i, Syiah, Yahudi, Sikh, Zoroaster bahkan Sunda Wiwitan untuk bertemu dan berbuka puasa bersama. Setelah itu muncul kabar kalau agama Baha’i akan dijadikan agama resmi di Indonesia disamping keenam agama yang telah diakui secara resmi oleh negara. (azm/dbs/arrahmah.com)