LOMBOK UTARA (Arrahmah.id) – Kasus kematian tragis Rizkil Watoni, pemuda asal Desa Sesait, Kabupaten Lombok Utara, menimbulkan gelombang desakan agar Polda NTB mengusut tuntas peristiwa tersebut secara transparan dan profesional.
Rizkil diduga mengakhiri hidupnya setelah mengalami tekanan mental pasca pemeriksaan di Polsek Kayangan terkait dugaan pencurian ponsel.
Peristiwa ini bermula saat Rizkil salah mengambil ponsel yang dikiranya miliknya di sebuah toko modern di Kecamatan Kayangan.
Setelah menyadari kekeliruannya, Rizkil mengembalikan ponsel tersebut dan membayar denda sebesar Rp2 juta.
Meskipun demikian, laporan dari pemilik ponsel tetap diproses, sehingga Rizkil dipanggil untuk menjalani pemeriksaan lebih lanjut.
Dalam proses mediasi di Polsek Kayangan, Rizkil diminta tetap berada di kantor polisi, meskipun kasusnya telah dianggap sebagai kesalahpahaman.
Pengacara Publik Yan Mangandar Putra, SH., MH., menilai tindakan ini tidak profesional dan menunjukkan kurangnya kepekaan terhadap kondisi psikologis korban.
“Tindakan pihak kepolisian yang memaksa Rizkil tetap berada di kantor Polsek memengaruhi kondisi mentalnya. Ini sangat berlebihan, mengingat masalahnya bisa diselesaikan secara damai,” ujar Yan Mangandar, Rabu (19/3/2025).
Dosen Fakultas Hukum UMMART itu juga menambahkan bahwa penyelesaian kasus ini seharusnya bisa dilakukan dengan lebih bijak, tanpa tekanan yang dapat memperburuk kondisi korban.
Masyarakat dan berbagai kalangan kini mendesak Polda NTB untuk mengusut tuntas kasus ini dan memastikan tidak ada upaya untuk menutupi fakta-fakta yang ada.
Mereka menuntut agar penyelidikan dilakukan secara terbuka serta melibatkan pihak independen seperti Ombudsman dan akademisi guna menjamin keadilan.
“Kami mendesak Polda NTB untuk membuka penyelidikan ini secara transparan. Kasus kematian Rizkil harus diusut secara tuntas, dan pihak yang bertanggung jawab atas tekanan mental yang dialami korban harus dipertanyakan,” tegas Yan Mangandar.
Selain itu, ia juga meminta Polsek Kayangan agar lebih bijak dalam menangani kasus-kasus ringan, terutama yang bisa diselesaikan melalui jalur mediasi.
Menurutnya, Polsek harus lebih peka terhadap kondisi sosial masyarakat guna menghindari tindakan yang dapat merusak kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian.
“Polsek harus menjadi pelindung bagi masyarakat, bukan justru menambah masalah. Institusi kepolisian harus lebih dekat dengan masyarakat dan mengedepankan pelayanan yang manusiawi,” tambahnya.
Kasus ini masih dalam sorotan publik, dan desakan terhadap Polda NTB terus menguat.
Semua pihak berharap agar penyelidikan berjalan transparan serta memberikan keadilan bagi keluarga korban.
(ameera/arrahmah.id)