JAKARTA (Arrahmah.com) – Polda Metro Jaya mulai menyidik kasus karikatur yang menghina agama Islam yang dimuat harian The Jakarta Post (JP) edsi 3 Juli 2014. Hari ini penyidik memanggil Ketua Majelis Tabligh dan Dakwah Koprs Muballigh Jakarta (KMJ) Edy Mulyadi sebagai saksi pelapor.
“Baru saja saya memenuhi panggilan dari Subdit Keamanan Negara Direktorat Reserse Kriminal Umum. Ada 12 pertanyaan yang diajukan penyidik. Sebagian di antaranya terkait substansi pemuatan kartun di Jakarta Post yang menghina agama Islam. Saya merasa tadi penyidik bersikap profesional dan proporsional dalam melakukan tugasnya,” ujar Edy Mulyadi kepada wartawan, usai pemeriksaan di Mapolda Metro Jaya, Kamis (7/8).
Menurut dia, pertanyaan penyidik ditekankan pada aspek penghinaan dan penistaan yang ada pada karikatur yang dimuat JP tersebut. Misalnya, tentang tulisan huruf arab “laa ilaaha illallah” pada bagian atas gambar tengkorak khas bajak laut. Juga tulisan huruf arab “Allah, Rasul, Muhammad” di bagian dalam kepala tengkorak.
“Saya juga sampaikan, bahwa pemuatan kartun itu mengonfirmasi kebenaran firman Allah dalam QS Ali Imran ayat 118 dan al Baqoroh ayat 120, yaitu tentang sikap kebencian dan permusuhan kaum kafir terhadap Islam dan ummatnya,” ungkap Edy yang siang itu didampingi Wakil Ketua Majelis Tabligh dan Dakwah KMJ, M Sabil Raun.
Seperti diketahui, The Jakarta Post telah memuat kartun yang mencantumkan kalimat tauhid laa ilaaha illallah (tidak ada tuhan selain Allah) pas di atas tengkorak khas bajak laut. Kartun ini mengesankan seolah-olah Islam adalah agama bengis yang senang menumpahkan darah sebagaimana karakteristik bajak laut.
Penghinaan tersebut semakin keji lagi, karena pada bagian dalam tengkorak itu ditulis kalimat, Allah, Rasul, Muhammad. Rangkaian tiga kata dengan susunan dari atas ke bawah merupakan bentuk yang terdapat cincin Nabi Muhammad SAW, yang sekaligus berfungsi sebagai stempel. Sebagai Nabi dan juga kepala negara, Rasulullah SAW sering mengirimkan surat kepada para kaisar, raja-raja, dan para kepala suku untuk berdakwah. Di akhir surat yang dikirimkan tersebut, kemudian dibubuhi stempel kenabian tersebut.
Kartun itu dimuat di halaman opini. Sebagaimana halnya editorial atau tajuk rencana, kartun di halaman opini adalah mewakili sikap resmi redaksi. Ini artinya, redaksi JP dengan sangat arogan menyatakan permusuhan dan penghinaan terhadap Islam yang dianut sebagai agama mayoritas penduduk negeri Indonesia.
“Saat saya temui di kantornya beberapa waktu lalu, Pemred JP memang sudah minta maaf. Tapi, penghinaan terhadap Islam tidak cukup diselesaikan dengan maaf. Harus ada proses hukum yang adil serta ada sanksi hukum yang tegas dan keras. Dengan begitu, ke depan menjadi pelajaran bagi siapa saja, untuk bersikap saling menghormati dan menghargai sesama ummat beragama,” papar Edy.
Pada 15 Juli 2014, KMJ mengadukan JP ke Mabes Polri, dengan tuduhan telah melanggar pasal 156a KUHP. Di situ disebutkan, “Dipidana dengan pidana penjara selama-lumanya lima tahun barang siapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan: a. yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia.” (azm/*/arrahmah.com)