(Arrahmah.com) – Segala puji bagi Allah Rabb seluruh alam. Shalawat dan salam senantiasa dilimpahkan kepada nabi kita Muhammad, keluarganya dan seluruh sahabatnya serta umatnya yang komitmen menjalankan syariatnya. Amma ba’du.
Bab I
Mentauhidkan Allah dalam bidang kekuasaan, hukum dan ketaatan
Ketentuan 21
Wajib mendengar dan menaati pemimpin Islam selama dalam ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya dan selama mereka menerapkan kitab Allah [syariat Islam]; haram menaati pemimpin yang tidak menerapkan hukum Allah dan Rasul-Nya [syariat Islam]; ketaatan kepada pemimpin Islam hanya berlaku dalam perkara ketaatan, bukan dalam perkara kemaksiatan dan perkara yang syubhat
Allah Ta’ala berfirman:
وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ رَسُولٍ إِلَّا لِيُطَاعَ بِإِذْنِ اللَّهِ
Dan tidaklah Kami mengutus seorang rasul pun melainkan untuk ditaati atas seizin Allah.(QS. An-Nisa’ [4]: 64)
وَلا تُطِيعُوا أَمْرَ الْمُسْرِفِينَ
Dan janganlah kalian menaati perkara orang-orang yang melampaui batas! (QS. Asy-Syu’ara’ [26]: 151)
رَبَّنَا إِنَّا أَطَعْنَا سَادَتَنَا وَكُبَرَاءَنَا فَأَضَلُّونَا السَّبِيلَ
Wahai Rabb kami, sesungguhnya dahulu kami di dunia menaati para pemimpin kami dan para pembesar kami [dalam kekafiran dan kemaksiatan], maka mereka menyesatkan kami dari jalan yang lurus. (QS. Al-Ahzab [33]: 67)
فَاصْبِرْ لِحُكْمِ رَبِّكَ وَلَا تُطِعْ مِنْهُمْ آَثِمًا أَوْ كَفُورًا
Maka bersabarlah engkau dalam menaati hukum Rabbmu dan janganlah engkau menaati dari kalangan mereka seorang yang berdosa ataupun seorang yang sangat kafir. (QS. Al-Insan [76]: 64)
Hadits no. 64:
عَنْ أُمِّ الْحُصَيْنِ الْأَحْمَسِيَّةِ قَالَتْسَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْطُبُ فِي حَجَّةِ الْوَدَاعِ يَقُولُ يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا اللَّهَ وَإِنْ أُمِّرَ عَلَيْكُمْ عَبْدٌ حَبَشِيٌّ مُجَدَّعٌ فَاسْمَعُوا لَهُ وَأَطِيعُوا مَا أَقَامَ لَكُمْ كِتَابَ اللَّهِ
Dari Ummu Husain Al-Ahmasiyah radhiyallahu ‘anha berkata: Saya telah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam dalam Haji Wada’ menyampaikan khutbah. Beliau bersabda: “Wahai masyarakat, bertakwalah kalian kepada Allah dan jika seorang budak dari Habasyah yang terpotong hidungnya diangkat sebagai pemimpin kalian, maka dengarlah ia dan taatilah ia selama ia menegakkan [menerapkan] kitab Allah dalam memimpin kalian.”
Dalam lafal An-Nasai:
وَلَوْ اسْتُعْمِلَ عَلَيْكُمْ عَبْدٌ حَبَشِيٌّ يَقُودُكُمْ بِكِتَابِ اللَّهِ فَاسْمَعُوا لَهُ وَأَطِيعُوا
“Sekalipun diangkat sebagai pemimpin kalian seorang budak dari Habasyah, jika ia memimpin kalian dengan landasan kitab Allah, maka dengarlah ia dan taatilah ia!”
Dalam lafal Ibnu Majah:
إِنْ أُمِّرَ عَلَيْكُمْ عَبْدٌ حَبَشِيٌّ مُجَدَّعٌ فَاسْمَعُوا لَهُ وَأَطِيعُوا مَا قَادَكُمْ بِكِتَابِ اللَّهِ
“Jika diangkat sebagai pemimpin kalian seorang budak dari Habasyah yang terpotong hidungnya, maka dengarlah ia dan taatilah ia selama ia menegakkan [menerapkan] kitab Allah dalam memimpin kalian.”(HR. Muslim 1298 dan 1838, Tirmidzi 1706, An-Nasai 4192 dan Ibnu Majah 2861)
Hadits no. 65:
عَنْ عَلِيٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَبَعَثَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَرِيَّةً وَأَمَّرَ عَلَيْهِمْ رَجُلًا مِنْ الْأَنْصَارِ وَأَمَرَهُمْ أَنْ يُطِيعُوهُ فَغَضِبَ عَلَيْهِمْ وَقَالَ أَلَيْسَ قَدْ أَمَرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ تُطِيعُونِي قَالُوا بَلَى قَالَ قَدْ عَزَمْتُ عَلَيْكُمْ لَمَا جَمَعْتُمْ حَطَبًا وَأَوْقَدْتُمْ نَارًا ثُمَّ دَخَلْتُمْ فِيهَا فَجَمَعُوا حَطَبًا فَأَوْقَدُوا نَارًا فَلَمَّا هَمُّوا بِالدُّخُولِ فَقَامَ يَنْظُرُ بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ قَالَ بَعْضُهُمْ إِنَّمَا تَبِعْنَا النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِرَارًا مِنْ النَّارِ أَفَنَدْخُلُهَا فَبَيْنَمَا هُمْ كَذَلِكَ إِذْ خَمَدَتْ النَّارُ وَسَكَنَ غَضَبُهُ فَذُكِرَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ لَوْ دَخَلُوهَا مَا خَرَجُوا مِنْهَا أَبَدًا إِنَّمَا الطَّاعَةُ فِي الْمَعْرُوفِ
Dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu berkata: Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam mengutus sebuah pasukan dan mengangkat seorang sahabat Anshar sebagai komandan pasukan tersebut. Beliau memerintahkan anggota pasukan tersebut untuk menaati komandan mereka. Suatu ketika komandan itu marah kepada mereka, maka ia berkata: “Bukankah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam telah memerintahkan kepada kalian untuk menaatiku?” Mereka menjawab: “Ya.” Komanda itu berkata: “Aku memerintahkan kepada kalian untuk mengumpulkan kayu bakar dan menyalakan api pada kumpulan kayu bakar tersebut, kemudian kalian memasuki kobaran api tersebut!“
Maka mereka mengumpulkan kayu bakar dan menyalakan api padanya. Ketika mereka akan masuk ke dalam kobaran api, satu sama lain saling berpandangan. Sebagian mereka mengatakan: “Kita mengikuti Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam adalah untuk melarikan diri dari api neraka. Apakah kini kita justru akan memasuki api?”
Saat mereka berdebat seperti itu, api padam dan kemarahan komandan mereka pun telah reda. Kejadian itu kemudian disampaikan kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam, maka beliau bersabda: “Seandainya mereka memasuki api tersebut, niscaya selama-lamanya mereka tidak akan pernah keluar darinya. Sesungguhnya wajibnya ketaatan itu hanyalah dalam perkara yang ma’ruf (kebajikan).” (HR. Bukhari no. 4340 dan 7145 dan Muslim no. 1840)
Dalam lafal Ahmad:
لَا طَاعَةَ لِمَخْلُوقٍ فِي مَعْصِيَةِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ
Tidak ada ketaakan kepada makhluk dalam kemaksiatan kepada Allah Azza wa Jalla. (HR. Ahmad no. 1095. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth berkata: Sanadnya shahih menurut syarat imam Bukhari dan Muslim)
Hadits no. 66:
عَنْ ابْنِ عُمَرَعَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ عَلَى الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ السَّمْعُ وَالطَّاعَةُ فِيمَا أَحَبَّ وَكَرِهَ إِلَّا أَنْ يُؤْمَرَ بِمَعْصِيَةٍ فَإِنْ أُمِرَ بِمَعْصِيَةٍ فَلَا سَمْعَ وَلَا طَاعَةَ
Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam, beliau bersabda: “Setiap muslim memiliki kewajiban mendengar dan menaati (pemimpin Islam) dalam perkara yang ia sukai dan perkara yang ia benci, kecuali jika ia diperintahkan untuk bermaksiat. Jika ia diperintahkan untuk bermaksiat, maka ia tidak memiliki kewajiban mendengar dan menaati (pemimpin Islam).” (HR. Bukhari 2955 dan 7144 dan Muslim 1839)
Wallahu a’lam bish-shawab.
(muhib al majdi/arrahmah.com)