(Arrahmah.com) – Segala puji bagi Allah Rabb seluruh alam. Shalawat dan salam senantiasa dilimpahkan kepada nabi kita Muhammad, keluarganya dan seluruh sahabatnya serta umatnya yang komitmen menjalankan syariatnya. Amma ba’du.
Bab I
Mentauhidkan Allah dalam bidang kekuasaan, hukum dan ketaatan
Ketentuan 16
Pemisahan antar kekuasaan dan penyerahan tanggung jawab [jabatan] kepada orang-orang yang kapable, kekuasaan peradilan dan kekuasaan baitul mal [keuangan negara] bersifat indipenden, umat Islam memiliki hak dan kewajiban mengawasi kinerja para penguasa, dan penguasa hanya memiliki hak atas harta umat Islam sekadar kebutuhan pokok mereka dan sesuai jatah harta yang disepakati umat Islam untuk mereka
Allah Ta’ala berfirman:
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ
“Sesungguhnya Allah memerintahkan kalian untuk menunaikan amanat-amanat kepada orang-orang yang berhak menerimanya dan [Allah memerintahkan] jika kalian memutuskan perkara diantara manusia maka kalian wajib memutuskan dengan adil…” (QS. An-Nisa’ [4]: 58)
وَلَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ
“Dan janganlah kalian memakan harta sesama kalian dengan cara yang batil…” (QS. Al-Baqarah [2]: 188)
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ
“Hai orang-orang yang beriman janganlah kalian memakan harta sesama kalian dengan cara yang batil...”(QS. An-Nisa’ [4]: 29)
وَقُلِ اعْمَلُوا فَسَيَرَى اللَّهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُ وَالْمُؤْمِنُونَ
“Dan katakanlah [wahai Muhammad]: “Bekerjalah kalian, niscaya Allah, rasul-Nya dan orang-orang beriman akan melihat pekerjaan kalian…”(QS. At-Taubah [9]: 105)
Hadits no. 45:
Dari Abdullah bin Amru bin Ash radhiyallahu ‘anhuma seusai perang Hunain, ia berkata:
ثُمَّ دَنَا يَعْنِي النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ بَعِيرٍ فَأَخَذَ وَبَرَةً مِنْ سَنَامِهِ ثُمَّ قَالَ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّهُ لَيْسَ لِي مِنْ هَذَا الْفَيْءِ شَيْءٌ وَلَا هَذَا وَرَفَعَ أُصْبُعَيْهِ إِلَّا الْخُمُسَ وَالْخُمُسُ مَرْدُودٌ عَلَيْكُمْ فَأَدُّوا الْخِيَاطَ وَالْمِخْيَطَ
“Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam kemudian mendekati seekor unta dan mencabut sehelai bulu dari punuk unta tersebut. Beliau lalu bersabda: “Wahai masyarakat, sesungguhnya saya tidak memiliki sedikit pun hak dari harta fai’ ini, tidak juga dari ini [beliau mengangkat dua jari beliau, yang mengapit sehelai bulu unta] kecuali seperlima. Seperlima itu pun akan dikembalikan [dibagi-bagikan] kepada kalian lagi. Oleh karena itu kembalikanlah [harta fai’ dan ghanimah sebelum dibagi] walau hanya jarum dan benang [kepada baitul Mal].”
Dalam lafal yang lain:
أَدُّوا الْخِيَاطَ وَالْمِخْيَطَ فَإِنَّ الْغُلُولَ عَارٌ وَنَارٌ وَشَنَارٌ عَلَى أَهْلِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ قَالَ ثُمَّ تَنَاوَلَ مِنْ الْأَرْضِ وَبَرَةً مِنْ بَعِيرٍ أَوْ شَيْئًا ثُمَّ قَالَ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ مَا لِي مِمَّا أَفَاءَ اللَّهُ عَلَيْكُمْ وَلَا مِثْلُ هَذِهِ إِلَّا الْخُمُسُ وَالْخُمُسُ مَرْدُودٌ عَلَيْكُمْ
“Oleh karena itu kembalikanlah [harta fai’ dan ghanimah sebelum dibagi] walau hanya jarum dan benang [kepada baitul Mal], karena sesungguhnga ghulul [mengambil harta rampasan perang sebelum dibagikan oleh komandan] adalah aib, api neraka dan kecacatan bagi pelakunya pada hari kiamat kelak.” Beliau kemudian mengambil sehelai bulu dari seekor unta, lalu beliau bersabda: “Demi Allah Yang nyawaku berada di tangan-Nya, saya tidak memiliki hak atas harta fai’ yang Allah karuniakan kepada kalian, tidak pula dari harta seperti helai bulu unta ini, kecuali seperlima saja. Seperlima itu pun akan dikembalikan lagi kepada kalian.” (HR. Malik dalam Al-Muwatha’, 2/458 dan Abu Daud no. 2694 dengan sanad hasan. Ibnu Hibban, 11/139 dan Al-Hakim,3/51 menshahihkan hadits ini dari riwayat Ubadah bin Shamit)
Hadits no. 46:
Dari Atha’ bin Saib, ulama tabi’in, berkata:
لَمَّا اسْتُخْلِفَ أَبُو بَكْرٍ أَصْبَحَ غَادِيًا إِلَى السُّوقِ وَعَلَى رَقَبَتِهِ أَثْوَابٌ يَتَّجِرُ بِهَا فَلَقِيَهُ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ وَأَبُو عُبَيْدَةَ بْنُ الْجَرَّاحِ فَقَالا لَهُ: أَيْنَ تُرِيدُ يَا خَلِيفَةَ رَسُولِ اللَّهِ؟ قَالَ: السُّوقَ. قَالا: تَصْنَعُ مَاذَا وَقَدْ وُلِّيتَ أَمْرَ الْمُسْلِمِينَ؟ قَالَ: فَمِنْ أَيْنَ أُطْعِمُ عِيَالِي؟ قَالا لَهُ: انْطَلِقْ حَتَّى نَفْرِضَ لَكَ شَيْئًا. فَانْطَلَقَ مَعَهُمَا فَفَرَضُوا لَهُ كُلَّ يَوْمٍ شَطْرَ شَاةٍ وماكسوه فِي الرَّأْسِ وَالْبَطْنِ. فَقَالَ عُمَرُ: إِلَيَّ الْقَضَاءُ. وَقَالَ أَبُو عُبَيْدَةَ: وَإِلَيَّ الْفَيْءُ. قَالَ عُمَرُ: فَلَقَدْ كَانَ يَأْتِي عَلَيَّ الشَّهْرُ مَا يَخْتَصِمُ إِلَيَّ فِيهِ اثْنَانِ.
Ketika Abu Bakar diangkat menjadi khalifah, keesokan harinya ia berangkat ke pasar sambil memanggul pakaian untuk ia jual belikan di pasar. Abu Bakar bertemu dengan Umar bin Khathab dan Abu Ubaidah bin Jarrah di jalan. Keduanya bertanya: ‘Kemana Anda hendak pergi wahai khalifah Rasulullah?’ Abu Bakar menjawab: ‘Ke pasar.’ Keduanya bertanya: ‘Apa yang akan Anda lakukan, bukankah Anda telah diangkat untuk mengurus persoalan kaum muslimin?’ Abu Bakar balik bertanya: ‘Kalau begitu siapa yang akan memberi makan keluargaku?’ Keduanya berkata: “Jika begitu mari kitar berangkat [ke Baitul Mal] sehingga kita bisa menetapkan gaji tertentu untuk Anda.”
Abu Bakar berangkat bersama keduanya, maka mereka [kaum muslimin] menetapkan gaji per hari Abu Bakar adalah setengah ekor domba dan pakaian yang menutupi kepada dan badannya.
Umar berkata: “Urusan pengadilan, biarkan saya yang menjalankannya.”
Abu Ubaidah berkata: “Urusan pembagian harta fa’i, biarkan saya yang menjalankannya.”
Umar bercerita: “Waktu telah berjalan satu bulan sejak aku memegang urusan pengadilan, namun tidak ada dua orang pun yang berselisih dan mengadukan kasusnya kepadaku.” (HR. Ibnu Sa’ad dalam At-Thabaqat Al-Kubra, 3/138 no. 3424 dan Ibnu ‘Asakir dalam Tarikh Dimasyqa, 30/321 dengan sanad shahih)
Catatan:
Asal kisah penetapan gaji untuk khalifah Abu Bakar Ash-Shidiq radhiyallahu ‘anhu disebutkan oleh imam Al-Bukhari dalam Shahihnya, Kitab Al-Buyu’ no. 2070.
Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani berkata: “Jumlah gaji yang diterima oleh khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq ditetapkan untuknya berdasar kesepakatan generasi sahabat.” (Al-Asqalani, Fathul Bari Syarh Shahih Bukhari, 4/351)
Imam Ibnu Atsir Al-Jaziri berkata: “Beliau adalah pejabat [khalifah] pertama dimana rakyatnya menetapkan jumlah gaji untuknya.” (Ibnu Atsir Al-Jaziri, Al-Kamil fit Tarikh, 1/306)
Hadits no. 47:
Dari Muharib bin Ditsar, seorang ulama tabi’in, berkata:
لَمَّا وُلِّيَ أَبُو بَكْرٍ وَلَّى عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا الْقَضَاءَ , وَوَلَّى أَبَا عُبَيْدَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ الْمَالَ , وَقَالَ: ” أَعَينُونِي ” , فَمَكَثَ عُمَرُ سَنَةً لَا يَأْتِيهِ اثْنَانِ , أَوْ لَا يَقْضِي بَيْنَ اثْنَيْنِ
“Ketika Abu Bakar diangkat sebagai khalifah, ia berkata: “Hendaklah kalian membantuku!” Abu Bakar pun mengangkat Umar sebagai hakim peradilan dan Abu Bakar mengangkat Abu Ubadaih sebagai pejabat urusan harta kaum muslimin. Umar selama satu tahun penuh tidak pernah didatangi oleh dua orang pun yang mengadukan kasusnya atau Umar tidak pernah memutuskan perkara diantara dua orang pun selama ia menjabat.”
Dalam lafal lain:
لَمَّا وُلِّيَ أَبُو بَكْرٍ، قَالَ لَهُ أَبُو عُبَيْدَةَ: أَنَا أُكْفِيكَ الْمَالَ- يَعْنِي الْجَزَاءَ- وَقَالَ عُمَرُ: أَنَا أُكْفِيكَ الْقَضَاءَ: فَمَكَثَ عُمَرُ سَنَةً لا يَأْتِيهِ رَجُلانِ.
“Ketika Abu Bakar diangkat sebagai khalifah, Abu Ubaidah berkata: “Saya yang akan mewakilimu mengatur urusan harta [keuangan].” Umar berkata: “Saya yang akan mewakilimu mengatur urusan peradilan.” Adalah Umar selama satu tahun penuh tidak pernah didatangi oleh dua orang pun yang mengadukan kasusnya
(HR. Abu Ahmad Al-Askari dalam Al-Awail, hlm.111 dan Al-Baihaqi dalam As-Sunan Al-Kubra, 1/87 dengan sanad shahih, dengan lafal pertama. Adapun lafal kedua diriwayatkan oleh ath-Thabari dalam Tarikh Al-Umam wal Muluk, 2/351 dengan sanad shahih)
Imam Adz-Dzahabi berkata:
قال خليفة بن خياط: وقد كان أبو بكر ولى أبا عبيدة بيت المال.
قلت: يعني أموال المسلمين، فلم يكن بعد عمل بيت مال، فأول من اتخذه عمر.
“Khalifah bin Khayath berkata: “Abu Bakar mengangkat Abu Ubaidah sebagai pejabat yang mengatur urusan Baitul Mal.”
Saya [Adz-Dzahabi] berkata: Maksudnya adalah mengatur urusan harta kaum muslimin, karena pada masa itu belum ada Baitul Mal. Khalifah yang pertama kali membentuk Baitul Mal adalah Umar bin Khathab.” (Adz-Dzahabi, Siyar A’lam An-Nubala’, 1/15 dan Tarikh Khalifah bin Khayath hlm. 22)
Hadits no. 48:
Dari Humaid bin Hilal, seorang tabi’in, berkata:
لَمَّا وَلِيَ أَبُو بَكْرٍ قَالَ أَصْحَابُ رَسُولِ اللَّهِ: افْرِضُوا لِخَلِيفَةِ رَسُولِ اللَّهِ مَا يُغْنِيهِ.
قَالُوا: نَعَمْ. بُرْدَاهُ إِذَا أَخْلَقَهُمَا وَضَعَهُمَا وَأَخَذَ مِثْلَهُمَا وَظَهْرُهُ إِذَا سَافَرَ وَنَفَقَتُهُ عَلَى أَهْلِهِ كَمَا كَانَ يُنْفِقُ قَبْلَ أَنْ يُسْتَخْلَفَ. قَالَ أَبُو بَكْرٍ: رَضِيتُ.
“Ketika Abu Bakar diangkat sebagai khalifah, generasi sahabat saling berkata: “Tetapkanlah untukh khalifah Rasulullah gaji yang mencukupi kebutuhannya!” Mereka berkata: “Oke. Gajinya adalah dua selimut yang jika telah usang, maka ia berhak mengambil dua selimut yang serupa dengannya, seekor unta untuk kendaraannya jika ia bepergian jauh, dan nafkah untuk anggota keluarganya sebanyak nafkah yang biasa ia berikan kepada keluarganya sebelum ia diangkat sebagai khalifah.” Abu Bakar menjawab: “Saya rela dengan gaji tersebut.” (HR. Ibnu Sa’ad dalam At-Thabaqat Al-Kubra, 3/137 dan Ibnu ‘Asakir dalam Tarikh Dimasyqa, 30/321 dengan sanad shahih)
Hadits no. 49:
Dari Ahnaf bin Qais, seorang tokoh senior tabi’in dan komandan perang pembebasan Khurasan [Afghanistan] bercerita bahwa para sahabat bertanya harta [gaji] apa yang halal untuk khalifah Umar bin Khathab?
Maka khalifah Umar bin Khathab menjawab:
أَنَا أُخْبِرُكُمْ بِمَا أَسْتَحِلُّ مِنْهُ.يَحِلُّ لِي حُلَّتَانِ. حُلَّةٌ فِي الشِّتَاءِ وَحُلَّةٌ فِي الْقَيْظِ. وَمَا أَحُجُّ عَلَيْهِ وَأَعْتَمِرُ مِنَ الظَّهْرِ.وَقُوتِي وَقُوتُ أَهْلِي كَقُوتِ رَجُلٍ مِنْ قُرَيْشٍ لَيْسَ بِأَغْنَاهُمْ وَلا بِأَفْقَرِهِمْ. ثُمَّ أَنَا بَعْدُ رَجُلٌ مِنَ الْمُسْلِمِينَ يُصِيبُنِي مَا أَصَابَهُمْ.
“Saya beritahukan kepada kalian apa yang halal untukku. Halal untuk dua lembar pakaian; pakaian di musim dingin dan pakaian di musim panas, juga unta untuk kendaraan aku menunaikan haji dan umrah, juga makanan pokok untukku dan untuk anggota keluargaku layaknya makanan pokok yang dikonsumsi seorang penduduk Quraisy lainnya yang bukan orang paling kaya diantara mereka dan bukan pula orang yang paling miskin diantara mereka. Selain hal-hal itu, aku hanyalah seperti kaum muslimin lainnya, aku mengalami apa saja [kelaparan, kemiskinan, hutang, red] yang juga mereka alami.” (HR. Ibnu Sa’ad dalam At-Thabaqat Al-Kubra, 3/209, 233-234 dan Abu Ubaid Al-Qasim bin Salam dalam Al-Amwal hlm. 281 dengan sanad shahih)
Wallahu a’lam bish-shawab.
(muhib al majdi/arrahmah.com)