(Arrahmah.com) – Segala puji bagi Allah Rabb seluruh alam. Shalawat dan salam senantiasa dilimpahkan kepada nabi kita Muhammad, keluarganya dan seluruh sahabatnya serta umatnya yang komitmen menjalankan syariatnya. Amma ba’du.
Bab I
Mentauhidkan Allah dalam bidang kekuasaan, hukum dan ketaatan
Ketentuan 13
Haram berpecah dalam masalah kepemimpinan [imamah atau khilafah] dan wajib mengangkat satu orang khalifah untuk seluruh umat Islam
Allah Ta’ala berfirman:
وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا
“Berpegang teguhlah kalian semua dengan tali [kitab atau agama] Allah dan janganlah kalian berpecah belah!” (QS. Ali Imran [3]: 103)
وَلَا تَكُونُوا كَالَّذِينَ تَفَرَّقُوا وَاخْتَلَفُوا مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَهُمُ الْبَيِّنَاتُ وَأُولَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ
“Dan janganlah kalian menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka Itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat.” (QS. Ali Imran [3]: 105)
Hadits no. 37:
Dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda:
إِذَا بُويِعَ لِخَلِيفَتَيْنِ فَاقْتُلُوا الْآخَرَ مِنْهُمَا
“Jika dua orang khalifah dibai’at, maka bunuhlah orang yang terakhir dibai’at!” (HR. Muslim no. 1853)
Hadits no. 38:
Dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu berkata: Saya telah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda:
مَنْ أَتَاكُمْ وَأَمْرُكُمْ جَمِيعٌ عَلَى رَجُلٍ وَاحِدٍ يُرِيدُ أَنْ يَشُقَّ عَصَاكُمْ أَوْ يُفَرِّقَ جَمَاعَتَكُمْ فَاقْتُلُوهُ
“Barangsiapa mendatangi kalian sedangkan perkara [kepemimpinan] kalian telah bersepakat atas diri seorang pemimpin, lalu orang yang datang tersebut bertujuan mematahkan tongkat ketaatan kalian atau memecah belah jama’ah [persatuan] kalian maka bunuhlah ia!”
Dalam lafal lain:
فَمَنْ أَرَادَ أَنْ يُفَرِّقَ أَمْرَ هَذِهِ الْأُمَّةِ وَهِيَ جَمِيعٌ فَاضْرِبُوهُ بِالسَّيْفِ كَائِنًا مَنْ كَانَ
“Barangsiapa ingin memecah belah [kepemimpinan] umat Islam ini sedangkan urusan mereka telah bersepakat atas diri seorang pemimpin, maka tebaslah ia dengan pedang, siapa pun dia!” (HR. Muslim no. 1853)
Hadits no. 39:
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda:
إِنَّ اللَّهَ يَرْضَى لَكُمْ ثَلَاثًا وَيَسْخَطُ لَكُمْ ثَلَاثًا يَرْضَى لَكُمْ أَنْ تَعْبُدُوهُ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَأَنْ تَعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا وَأَنْ تُنَاصِحُوا مَنْ وَلَّاهُ اللَّهُ أَمْرَكُمْ
“Sesungguhnya Allah ridha untuk kalian tiga perkara dan membenci atas kalian tiga perkara. Allah ridha untuk kalian; jika kalian beribadah kepada-Nya semata dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu pun, kalian semua berpegang teguh dengan tali Allah dan tidak berpecah belah, dan kalian menasehati orang yang oleh Allah diangkat sebagai pemimpin kalian.” (HR. Muslim no. 1715, Malik dalam Al-Muwatha’ no. 1796 dan Ahmad no. 8799)
Ketentuan 14
Hukum asal dari kepemimpinan [imamah atau khilafah] adalah ba’ait atas dasar kerelaan bukan paksaan, haram berselisih dan berebutan dalam masalah kepemimpinan [menjadi imam atau khalifah], kepemimpinan dan pemerintahan itu berdasar syura, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam tidak menunjuk seorang pun sebagai khalifah sepeninggal beliau dan beliau menyerahkan persoalan pemilihan khalifah sepeninggal beliau kepada umat Islam
Allah Ta’ala berfirman:
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu bersaudara.” (QS. Al-Hujurat [49]: 10)
لَا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ
“Tidak ada paksaan dalam agama.”(QS. Al-Baqarah [2]: 256)
Ad-dien [agama] adalah ketaatan dan ketundukan.
كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ
“Kalian adalah sebaik-baik umat yang dikeluarkan untuk umat manusia, [disebabkan] kalian memerintahkan perbuatan yang ma’ruf, mencegah dari perbuatan yang mungkar dan beriman kepada Allah.” (QS. Ali Imran [3]: 110)
وَأَمْرُهُمْ شُورَى بَيْنَهُمْ
“Dan perkara diantara mereka diselesaikan melalui musyawarah.” (QS. Asy-Syura [42]: 38)
Hadits no. 40:
Dari Ubadah bin Shamit radhiyallahu ‘anhu, ia berkata:
دَعَانَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَبَايَعْنَاهُ فَكَانَ فِيمَا أَخَذَ عَلَيْنَا أَنْ بَايَعَنَا عَلَى السَّمْعِ وَالطَّاعَةِ فِي مَنْشَطِنَا وَمَكْرَهِنَا وَعُسْرِنَا وَيُسْرِنَا وَأَثَرَةٍ عَلَيْنَا وَأَنْ لَا نُنَازِعَ الْأَمْرَ أَهْلَهُ قَالَ إِلَّا أَنْ تَرَوْا كُفْرًا بَوَاحًا عِنْدَكُمْ مِنْ اللَّهِ فِيهِ بُرْهَانٌ
“Rasululullah Shallallahu ‘alaihi wa salam mengajak kami maka kami pun membai’at beliau. Diantara isi bai’at yang beliau ambil dari kami adalah kami membai’at untuk senantiasa mendengar dan menaati baik kami dalam keadaan semangat maupun terpaksa, kami dalam keadaan sulit maupun lapang, bahkan atas para pemimpin yang mementingkan diri mereka atas diri kami [rakyat] serta kami tidak akan merebut kekuasaan dari orang yang memegangnya.” Beliau bersabda: “Kecuali jika kalian melihat pada diri pemimpin tersebut kekafiran yang nyata yang kalian memiliki bukti yang nyata [dalil] atasnya dari sisi Allah.” (HR. Bukhari no. 7056 dan Muslim no. 1709)
Hadits no. 41:
Dari Aisyah radhiyallahu ‘anhu berkata:
قُبِضَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلَمْ يَسْتَخْلِفْ أَحَدًا وَلَوْ كَانَ مُسْتَخْلِفًا أَحَدًا لَاسْتَخْلَفَ أَبَا بَكْرٍ أَوْ عُمَرَ
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam wafat dan beliau tidak mengangkat seorang pun sebagai khalifah sepeninggal beliau. Seandainya beliau mengangkat seseorang sebagai khalifah sepeninggal beliau pastilah beliau akan mengangkat Abu Bakar Ash-Shiddiq atau Umar bin Khathab.” (HR. Ahmad no. 24346, Al-Khallal dalam As-Sunnah no. 330, Ath-Thabarani dalam Al-Mu’jam Al-Awsath no. 7053, dan Al-Hakim, 3/78. Imam Al-Hakim, Adz-Dzahabi dan Syu’aib Al-Arnauth berkata: Hadits shahih menurut syarat Bukhari dan Muslim)
Dalam riwayat yang lain dari Ibnu Abi Mulaikah berkata: “Saya mendengar Aisyah radhiyallahu ‘anha telah ditanya:
مَنْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُسْتَخْلِفًا لَوْ اسْتَخْلَفَهُ قَالَتْ أَبُو بَكْرٍ فَقِيلَ لَهَا ثُمَّ مَنْ بَعْدَ أَبِي بَكْرٍ قَالَتْ عُمَرُ ثُمَّ قِيلَ لَهَا مَنْ بَعْدَ عُمَرَ قَالَتْ أَبُو عُبَيْدَةَ بْنُ الْجَرَّاحِ ثُمَّ انْتَهَتْ إِلَى هَذَا
“Siapa kiranya orang yang akan diangkat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam sebagai khalifah sepeninggal beliau andai saja beliau mengangkat seorang pun sebagai khalifah sepeninggal beliau?” Aisyah menjawab: “Abu Bakar Ash-Shiddiq.” Aisyah ditanya lagi: “Lalu siapa sepeninggal Abu Bakar?” Aisyah menjawab: “Umar bin Khathab.” Aisyah ditanya lagi: “Lalu siapa sepeninggal Umar?” Aisyah menjawab: “Abu Ubaidah bin Jarrah.” Aisyah berhenti pada nama Abu Ubaidah saja. (HR. Muslim no. 2385, Ahmad dalam Fadhail Ash-Shahabah no. 204, An-Nasai dalam As-Sunan Al-Kubra no, 8202, Ibnu Sa’ad dalam At-Thabaqat Al-Kubra, 3/181 dan Ad-Dulabi dalam Al-Kuna, 2/39)
Dalam hadits lain dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata: Umar bin Khathab radhiyallahu ‘anhu berkata:
إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ يَحْفَظُ دِينَهُ وَإِنِّي لَئِنْ لَا أَسْتَخْلِفْ فَإِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمْ يَسْتَخْلِفْ
“Sesungguhnya Allah akan menjaga agama-Nya. Jika aku tidak mengangkat seseorang sebagai khalifah sepeninggalku, maka sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam juga tidak mengangkat seorang pun sebagai khalifah sepeninggal beliau.” (HR. Muslim no. 1823, Abu Daud no. 2939, Tirmidzi no. 2225 dan Ahmad no. 332)
Wallahu a’lam bish-shawab.
(muhib al majdi/arrahmah.com)