(Arrahmah.com) – Segala puji bagi Allah Rabb seluruh alam. Shalawat dan salam senantiasa dilimpahkan kepada nabi kita Muhammad, keluarganya dan seluruh sahabatnya serta umatnya yang komitmen menjalankan syariatnya. Amma ba’du.
Bab I
Mentauhidkan Allah dalam bidang kekuasaan, hukum dan ketaatan
Ketentuan 12
Khilafah umum setelah masa khilafah rasyidah, peringatan untuk menjauhi bid’ah-bid’ah dalam bidang politik dan pemerintahan, peringatan untuk menjauhi sistem pemerintahan kerajaan yang menggigit [rezim zalim] dan sistem pemerintahan kerajaan yang memaksa [diktator]
Allah Ta’ala berfirman:
كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ
“Kalian adalah sebaik-baik umat yang dikeluarkan untuk umat manusia, [disebabkan] kalian memerintahkan perbuatan yang ma’ruf, mencegah dari perbuatan yang mungkar dan beriman kepada Allah.” (QS. Ali Imran [3]: 110)
وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آَمَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الْأَرْضِ
“Allah telah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman diantara kalian dan orang-orang yang beramal shalih bahwa Allah pasti akan menjadikan mereka sebagai khalifah di muka bumi…” (QS. An-Nuur [24]: 55)
وَمَا أَنْتَ عَلَيْهِمْ بِجَبَّارٍ
“Dan engkau [wahai Muhammad] bukanlah orang yang memaksa mereka [untuk beriman].” (QS. Qaaf [50]: 45)
وَلا تَطْغَوْا
“Dan janganlah engkau bertindak sewenang-wenang (melampaui batas)!” (QS. Huud [11]: 112)
Hadits no. 34:
Dari Jabir bin Samurah radhiyallahu ‘anha berkata: Saya mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda:
لَا يَزَالُ الْإِسْلَامُ عَزِيزًا إِلَى اثْنَيْ عَشَرَ خَلِيفَةً ثُمَّ قَالَ كَلِمَةً لَمْ أَفْهَمْهَا فَقُلْتُ لِأَبِي مَا قَالَ فَقَالَ كُلُّهُمْ مِنْ قُرَيْشٍ
“Islam akan senantiasa kuat [berjaya] sampai masa kekuasaan 12 orang khalifah.” Beliau kemudian menyabdakan perkataan yang aku [Jabir bin Samurah] tidak memahaminya, aku pun menanyakannya kepada bapakku, maka bapakku berkata: “Beliau bersabda ‘Semua khalifah tersebut berasal dari suku Quraisy’.”
Dalam lafal yang lain:
إِنَّ هَذَا الْأَمْرَ لَا يَنْقَضِي حَتَّى يَمْضِيَ فِيهِمْ اثْنَا عَشَرَ خَلِيفَةً قَالَ ثُمَّ تَكَلَّمَ بِكَلَامٍ خَفِيَ عَلَيَّ قَالَ فَقُلْتُ لِأَبِي مَا قَالَ قَالَ كُلُّهُمْ مِنْ قُرَيْشٍ
“Sesungguhnya perkara [khilafah] ini tidak akan berakhir sampai berkuasa di tengah mereka [umat Islam] 12 orang khalifah.” Beliau kemudian menyabdakan perkataan yang tidak jelas bagiku [Jabir bin Samurah]. Aku menanyakannya kepada bapakku, “Apa yang beliau sabdakan?” Bapakku berkata: “Beliau bersabda ‘Semua khalifah tersebut berasal dari suku Quraisy’.”
Dalam lafal yang lain:
لَا يَزَالُ أَمْرُ النَّاسِ مَاضِيًا مَا وَلِيَهُمْ اثْنَا عَشَرَ رَجُلًا ثُمَّ تَكَلَّمَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِكَلِمَةٍ خَفِيَتْ عَلَيَّ فَسَأَلْتُ أَبِي مَاذَا قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ كُلُّهُمْ مِنْ قُرَيْشٍ
“Sesungguhnya perkara masyarakat [umat Islam] akan terus berlanjut selama mereka dipimpin oleh 12 orang khalifah.” Beliau kemudian menyabdakan perkataan yang tidak jelas bagiku [Jabir bin Samurah]. Aku menanyakannya kepada bapakku apa yang beliau sabdakan. Bapakku berkata: “Beliau bersabda ‘Semua khalifah tersebut berasal dari suku Quraisy’.”
Dalam lafal yang lain:
لَا يَزَالُ هَذَا الدِّينُ عَزِيزًا مَنِيعًا إِلَى اثْنَيْ عَشَرَ خَلِيفَةً فَقَالَ كَلِمَةً صَمَّنِيهَا النَّاسُ فَقُلْتُ لِأَبِي مَا قَالَ قَالَ كُلُّهُمْ مِنْ قُرَيْشٍ
“Agama [Islam] ini akan senantiasa kuat [berjaya] dan kokoh sampai masa kekuasaan 12 orang khalifah.” Beliau kemudian menyabdakan perkataan yang aku [Jabir bin Samurah] tidak mendengarnya akibat kegaduhan orang-orang. Aku pun menanyakannya kepada bapakku, maka bapakku berkata: “Beliau bersabda ‘Semua khalifah tersebut berasal dari suku Quraisy’.” (HR. Bukhari no. 7222 dan Muslim no. 1821, perbedaan lafal-lafal hadits tersebut adalah dalam riwayat imam Muslim)
Dalam riwayat Al-Hakim dengan lafal:
لَا يَزَالُ أَمْرُ هَذِهِ اْلأُمَّةِ ظَاهِرًا حَتَى يَقُومَ اثْنَا عَشَرَ خَلِيفَةً » وقَالَ كَلِمَةًخَفِيَتْ عَلَيَّ ، وَكَانَ أَبِي أَدْنَى إِلَيْهِ مَجْلِسًا مِنِّي فَقُلْتُ : مَا قَالَ ؟ قَالَ:كُلُّهُمْ مِنْ قُرَيْشٍ
“Sesungguhnya perkara umat ini akan senantiasa menang sampai masa berkuasanya 12 orang khalifah.” Beliau kemudian menyabdakan perkataan yang tidak jelas bagiku [Jabir bin Samurah]. Saat itu bapakku duduk lebih dekat kepada beliau dibandingkan aku, maka aku menanyakannya kepada bapakku apa yang beliau sabdakan. Bapakku berkata: “Beliau bersabda ‘Semua khalifah tersebut berasal dari suku Quraisy’.” (HR. Al-Hakim no. 6586)
Dalam riwayat Abu Daud dengan lafal:
لَا يَزَالُ هَذَا الدِّينُ قَائِمًا حَتَّى يَكُونَ عَلَيْكُمْ اثْنَا عَشَرَ خَلِيفَةً كُلُّهُمْ تَجْتَمِعُ عَلَيْهِ الْأُمَّةُ فَسَمِعْتُ كَلَامًا مِنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمْ أَفْهَمْهُ قُلْتُ لِأَبِي مَا يَقُولُ قَالَ كُلُّهُمْ مِنْ قُرَيْشٍ
“Sesungguhnya agama ini akan senantiasa tegak dengan kokoh sampai masa berkuasanya 12 orang khalifah atas kalian. Semua khalifah tersebut disepakati oleh seluruh umat Islam.” Saya kemudian mendengarkan sabda beliau yang tidak bisa aku pahami. Maka aku menanyakannya kepada bapakku apa yang beliau sabdakan. Bapakku berkata: “Beliau bersabda ‘Semua khalifah tersebut berasal dari suku Quraisy’.” (HR. Abu Daud no. 4280)
Dalam riwayat Ath-Thabarani dengan lafal:
لَنْ يَزَالَ هَذَا الدِّينُ عَزِيزًا مَنِيعًا ظَاهِرًا عَلَى مَنْ نَاوَأَهُ حَتَّى يَمْلِكَ اثْنَا عَشَرَ كُلُّهُمْ ” ، ثُمَّ لَغَطَ النَّاسُ وَتَكَلَّمُوا فَلَمْ أَفْهَمْ قَوْلَهُ بَعْدَ : كُلُّهُمْ ، فَقُلْتُ لأَبِي : يَا أَبَتَاهُ ، مَا بَعْدَ قَوْلِهِ : كُلُّهُمْ ؟ قَالَ : ” كُلُّهُمْ مِنْ قُرَيْشٍ ” .
“Sesungguhnya agama ini akan senantiasa kuat [berjaya], kokoh dan menang atas setiap musuhnya sampai masa berkuasanya 12 orang khalifah semuanya.” Orang-orang kemudian ribut dan ramai berbicara sehingga saya tidak memahami sabda beliau setelah perkataan 12 orang khalifah semuanya. Maka aku menanyakankepada bapakku, “Wahai bapakku, apa yang beliau sabdakan setelah sabda beliau 12 orang khalifah semuanya?” Bapakku berkata: “Beliau bersabda ‘Semua khalifah tersebut berasal dari suku Quraisy’.” (HR. Ath-Thabarani dalam Al-Mu’jam Al-Kabir no. 1769)
Catatan
Lafal-lafal dalam hadits Jabir bin Samurah radhiyallahu ‘anhu di atas menyebutkan tiga ciri:
1.Pada masa tersebut agama Islam dan kaum muslimin dalam keadaan berjaya, kokoh, kuat, aman tentram, makmur dan meraih kemenangan atas seluruh musuh Islam.
2.Hal itu terjadi pada masa pemerintahan 12 orang khalifah yang disepakati dan dibai’at oleh seluruh kaum muslimin, yaitu seluruh umat Islam sedunia tanpa ada penentangan dan pemberontakan dari sebagian umat Islam terhadap khalifah tersebut.
3.Semua khalifah tersebut memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan syariat Islam untuk menjadi khalifah, diantara syarat tersebut adalah berasal dari suku Quraisy. (Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fathul Bari Syarh Shahih Bukhari, 13/244, Kairo: Darul Hadits, cet. 1998 M)
Di kalangan para ulama setidaknya terdapat dua penafsiran yang dianggap paling kuat mengenai makna hadits di atas:
1.Penafsiran pertama: Masa kepemimpinan 12 khalifah dari suku Quraisy yang dibai’at oleh seluruh umat Islam dan menjadi masa kejayaaan Islam tersebut telah berlalu dan selesai pada masa daulah Umawiyah (41-64 H dan kemudian berlanjut 73-132H).
Masa Daulah Abbasiyah (132-656 H) tidak memenuhi satu atau dua kriteria dalam hadits tersebut, yaitu dibai’at oleh seluruh umat Islam dan Islam mencapai masa kejayaan. Pada masa Daulah Abbasiyah banyak sekali terjadi pemberontakan, berdiri banyak daulah Islam yang kecil yang memisahkan diri dari Daulah Abbasiyah, dan banyak penguasa wilayah yang mengangkat dirinya sebagai khalifah, sehingga para Khalifah Abbasiyah di Baghdad tidak mendapatkan bai’at dari seluruh umat Islam.
Pada tahun 297 H Ubaidullah Al-Mahdi, tokoh Syiah, mendirikan Daulah Ubaidiyah [biasa disebut dengan nama palsu Daulah Fathimiyah] di Maroko dan mengumumkan dirinya sebagai khalifah sebagai tandingan khalifah Abbasiyah di Baghdad.
Pada tahun 316 H penguasa Andalus [Spanyol] Abdurrahman An-Nashir memerdekakan diri dan mendirikan Daulah Abbasiyah Andalus dengan mengangkat dirinya sebagai “khalifah” pertamanya sebagai tandingan khalifah Abbasiyah di Baghdad.
Selain itu pada masa Daulah Abbasiyah umat Islam juga mengalami kelemahan dalam masa yang cukup panjang. Seperti berkuasanya para panglima perang dari keturunan Turki selama hampir 100 tahun (tahun 247 – 334 H), berkuasanya para sultan dan gubernur Syiah Bani Buwaih di Irak, Iran, Syam, Khurasan dan Asia Tengah selama 113 tahun (tahun 334- 447 H), berkuasanya Daulah Syiah Ubaidiyahdi Mesir, Maroko dan Palestina selama tahun 270 tahun (297-567 H) , gerakan Bathiniyah Syiah Ismailiyah dan Qaramithah yang mengacau di Hijaz, Nejed, Bahrain, Irak dan sebagian Syam selama dua puluhan tahun (tahun 289-312 H), serangan pasukan salib Eropa ke negeri Syam (perang salib tahun 489 – 625 H) dan serangan pasukan salib Eropa ke Mesir (tahun 648 H), serta serangan Tartar dibawah pimpinan Jengis Khan ke dunia Islam dari Asia Tengah hingga berhasil menghancurkan ibukota Daulah Abbasiyah di Baghdad dibawah pimpinan Hulako Khan (tahun 616 – 656 H).
Adapun Daulah Utsmaniyah meskipun dibai’at oleh sebagian besar atau seluruh umat Islam dan pernah membawa kejayaan Islam selama ratusan tahun, namun Daulah Utsmaniyah tidak memenuhi salah satu kriteria dalam hadits di atas yaitu para khalifah berasal dari suku Quraisy. Wallahu a’lam.
Al-Qadhi Iyadh bin Musa Al-Yahshibi (wafat tahun 544 H) berkata: “Ada kemungkinan makna hadits ini adalah agama Islam mencapai kejayaan pada masa kekuasaan [12 khalifah] tersebut dan semua khalifah tersebut disepakati [dibai’at] oleh seluruh kaum muslimin, sebagaimana lafal dalam riwayat Sunan Abu Daud “Mereka semua disepakati oleh seluruh umat Islam”, dan hal ini telah terjadi sebelum masa kekacauan dan perselisihan yang melanda Bani [Daulah] Umayyah pada zaman Yazid bin Walid (berkuasa hanya beberapa bulan, tahun 126 H) dan pemberontakan Bani Abbasiyah terhadapnya.” (An-Nawawi, Syarh Shahih Muslim, 12/139, Kairo: Al-Maktabah At-Tawqifiyah, cet. 4, 2008 M)
Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani (wafat tahun 852 H) menguatkan pendapat Qadhi Iyad di atas karena dikuatkan oleh bunyi lafal dalam riwayat yang shahih dari Sunan Abu Daud. “Mereka semua disepakati oleh seluruh umat Islam”.
Beliau berkata: “Penjelasannya adalah bahwasanya maksud dari kesepakatan umat Islam terhadap khalifah adalah seluruh umat Islam tunduk dengan membai’atnya. Realita yang terjadi adalah masyarakat [kaum muslimin] sepakat membai’at Abu Bakar Ash-Shidiq, lalu Umar bin Khathab, lalu Utsman bin Affan, lalu Ali bin Abi Thalib, sampai terjadi peristiwa keputusan dua orang wakil dalam tahkim atas peristiwa perang Shiffin [Tahkim di Daumatul Jandal, red], maka pada hari itu Mua’wiyah bin Abi Sufyan disebut khalifah, sampai akhirnya umat Islam bersepakat membai’at Mu’awiyah bin Abi Sufyan setelah terjadinya perdamaian dengan Hasan bin Ali bin Abi Thalib.Lalu umat Islam sepakat membai’at anaknya, Yazid bin Mu’awiyah, sementara itu Husain bin Ali bin Abi Thalib belum menjadi khalifah karena ia terbunuh lebih dahulu.
Ketika Yazid bin Mu’awiyah wafat [Rabi’ul Awwal tahun 64 H, red], terjadilah perselisihan sampai akhirnya umat Islam sepakat membai’at Abdul Malik bin Marwan bin Hakam setelah terbunuhnya Abdullah bin Zubair [tanggal 17 Jumadil Ula tahun 73 H, red].
Lalu umat Islam sepakat membai’at keempat anak Abdul Malik bin Marwan; Walid, lalu Sulaiman, lalu Yazid, lalu Hisyam. Masa kekhilafahan Sulaiman bin Abdul Malik dan Yazid bin Abdul Malik diselingi oleh masa kekhilfahan Umar bin Abdul Aziz. Mereka itu adalah tujuh orang khalifah setelah empat khulafa’ rasyidun. Adapun khalifah yang ke-12 adalah Walid bin Yazid bin Abdul Malik, seluruh umat Islam sepakat membai’atnya setelah meninggalnya Hisyam bin Abdul Malik. Walid bin Yazid Abdul Malik berkuasa selama kurang lebih 4 tahun, lalu mereka memberontak dan membunuhnya [ia terbunuh pada tanggal 28 Jumadil Akhir 126 H, red]. Setelah itu fitnah-fitnah [kekacauan] menyebar luas dan kondisi berubah sejak hari itu sehingga setelah peristiwa itu tidak pernah seluruh umat Islam bersepakat membai’at seorang khalifah.” (Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fathul Bari Syarh Shahih Bukhari, 13/246)
2.Penafsiran kedua: Zaman berkuasanya 12 orang khalifah dari suku Quraisy yang dibai’at oleh seluruh umat Islam dan pada masa mereka Islam mencapai puncak kejayaan belumlah berakhir, ia masih akan berlanjut sampai menjelang hari kiamat, dan salah satu dari 12 khalifah tersebut adalah Imam Al-Mahdi Muhammad bin Abdullah Al-Qurasyi yang memerangi Al-Masih Dajjal di akhir zaman.
Al-Qadhi Iyadh bin Musa Al-Yahshibi berkata: ” Ada kemungkinan maksud dari hadits ini adalah para pemimpin yang adil yang berhak menjadi khalifah dan. Telah berlalu diantara beberapa orang yang telah diketahui [misalnya Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali radhiyallahu ‘anhum dan Umar bin Abdul Aziz, red] dan pasti jumlah tersebut akan lengkap sebelum hari kiamat.” (An-Nawawi, Syarh Shahih Muslim, 12/139 dan Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fathul Bari Syarh Shahih Bukhari, 13/244)
Imam Ibnu Al-Jauzi Al-Hambali Al-Baghdadi (wafat tahun 597 H) berkata: “Ada kemungkinan maksud dari hadits ini adalah keberadaan 12 orang khalifah dalam keseluruhan periode Islam [sejak zaman khulafa’ rasyidin, red] sampai hari kiamat dimana mereka berkuasa dengan adil, meskipun masa pemerintahan mereka tidak berurutan [berturut-turut].” (Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fathul Bari Syarh Shahih Bukhari, 13/246)
Imam Ibnu Katsir Ad-Dimasyqi (wafat tahun 774 H) dalam kitabnya An-Nihayah fil Fitan wal Malahim wa Asyrat As-Sa’ah juga berpendapat bahwa Imam Mahdi termasuk salah satu dari 12 khalifah yang disebutkan dalam hadits Jabir bin Samurah ini. Wallahu a’lam bish-shawab.
Hadits no. 35:
Dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda:
خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِي ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ
“Sebaik-baik manusia adalah generasiku [generasi sahabat], kemudian generasi setelah mereka [tabi’in], kemudian generasi setelah mereka [tabi’it tabi’in].”(HR. Bukhari no. 2652 dan Muslim no. 2533)
Dari Imran bin Hushain radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda:
إِنَّ خَيْرَكُمْ قَرْنِي ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ قَالَ عِمْرَانُ فَلَا أَدْرِي أَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَعْدَ قَرْنِهِ مَرَّتَيْنِ أَوْ ثَلَاثَةً
“Sesungguhnya sebaik-baik kalian adalah generasiku [generasi sahabat], kemudian generasi setelah mereka [tabi’in], kemudian generasi setelah mereka [tabi’it tabi’in], kemudian generasi setelah mereka.” Imran bin Hushain berkata: “Saya tidak mengetahui dengan pasti apakah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam menyebut dua generasi ataukah tiga generasi setelah generasi beliau.” (HR. Bukhari no. 2651 dan Muslim no. 2535)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda:
خَيْرُ أُمَّتِي الْقَرْنُ الَّذِينَ بُعِثْتُ فِيهِمْ ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ وَاللَّهُ أَعْلَمُ أَذَكَرَ الثَّالِثَ أَمْ لَا
“Sebaik-baik kalian umatku adalah generasi yang aku diutus di tengah mereka[generasi sahabat], kemudian generasi setelah mereka [tabi’in].” Abu Hurairah berkata: “Allah yang lebih tahu, apakah beliau menyebutkan generasi ketiga [tabi’it tabi’in] ataukah tidak.” (HR. Muslim no. 2534)
Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata:
سَأَلَ رَجُلٌ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ النَّاسِ خَيْرٌ قَالَ الْقَرْنُ الَّذِي أَنَا فِيهِ ثُمَّ الثَّانِي ثُمَّ الثَّالِثُ
Seorang laki-laki bertanya kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam: “Siapakah manusia yang paling baik?” Maka beliau menjawab: “Sebaik-baik manusia adalah generasi yang aku hidup di dalamnya [generasi sahabat], kemudian generasi setelah mereka [tabi’in], kemudian generasi setelah mereka [tabi’it tabi’in].” (HR. Muslim no. 2536)
Hadits no. 36:
Dari Hudzaifah bin Yaman radhiyallahu ‘anhu berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda:
تَكُونُ النُّبُوَّةُ فِيكُمْ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ خِلَافَةٌ عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ فَتَكُونُ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ مُلْكًا عَاضًّا فَيَكُونُ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ يَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ مُلْكًا جَبْرِيَّةً فَتَكُونُ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ خِلَافَةً عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ ثُمَّ سَكَتَ
“Kenabian akan berlangsung di tengah kalian selama masa waktu yang Allah kehendaki, kemudian Allah akan mengangkatnya jika Allah telah berkehendak untuk mengangkatnya. Kemudian akan muncul Khilafah ‘ala Minhaj Nubuwwah [khilafah berdasar manhaj Nabi], yang berlangsung selama masa waktu yang Allah kehendaki, kemudian Allah akan mengangkatnya jika Allah telah berkehendak untuk mengangkatnya. Kemudian akan muncul kerajaan yang menggigit [zalim] selama masa waktu yang Allah kehendaki, kemudian Allah akan mengangkatnya jika Allah telah berkehendak untuk mengangkatnya. Kemudian akan muncul kerajaan yang memaksa [diktator] selama masa waktu yang Allah kehendaki, kemudian Allah akan mengangkatnya jika Allah telah berkehendak untuk mengangkatnya. Kemudian akan muncul kembali Khilafah ‘ala Minhaj Nubuwwah.” Beliau kemudian diam.
Perawi Habib bin Salim berkata:
قَالَ حَبِيبٌ فَلَمَّا قَامَ عُمَرُ بْنُ عَبْدِ الْعَزِيزِ وَكَانَ يَزِيدُ بْنُ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيرٍ فِي صَحَابَتِهِ فَكَتَبْتُ إِلَيْهِ بِهَذَا الْحَدِيثِ أُذَكِّرُهُ إِيَّاهُ فَقُلْتُ لَهُ إِنِّي أَرْجُو أَنْ يَكُونَ أَمِيرُ الْمُؤْمِنِينَ يَعْنِي عُمَرَ بَعْدَ الْمُلْكِ الْعَاضِّ وَالْجَبْرِيَّةِ فَأُدْخِلَ كِتَابِي عَلَى عُمَرَ بْنِ عَبْدِ الْعَزِيزِ فَسُرَّ بِهِ وَأَعْجَبَهُ
“Ketika Umar bin Abdul Aziz menjadi khalifah dan Yazid bin Nu’man bin Basyir menjadi kawan dekatnya, saya menulis hadits ini dan mengirimkannya kepada Yazid bin Nu’man bin Basyir, untuk mengingatkannya dengan hadits ini. Saya katakan kepadanya: “Saya berharap Amirul Mu’minin Umar bin Abdul Aziz adalah khalifah yang berkuasa setelah berlalunya masa kerajaan yang menggigit dan kerajaan yang memaksa.” Suratku dibawa masuk oleh Yazid bin Nu’man bin Basyir kepada Amirul Mu’minin Umar bin Abdul Aziz, maka Amirul Mu’minin senang dan kagum dengannya.” (HR. Ahmad no. 18406, Abu Daud Ath-Thayalisi no. 439, dan Al-Bazzar no. 2796)
Syaikh Syuaib Al-Arnauth dalam Ta’liq atas Musnad Ahmad menyatakan sanad hadits ini hasan. Adapun Syaikh Nashiruddin Al-Albani dalam Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah menyatakan hadits ini shahih.
Wallahu a’lam bish-shawab.
(muhib al majdi/arrahmah.com)