BEIJING (Arrahmah.com) – Pegawai negeri sipil (PNS) dan siswa Muslim Barat Daya Tiongkok dilarang pmemerintah Cina melaksanakan shaum (puasa) selama Ramadhan tahun ini, lapor Al Arabiya, Rabu (2/7/2014). Kebijakan tersebut merupakan represi pemerintah menyusul insiden-insiden yang dituduhkan Cina sebagai ulah kaum separatis Muslim.
Berbagai laporan yang dipublikasikan pada Rabu (2/7) oleh situs sekolah, instansi pemerintah dan organisasi partai lokal di wilayah Xinjiang mengatakan bahwa larangan itu bertujuan melindungi kesejahteraan siswa dan mencegah penggunaan sekolah dan kantor pemerintah untuk mempromosikan agama, lansir AFP.
Organisasi-organisasi politik setempat juga mengumumkan pada situsnya bahwa anggota partai resmi atheis yang berkuasa juga harus menghindari shaum.
“Tak ada guru yang dapat berpartisipasi dalam kegiatan keagamaan, menanamkan pemikiran keagamaan pada siswa atau memaksa siswa ke dalam kegiatan keagamaan,” kata sebuah pernyataan di situs No 3 Kelas Sekolah di Ruoqiang County, Xinjiang, lapor Antara, Rabu (2/7).
Pada masa lalu, larangan serupa telah diberlakukan. Kali ini larangan shaum Ramadhan dimulai sejak matahari terbenam pada Sabtu (29/6). Pelarangan shaum tahun ini luar biasa sensitif karena Xinjiang berada di bawah pengamanan ketat menyusul tuduhan pemerintah terhadap ekstremis Muslim bekerjasama dengan ikatan teroris asing telah melakukan serangan beberapa waktu terakhir.
Partai yang berkuasa pun turut menyalahkan ekstremis, yang menyerang karena menuntut kemerdekaan. Sementara anggota kelompok etnis Uighur di wilayah itu mengeluh bahwa diskriminasi dan pembatasan agama, seperti larangan untuk mengajak anak-anak ke masjidlah, yang memicu kemarahannya terhadap etnis mayoritas Han Cina yang semena-mena.
Partai yang berkuasa bahkan meningkatkan kewaspadaan terhadap kegiatan keagamaan. Mereka mencurigai itu sebagai cara para penentang pemerintah untuk mengumpulkan massa pro-Muslim.
Dilxat Raxit, juru bicara kelompok hak asasi Kongres Uighur Dunia di Jerman, menyatakan bahwa sentimen Cina kian serius, hingga pada Selasa (1/7), pihak berwenang di beberapa komunitas di Xinjiang mengadakan perayaan ulang tahun berdirinya Partai Komunis dan membagikan makanan ke rumah-rumah penduduk untuk menguji apakah warga Muslim sedang shaum atau tidak.
“Hal ini akan menyebabkan lebih banyak konflik jika Cina menggunakan langkah-langkah koersif untuk memerintah dan untuk menantang keyakinan Uighur,” tegas Dilxat Raxit dalam sebuah email.
Agama Islam dan pendidikan harus disimpan terpisah dan mahasiswa tidak harus tunduk pada pengaruh agama, menurut Partai Komunis. Namun, peraturan itu tidak diberlakukan untuk anak-anak dari China Han, yang jika mereka memiliki agama, sebagian besar Buddha, Tao atau Kristen.
“Siswa tidak seharusnya berpartisipasi dalam kegiatan keagamaan, mereka tidak boleh mempelajari kitab suci atau membaca puisi (keagamaan) dan paduan suara kelas, mereka tidak akan memakai lambang agama, dan tidak ada orang tua atau orang lain dapat memaksa siswa untuk memiliki keyakinan agama atau ikut serta dalam kegiatan keagamaan,” publikasi situs sekolah dasar di Ruoqiang County.
Secara tegas, sbuah portal berita yang dijalankan oleh pemerintah Yili di bagian utara Xinjiang mengatakan puasa merugikan kesejahteraan fisik siswa muda, yang seharusnya makan secara teratur.
Antara juga melaporkan bahwa di kota Bole, pensiunan guru dari Sekolah Menengah Wutubulage dipekerjakan kembali untuk berjaga di masjid dan mencegah siswa masuk, menurut sebuah pernyataan di situs komite partai kota.
Radio dan Televisi Universitas Bozhou yang berlokasi di Bole mengatakan di situsnya bahwa mereka mengadakan pertemuan dengan guru yang masih bekerja dan pensiunan guru minoritas pada hari pertama Ramadhan untuk mengingatkan mereka tentang larangan shaum.
Sehari sebelum Ramadhan, Biro Kehutanan di Xinjiang Zhaosu County mengadakan acara penandatanganan janji kader partai dan keluarganya untuk “tegas menolak shaum,” menurut sebuah pernyataan di situs komite partai lokal.
Pada situsnya, Biro Cuaca Moyu di daerah Hotan mengatakan bahwa karyawan Muslim, baik aktif maupun pensiunan, diminta untuk menandatangani surat perjanjian untuk tidak shaum.
AP juga melaporkan pada Rabu (2/6) bahwa Biro Komersial untuk Turpan, sebuah kota oasis di padang gurun, mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa PNS “dilarang” untuk berpuasa atau melakukan sholat berjama’ah di masjid. (adibahasan/arrahmah.com)