NEW YORK (Arrahmah.id) — Perdana Menteri Israel Yair Lapid mendukung solusi dua negara: Israel – Palestina. Selain itu dia juga menyerukan negara-negara Arab dan Islam untuk berdamai dan mengakui negaranya.
Pernyataan itu diutarakan Lapid dalam pidatonya di sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) ke-77 di New York, Kamis (22/9/2022).
“Sejarah ditentukan oleh manusia. Kita perlu memahami sejarah dan menghormatinya dan belajar dari itu, tapi juga bersedia untuk berubah. Demi memilih masa depan daripada masa lalu, memilih perdamaian dari peperangan,” kata Lapid seperti dikutip Al Jazeera (23/9).
Dalam pidatonya, Lapid juga menyatakan dukungan Israel terhadap solusi dua negara dalam menyelesaikan konflik dengan Palestina yang sudah berlangsung lebih dari setengah abad ini.
Solusi dua negara merupakan solusi penyelesaian konflik antara Israel-Palestina yang selama ini disepakati komunitas internasional. Dengan solusi ini, Palestina dan Israel masing-masing berdiri sebagai sebuah negara berdaulat dan merdeka yang hidup beriringan.
“Sebuah kesepakatan dengan Palestina, berdasarkan solusi dua negara untuk dua bangsa adalah hal yang tepat untuk keamanan Israel, untuk ekonomi Israel dan untuk masa depan anak-anak kita,” kata Lapid seperti dikutip Reuters.
Israel merebut Yerusalem Timur, Tepi Barat, dan Jalur Gaza yang merupakan wilayah Palestina saat perang 1967. Perundingan damai Israel-Palestina yang ditengahi Amerika Serikat gagal disepakati pada 2014.
Upaya untuk mencapai solusi dua negara antara Israel dan Palestina pun telah lama mandek. Palestina dan kelompok pemerhati HAM menuding Israel terus memperluas daerah pendudukannya terutama di Tepi Barat.
Perang singkat juga beberapa kali terjadi antara milisi Palestina di Jalur Gaza dan militer Israel yang memperburuk prospek perdamaian.
Duta Besar AS untuk Israel, Tom Nides, menilai pidato Lapid itu menunjukkan “keberanian” karena secara blak-blakan mendukung solusi dua negara.
Namun, seorang pejabat senior Organisasi Pembebasan Palestina, Wasel Abu Youssef, menganggap bahwa kata-kata Lapid dalam pidatonya itu “tidak berarti apa-apa” pada prospek perdamaian kedua negara. (hanoum/arrahmah.id)