TUNIS (Arrahmah.com) – Perdana Menteri Tunisia, Habib Essid akan menutup sedikitnya 80 masjid yang dituduh menghasut jemaah untuk melakukan aksi kekerasan terkait dengan peristiwa penembakan di kawasan wisata Sousse. Demikian Viva melaporkan pada Sabtu (27/6/2015).
Dalam sebuah jumpa pers di ibu kota Tunisia, Tunis, PM Tunisia Habib Essid mengklaim bahwa terdapat bebrapa masjid tertentu yang menyebarkan bisa beracun sehingga tempat-tempat ibadah itu bakal ditutup Kementerian Dalam Negeri dalam kurun sepekan.
“Sejumlah masjid terus menyebarkan propaganda dan bisa mereka untuk mempromosikan terorisme,” ujar Essid.
Namun, Essid tidak menyebut secara spesifik masjid mana yang akan ditutup dan apa saja kriteria yang dilanggar sehingga penutupan dilakukan.
Selain menutup masjid, Essid berikrar akan menindak partai-partai dan kelompok-kelompok yang beraksi di luar konstitusi. Dia tidak menepis bahwa tindakan yang bakal dilakukannya mencakup penutupan.
Terkait peristiwa penembakan di kawasan wisata Sousse, Essid mengatakan bahwa jumlah korban terbanyak berasal dari Inggris. Namun, dia tidak menyebut secara pasti jumlahnya.
Hingga saat ini, korban tewas akibat aksi penembakan di Sousse mencapai 39 orang. Sebagian besar di antara mereka ialah turis asing dari Jerman, Belgia, Irlandia, dan Inggris.
Mereka tengah berwisata di pantai pada Jumat (26/6) tatkala seorang pria bersenapan serbu Kalashnikov tiba-tiba melepaskan tembakan.
Kelompok milisi ISIS mengklaim mereka berada di balik serangan tersebut dan mengatakan pelaku yang bernama Abu Yahya Al-Qayrawani ialah anggota mereka.
Peristiwa berdarah itu berjarak tiga bulan setelah aksi penembakan serupa terjadi di Museum Bardo, Kota Tunis.
Ketika itu, sekelompok orang menembaki pengunjung museum sebanyak 23 orang, termasuk 20 wisatawan asing dari Jepang, Kolombia, Inggris dan sejumlah negara Eropa lainnya terbunuh.
Koresponden BBC di Tunisia, Rana Jawad, melaporkan masyarakat begitu terpukul atas kejadian penembakan di negara mereka.
Sayangnya, dua kekuatan politik Tunisia, yakni partai Islam Ennahda dan partai sekuler Nidaa Tounes, tidak bisa berbuat banyak untuk menggalang dukungan memerangi kekerasan.
Padahal, aksi tersebut dipandang krusial, mengingat sebagian milisi Tunisia dan milisi dari negara tetangga, Libya, baru pulang bertempur bersama kelompok ISIS di Suriah dan Irak. (adibahasan/arrahmah.com)