COPENHAGEN (Arrahmah.id) — Perdana Menteri Swedia Ulf Kristersson mengatakan bahwa telah banyak terjadi kesalahan penilaian terhadap Al Quran akibat kasus pembakaran Al Quran. Dia menilai karena kesalahan itu, maka pemerinta Swedia harus menanggung konsekuensinya.
“Kami (Negara Swedia) tidak mengeluarkan izin untuk membakar Al Quran. Namun, polisi mengeluarkan izin untuk unjuk rasa, sebuah hak yang diabadikan dalam konstitusi Swedia,” tulis PM Kristersson di Facebook, seperti dikutip The Guardian (27/7/2023).
Ia juga mengatakan Swedia tidak memiliki tradisi membakar buku hanya karena hal itu legal.
“Negara menjamin hak kebebasan berekspresi, namun tidak berdiri di belakang pesan politik apa pun,” tulisnya.
Sementara itu, Menteri Pertahanan Swedia Carl-Oskar Bohlin mengatakan bahwa Swedia saat ini menjadi target kampanye disinformasi yang didukung oleh negara dan aktor-aktor yang mirip negara dengan tujuan merusak kepentingan Swedia.
“Kita dapat melihat bagaimana aktor-aktor yang didukung Rusia memperkuat pernyataan-pernyataan yang tidak benar seperti negara Swedia berada di balik penodaan kitab suci,” urainya.
Hal senada dikatakan juga oleh Mikael Ostlund, juru bicara Badan Pertahanan Psikologis Swedia, yang menyatakan Rusia menggunakan pembakaran Al Quran sebagai kesempatan untuk mempromosikan agendanya di media.
“Jelas, salah satu ambisi Rusia adalah untuk mempersulit kami bergabung dengan NATO,” ungkapnya.
Diketahui, salinan Al Quran telah dibakar dalam beberapa demonstrasi di Swedia dan Denmark musim panas ini, menyebabkan kemarahan di kalangan umat Islam.
Denmark dan Swedia mengatakan bahwa mereka menyesalkan pembakaran Al Quran, tetapi tidak dapat mencegahnya di bawah aturan yang melindungi kebebasan berpendapat dan berekspresi.
Pada Hari Rabu, badan keamanan Swedia, SAPO, memperingatkan situasi keamanan Swedia telah memburuk, sebagai akibat dari kontroversi baru-baru ini mengenai kebebasan berpendapat dan berekspresi.
“Citra Swedia telah berubah. Kami telah berubah dari negara yang dipandang sebagai negara yang toleran menjadi negara yang anti-Muslim – begitulah cara kami dipandang… terutama oleh negara-negara Muslim di dunia,” kata Susanna Trehorning, seorang pejabat senior di SAPO, kepada lembaga penyiaran pemerintah Swedia, SVT.
“Namun, tingkat kewaspadaan keamanan Swedia belum berubah, dan saat ini berada pada level 3 dari skala 5, yang mengindikasikan “risiko tinggi”, dengan Lima adalah tingkat ancaman tertinggi. (hanoum/arrahmah.id)