ANKARA (Arrahmah.com) – Para ahli menyambut baik pernyataan Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad yang tengah berkunjung ke Turki, bahwa Turki, Malaysia dan Pakistan dapat membuka jalan ke depan untuk pembangunan dan kebangkitan dunia Islam.
“Dunia Islam membutuhkan kebangkitan,” kata Huseyin Bagci, pakar hubungan internasional di Universitas Teknik Timur Tengah di Ankara.
“Dan Perdana Menteri Mahathir membuat poin yang benar bahwa negara-negara ini setidaknya memulai proyek baru yang membuat dunia Muslim kompatibel dan kompetitif dalam ilmu-ilmu Islam, teknologi, pertahanan, dll,” kata Bagci, sebagaimana dilansir Anadolu Agency.
Perdana menteri Malaysia tiba di ibu kota Turki, Ankara, pada Rabu (24/7/2019) malam untuk memulai kunjungan resminya selama empat hari.
Pernyataan Mahathir tersebut menguatkan kata-kata Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan bahwa solidaritas antara Turki, Malaysia dan Pakistan “diperlukan untuk persatuan dunia Islam”, Mahathir mengatakan kepada wartawan pada konferensi pers yang digelar pada Kamis (26/7) bahwa penting untuk membebaskan umat Islam dari penjajahan negara lain.
“Itulah sebabnya saya mengusulkan agar tiga negara Muslim harus bekerja sama. Setidaknya Turki, Malaysia, dan Pakistan ini. Sehingga kita dapat berbicara dengan suara yang lebih keras dalam banyak bidang; pertahanan, misalnya,” kata Perdana Menteri Malaysia.
Bagci setuju bahwa ketiga negara memiliki nilai-nilai bersama dalam demokrasi, hak asasi manusia, dan kebebasan pers. Dia mencatat bahwa Turki, Malaysia dan Pakistan lebih menonjol dari pada dunia Arab.
“Sangat menarik bahwa mengapa Perdana Menteri Mahathir tidak menyebutkan negara Arab mana pun,” kata Bagci, merujuk pada catatan buruk mereka dalam menegakkan hak asasi manusia.
Khususnya Turki, Pakistan dan Malaysia adalah di antara para pendiri kelompok D-8, yang diikuti oleh negara mayoritas Muslim, yang berupaya membangun hubungan strategis, meningkatkan perdagangan, dan lebih banyak kerja sama di antara para anggotanya. Namun, kelompok tersebut belum menyadari potensinya.
Menanggapi kegagalan D-8, Bagci menyalahkan “terlalu banyak perpecahan, korupsi dan stagnasi di dunia Islam”.
“Mekanisme baru yang disarankan Mahathir dapat menyatukan anggota D-8, bahkan Afghanistan dan negara-negara Asia Tengah lainnya,” katanya.
Profesor Sami A. Al-Arian, direktur Pusat Islam dan Urusan Global yang berbasis di Istanbul, menggambarkan kunjungan yang sedang berlangsung itu sebagai “kunjungan bersejarah”.
“Kunjungan Perdana Menteri Mahathir ke Turki untuk bertemu Presiden Erdogan ini bersejarah, karena kedua pemimpin ini berulang kali dipilih secara demokratis oleh rakyat mereka,” kata Al-Arian.
Dia mengatakan bahwa para pemimpin ini telah menunjukkan “stabilitas politik dan dinamika ekonomi” di negara yang mereka pimpin selama bertahun-tahun.
Menurut Al-Arian, kunjungan Mahathir terjadi pada saat tantangan ekonomi dan politik yang dihadapi oleh kedua pemerintah “sangat besar mengingat ketidakpastian ekonomi global serta pergeseran geopolitik melintasi Timur Tengah karena perang perdagangan AS dengan Cina, dan masalah regional lainnya ”.
“Sanksi AS terhadap Iran dan ketegangan terbaru dengan Turki sehubungan dengan sistem pertahanan udara S-400, telah memunculkan kekuatan-kekuatan regional lainnya, seperti Turki dan Malaysia, yang semakin merestrukturisasi hubungan mereka untuk berdiri tegak menghadapi tekanan ekonomi dan keamanan,” tambahnya. (rafa/arrahmah.com)