KABUL (Arrahmah.id) – Perdana Menteri Imarah Islam Afghanistan (IIA), Mawlawi Abdul Kabir, mengatakan bahwa ia menganggap pemerintah saat ini inklusif, namun ia juga mengatakan bahwa tidak ada tempat dalam pemerintahan ini bagi beberapa tokoh dari pemerintahan sebelumnya yang tidak diinginkan oleh negara dan tidak dapat diterima oleh masyarakat internasional.
Berbicara pada sebuah pertemuan para pemimpin Imarah Islam dan para tetua suku, Mawlawi Abdul Kabir mengatakan bahwa memiliki hubungan yang baik antara Afghanistan dan dunia sangat penting dan pemerintah saat ini ingin memiliki hubungan dengan semua negara di dunia.
“Mereka tidak dapat diterima oleh rakyat kami atau kami jika mereka datang ke sini dan bergabung dengan pemerintah kami. Mereka tidak dapat ditoleransi bahkan oleh dunia. Dengan adanya mereka, pemerintah tidak dapat menjadi inklusif, tetapi justru mengarah pada korupsi,” ujarnya seperti dilaporkan Tolo News (26/5/2023).
“Ada perubahan positif yang terjadi di dunia. Imarah Islam menginginkan hubungan yang positif dan saling menghormati dengan semua negara di kawasan ini dan di seluruh dunia berdasarkan Syariah Islam. Jika dunia tidak menimbulkan masalah bagi kami, kami tidak akan menimbulkan masalah bagi dunia,” lanjut Mawlawi Abdul Kabir.
Sebuah pertemuan antara para tetua suku, ahli agama, akademisi, dan dokter, bersama dengan beberapa pejabat IIA, berlangsung pada Kamis (25/5) di Istana Sepidar Kabul.
Amir Khan Muttaqi, Menteri Luar Negeri, mengatakan dalam pertemuan tersebut bahwa meskipun hubungan pemerintahan sebelumnya dengan negara-negara seperti Pakistan, Iran, dan negara-negara Asia Tengah sangat buruk, namun hubungan tersebut telah membaik sejak IIA berkuasa.
“Persepsi publik adalah bahwa Afghanistan tidak diakui; tetapi saya tidak menyamakan pemerintahan yang tidak diakui saat ini dengan para pejabat pemerintahan sebelumnya. Pemerintahan sebelumnya berselisih dengan Pakistan, Iran, dan negara-negara Asia Tengah, menyebabkan penutupan jalan selama berbulan-bulan dan perubahan harga, tetapi selama tahun lalu, hubungan antara negara kami dan enam negara tetangga ini positif,” kata Muttaqi.
“Setelah itu, kita harus melindungi negara ini dari kepercayaan bahwa orang asing akan kembali menguasai negara ini. Kita harus berusaha untuk tidak meninggalkan generasi mendatang dengan pemikiran-pemikiran yang keras sebagai warisan,” ujar Anas Haqqani, seorang anggota terkemuka IIA.
Beberapa peserta pertemuan meminta Imarah Islam untuk membuka sekolah untuk perempuan sesegera mungkin dan memberikan kesempatan kerja bagi kaum muda.
Beberapa perwakilan Imarah Islam dalam diskusi tersebut menekankan dukungan mereka terhadap kritik yang konstruktif. (haninmazaya/arrahmah.id)