PRAHA (Arrahmah.com) – Dalam wawancara dengan Financial Times, Perdana Menteri Ceko Andrej Babis bersikap kritis terhadap upaya UE untuk mendirikan pusat-pusat khusus di dalam blok untuk memproses permohonan suaka dan mencoba menyelesaikan krisis migrasi, kutip Sputnik pada Kamis (19/7/2018).
Uni Eropa perlu direformasi, kata Babis.
“Tidak ada lagi aturan yang tidak masuk akal. Perundang-undangan harus cerdas dan lebih baik. Pengaturan yang berlebihan akan membunuh inovasi dan bisnis,” Babis menggarisbawahi.
Pada saat yang sama, ia menegaskan bahwa ia tetap “pro-Eropa” dan bahwa ia menentang desakan partai-partai oposisi Ceko untuk referendum mengenai keanggotaan UE di negara itu.
Secara terpisah, Babis mengecam rencana Uni Eropa untuk menyelesaikan krisis migrasi, yang secara khusus menetapkan menciptakan “platform disembarkasi” di tempat lain untuk menerima migran yang diselamatkan di Mediterania.
“Kami tidak dapat menerima semua migran dari planet bumi ini. Jika Anda memiliki pusat di dalam Eropa, lalu siapa yang akan memutuskan ke mana orang-orang ini akan pergi? Siapa yang akan memberi mereka suaka?” lanjutnya.
Babis bersikeras bahwa Uni Eropa seharusnya bergulat untuk mengamankan perbatasannya dan memberikan bantuan ke negara-negara yang memproduksi pengungsi.
“Kami harus membuat kesepakatan, seperti dengan Turki, dengan negara-negara Afrika Utara, seperti Libya dan Tunisia, dan kemudian kami harus membantu orang-orang ini di negara mereka masing-masing, seperti di Suriah, Nigeria atau lainnya. Ini harus menjadi cara untuk memecahkan masalah ini,” Babis menekankan.
Wawancara itu terjadi beberapa minggu setelah anggota Parlemen Eropa (MEP) mengecam keras pertemuan puncak terbaru Dewan Eropa karena kegagalannya menyepakati reformasi substansial untuk mengatasi krisis imigrasi yang berkembang di Eropa.
Para anggota parlemen juga menyerukan untuk memulai pembicaraan tentang reformasi Peraturan Dublin tentang penerimaan pengungsi dan imigran dan relokasi mereka berikutnya dalam blok, karena banyak negara anggota telah gagal mematuhi kesepakatan.
Sebelumnya, KTT Dewan Eropa menyepakati beberapa aspek kebijakan imigrasi Uni Eropa, termasuk pembentukan “platform disembarkasi regional yang bekerjasama erat dengan negara-negara ketiga yang terkait” dan pusat-pusat pengawasan di negara-negara anggota UE.
Pemukiman kembali atau relokasi migran di seluruh blok diharapkan dilakukan secara sukarela di tengah kurangnya konsensus.
Uni Eropa telah mengalami krisis imigrasi berskala besar sejak 2015 karena masuknya ribuan imigran dan pengungsi yang melarikan diri dari krisis di negara asal mereka di Timur Tengah dan Afrika Utara. (Althaf/arrahmah.com)