Oleh : Henny Ummu Ghiyas Faris
(Arrahmah.com) – Pada Ahad, 21 Februari 2016 pemerintah mulai menguji coba penerapan kantong plastik berbayar di ritel modern. Uji coba tersebut serempak dilakukan di 17 kota seluruh Indonesia, termasuk DKI Jakarta. Uji coba kantong plastik berbayar dalam rangka Hari Peduli Sampah Nasional 2016. Saat berbelanja, konsumen akan dikenakan pembayaran sebesar Rp 200 per kantong plastik.
Dikutip dari liputan6.com, 21/02/2016 Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy N Mande mengungkapkan para pelaku usaha ritel sangat mendukung ujicoba penggunaan kantong plastik berbayar ini hingga Juni 2016. Ia menyebut, jumlah ritel modern di Indonesia mencapai 35 ribu ritel.
Namun, sayangnya, tidak semua pembeli mengetahui dan menerima uji coba kantong plastik berbayar ini. Bahkan pembeli memprotes, karena nilai Rp 200 itu dibebankan kepada pembeli. Seperti yang terjadi di Makasar pembeli mengungkapkan jika memang ingin menerapkan program itu, seharusnya pemerintah menghentikan saja produksi atau pembuatan kantong plastik tersebut. Nilai 200 rupiah tidak seberapa, tapi bagaimana Jika ada pembeli dengan uang pas untuk membayar ataukah si kasir tidak memiliki uang recehan kembalian, dan ini bisa menjadi ribet.
Berbagai kalangan menilai Kebijakan pemerintah yang akan menerapkan kebijakan kantong plastik berbayar diminta bisa memenuhi aspek keadilan bagi masyarakat. Diharapkan jika kebijakan tersebut berlaku, maka dana yang dikeluarkan oleh masyarakat itu sebaiknya menjadi sumber pendapatan negara, bukan menjadi penerimaan kepada para perital plastik. Namun, jika meninjau kepada UU No.18/2008 pasal 3 tertulis secara jelas dalam pengelolaan sampah itu diselenggarakan atas tanggungjawab, asas berkelanjutan, asas manfaat, asas keadilan, asas kesadaran, asas kebersamaan dan asas nilai ekonomi. Terkait dengan asas keadilan, ada kalangan yang mempertanyakan apakah kebijakan tersebut akan menjadi adil ketika memaksakan masyarakat harus membayar? Harapan mereka tentunya jangan sampai kebijakan itu justru memberatkan masyarakat yang sekarang sedang dililit persoalan lemahnya ekonomi nasional. Jadi, jangan sampai kebijakan ini justru ditunggangi oleh kepentingan kelompok pengusaha.
Belanja dengan plastik berbayar memang diharapkan mengurangi penggunaan plastik, tapi bukan menjadi solusi tuntas menyelesaikan masalah lingkungan. Tanpa edukasi masif perlunya pengurangan konsumsi plastik maka masyarakat tidak akan terdidik untuk punya kesadaran terhadap lingkungan.
Alih-alih menyelesaikan masalah, kebijakan ini terasa membebani rakyat daripada mengurangi limbah plastik. Dan berpotensi justru menguntungkan produsen plastik, agen-agennya dan perusahaan retail (minimarket) yang menerima pembayaran dari penjualan plastik. Dalam hal pengelolaan lingkungan hidup, kita perlu kebijakan Pemerintah yang benar-benar bijak. Kebijakan, ketegasan, dan komitmen Pemerintah yang komprehensif, tidak setengah hati dan tidak melulu membebani konsumen tanpa menganalisa akar masalahnya. Kenapa kebijakan ini tidak menyentuh produsen/pabrik plastik? Produksi plastik jalan terus.
Inilah sistem kapitalis yang memanjakan para pebisnis, ujungnya konsumen/rakyat yang dipaksa dengan berbagai dalih untuk selalu taat aturan, mematuhi kebijakan, yang sejatinya mencekik konsumen. Masyarakat yang pragmatis akan memilih membeli plastik daripada membawa kantong/tas dari rumah, begitupun dengan kalangan menengah. Yang akan membawa kantong plastik dari rumah adalah orang-orang yang tidak mampu. Jika demikian, apakah solusi plastik berbayar ini akan memberikan efek bagi pengurangan limbah, jika sampah plastik tetap menggunung?
Jika negeri ini bersungguh-sungguh ingin menyelesaikan permasalahan ini, negara harus memberikan kesadaran/edukasi kepada publik untuk menjaga lingkungan dengan kebijakan menjamin lingkungan yang sehat. Jika rakyat/konsumen diberikan kebijakan, begitu pun dengan produsen/pabrik plastik diberikan kebijakan berupa aturan plastik yang diproduksinya harus mudah terurai dan dan ramah lingkungan.
Bila kebijakan ini lebih menyentuh kepada plastik berbayar saja, maka kebijakan ini menjadi sarat dengan berbagai kepentingan yang ujung-ujungnya adalah meraup keuntungan. Nah karakter ini hanya dimiliki oleh kapitalis untuk mengumpulkan pundi-pundi dari dompet rakyat dan memeras rakyat.
(*/arrahmah.com)