JAKARTA (Arrahmah.com) – Anggota DPR RI dari Fraksi PKS, Fahmy Alaydroes menolak rencana Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim yang akan menyiapkan pengadaan laptop dan alat-alat TIK lainnya hingga 2024 dengan anggaran Rp 17,42 triliun. Itu merupakan realisasi program Digitalisasi Sekolah.
“Maksud dan tujuannya baik, hanya saja sejauh mana realisasi program ini efektif dan dapat meningkatkan peningkatan dan pemerataan mutu sekolah-sekolah kita,” tegas Anggota Komisi X DPR RI itu dalam keterangan tulis, Jumat (30/7/2021), lansir Liputan6.
Fahmy menguraikan, kebijakan pengadaan laptop dan alat TIK lainnya kepada guru dan sekolah dengan anggaran yang lumayan besar, mesti dikawal dengan saksama. Serta diiringi dengan program-program pendamping yang mendukungnya.
“Jangan sampai pengadaan perlengkapan penunjang pembelajaran berbasis teknologi digital itu menjadi kurang efektif, bahkan sia-sia. Anggaran negara yang sangat besar harus dipastikan memberi manfaat yang optimal bagi kepentingan rakyat,” tegas Fahmy.
Kekhawatiran ini bukan tanpa alasan, ia menilai pengaplikasian teknologi digital berbasis internet masih banyak kendala. Pertama, infrastruktur jaringan internet masih belum merata, banyak daerah yang belum terjangkau jaringan internet (blank spot) ataupun tidak stabil (lemot).
Ia juga menjeaskan, kondisi geografis Indonesia yang sangat luas dan terdiri dari kepulauan menjadi tantangan karena kesulitan membangun fasilitas jaringan di daerah-daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T).
Sebagai catatan, Kemkominfo melaporkan ada sekitar 9.113 daerah yang tidak tercakup jaringan 4G, dan 3.435 daerah non 3T yang juga tidak ter-cover jaringan ini.
“Jika ditotal, ada sekitar 12.548 daerah blankspot di Indonesia. Tentu saja akibatnya pembelajaran daring tidak dapat berjalan efektif, dan sering terhambat,” ujarnya.
Kemampuan guru dan sekolah dalam menggunakan dan mengembangkan sumber daya dan tata kelola teknologi digital juga masih belum merata.
Menurut Fahmy, masih banyak guru-guru yang memerlukan pelatihan peningkatan kemampuan mendayagunakan perangkat TIK untuk pembelajaran.
“Bila merujuk kepada kerangka kerja UNESCO, ada enam dimensi kompetensi TIK guru yang mesti dikuasai yaitu: – Pemahaman tentang kebijakan pemerintah terkait aturan penggunaan TIK dalam pendidikan, Pemanfaatan TIK dalam penelaahan kurikulum dan penilaian, Penggunaan TIK pada aspek Pedagogik, Penguasaan terhadap peralatan dan bahan-bahan TIK, Pemahaman tentang etika penggunaan TIK dalam manajemen organisasi dan administrasi, dan Penggunaan TIK dalam meningkatkan profesionalisme guru,” paparnya.
Akibatnya, kata Fahmy, pembelajaran daring menjadi kurang berkembang, membosankan dan meningkatkan beban.
Ketiga, pembiayaan pembelajaran daring bagi sebagian besar orang tua siswa sangat membebani.
“Mesti ada tambahan biaya pulsa agar putera atau puteri mereka dapat mengikuti pembelajaran daring yang diselenggarakan oleh sekolah. Dengan kondisi ekonomi yang semakin menekan, tentu saja mengeluarkan biaya untuk membeli pulsa menjadi beban tersendiri. Akibatnya, banyak siswa yang akhirnya tidak dapat mengikuti pembelajaran daring secara konsisten, bahkan memaksa sebagian siswa putus sekolah,” kata Fahmy.
Selain memberikan pelatihan TIK kepada para guru, Fahmy menyarankan Nadiem supaya bekerja sama dengan dinas-dinas Pendidikan di provinsi atau kota/kabupaten untuk memastikan penyalurannya sesuai dengan aturan, dan kemudian dapat digunakan sebaik-baiknya untuk memajukan mutu pembelajaran.
“Dan, yang juga mesti diawasi bersama oleh kita adalah, jangan sampai proses pengadaan Laptop dan Alat TIK lainnya ini, dengan anggaran biaya yang super jumbo ini dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu yang hendak memburu dana APBN untuk kepentingan dan keuntungan pribadi, waspadalah,” pungkasnya.
(ameera/arrahmah.com)