JAKARTA (Arrahmah.com) – Juru Bicara Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Ahmad Fathul Bari menyebut wacana perpanjangan periode masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden RI lewat amandemen UUD Negara Republik Indonesia 1945 sebagai kemunduran demokrasi.
“PKS sebagai partai yang lahir dari rahim reformasi tentu kita sangat menolak hal itu dimasukan kedalam konstitusi dan menjadi perubahan dalam amandemen. Jika itu terjadi, kita malah menjadi setback ke masa sebelum reformasi, ada kemunduran demokrasi,” ungkap Bari di Kantor DPP PKS, kawasan Jakarta Selatan, Jum’at (29/11/2019).
Menurut Fathul Bari, sikap penolakan PKS terhadap periodisasi masa jabatan Presiden dan Wakil seiring dengan sikap penolakan PKS terhadap wacana amandemen Konstitusi.
“Sesuai dengan yang disampaikan oleh Presiden PKS kemarin dalam Konpres, bahwa kami tegas untuk saat ini menolak amandemen konstitusi walaupun wacana ini digulirkan harus berdasarkan kehendak rakyat,” ujarnya.
Menurut Bari, saat ini belum ada hal-hal yang sangat mendesak sehingga harus dilakukan amandemen.
“Apalagi isu yang membuka tentang amandemen itu tentang GBHN, padahal itu sudah terakomodir dalam RPJP,” pungkasnya.
Sebelumnya, dalam rencana amandemen terbatas UUD 1945 terungkap berbagai pendapat terkait perubahan masa jabatan presiden.
Ada yang mengusulkan masa jabatan Presiden menjadi delapan tahun dalam satu periode. Ada pula yang mengusulkan masa jabatan Presiden menjadi empat tahun dan bisa dipilih sebanyak tiga kali.
Usul lainnya, masa jabatan Presiden menjadi lima tahun dan dapat dipilih kembali sebanyak tiga kali.
(ameera/arrahmah.com)