JAKARTA (Arrahmah.com) – Partai Keadilan Sejahtera (PKS) meminta pemerintah AS untuk mempelopori dialog intensif antara Islam dengan Barat sebagai upaya menciptakan kehidupan dunia yang aman, damai dan sejahtera.
Hal itu disampaikan sekretaris Fraksi PKS DPR RI KH. Abdul Hakim untuk memecahkan ketegangan antara dunia Barat dan Islam pasca penayangan film “Innocence of Muslims” yang menuai protes keras dari umat Islam di dunia.
“Film “Innocence of Muslims” adalah film bertema SARA yang dibuat untuk kesekian kalinya oleh oknum-oknum di masyarakat Barat yang anti-demokrasi. Sebagai kampiun demokrasi, kami berharap pemerintah AS bisa menjadi pelopor untuk membangun dialog antara Islam dan Barat agar tumbuh rasa saling pengertian antar bangsa yang berbeda suku, ras dan agama,” kata Hakim dalam siaran pers yang diterima Tribunnews.com, Senin(24/9) seperti dilansir tribun.
Hakim juga meminta pemerintah AS dapat mempelopori pencegahan munculnya produk seni dan budaya yang dapat mengganggu stabilitas keamanan dunia melalui pelecehan agama sebagai pemicu konflik. Demokrasi dan kebebasan berekspresi, kata Hakim, harus didorong ke arah kehidupan dunia yang positif.
“Penistaan terhadap suatu keyakinan agama adalah bertentangan dengan prinsip demokrasi dan merupakan sebuah kejahatan terhadap HAM. Dan sebagai negara yang dibangun dengan dasar demokrasi, pemerintah AS seharusnya tidak melindungi oknum pelaku penistaan agama,” kata Hakim.
Seperti diketahui, jauh sebelum ini telah diproduksi sejumlah film, novel dan kartun di sejumlah negara Eropa bertema sejenis yang juga memicu protes dari Umat Islam. Namun, lagi-lagi atas nama prinsip kebebasan dan demokrasi pemerintah di negara-negara Barat seperti tak berdaya, dan bahkan cenderung melindungi oknum pelaku penistaan agama tersebut. Inilah yang membuat praktik itu terus berulang.
Dalam kesempatan yang sama, Hakim mendukung langkah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang akan mengusulkan protokol internasional antipenistaan agama dalam sidang majelis umum PBB di Amerika Serikat.
“Kini kita hidup di era globalisasi yang telah memutus sekat-sekat teritorial antar-bangsa. Dan tak ada bangsa yang dapat hidup sendiri. Setiap bangsa membutuhkan bangsa lain untuk saling menopang dan bersama-sama melawan segala macam ancaman yang bersifat global. Disinilah pentingnya rasa saling pengertian antar-bangsa yang berbeda suku, ras dan agama,” katanya.
Protokol internasional antipenistaan agama lanjut Hakim dibutuhkan guna mengantisipasi perkembangan negatif belakangan ini akibat munculnya aksi-aksi penistaan agama yang dapat mengakibatkan konflik dan ketegangan antar pemeluk agama bahkan antar peradaban. (bilal/arrahmah.com)