JAKARTA (Arrahmah.id) – Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi PKS, Mulyanto mengatakan tidak tercantumnya nama Habibie dalam lini masa perkembangan riset dan teknologi di Gedung Kantor Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) merupakan indikasi nyata adanya dehabibienisasi yang terstruktur, sistematis dan masif.
Bila sebelumnya dehabibienisasi itu bersifat kelembagaan namun dengan penghilangan secara sengaja nama Habibie dari lini masa perkembangan iptek nasional, dugaan itu menjadi terkonfirmasi.
Mulyanto tidak asal bicara. Ia mencatat ada sejumlah upaya dehabibienisasi atau menghapuskan warisan yang ditinggalkan Presiden ketiga RI BJ Habibie utamanya melalui perombakan kelembagaan riset dan teknologi.
“Saya mencatat akhir bulan lalu telah ditutup lembaga riset antariksa dan penerbangan di Pasuruan, Jawa Timur. Sebelumnya telah dibubarkan Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek), Dewan Riset Nasional (DRN), Badan Pengkajian Penerapan Teknologi (BPPT), LIPI, BATAN dan LAPAN,” ujar anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto dalam keterangannya, Senin (06/02).
“Kita menyaksikan porak-porandanya BPPT dan hasil-hasil rekayasanya baik tsunami early warning system, puna male, dan lainnya. Sebelumnya juga telah dihapus Badan Pengelola Industri Strategis (BPIS), Dewan Standardisasi Nasional (DSN) serta dimuseumkannya pesawat terbang karya anak bangsa N-250 Si Gatot Kaca,” imbuhnya.
Mulyanto menegaskan, negara tidak bisa begitu saja menghilangkan jejak pengembangan iptek yang sudah dibangun susah payah oleh begawan teknologi BJ Habibie.
Kata dia, bangsa Indonesia harus mengakui bahwa Habibie berhasil membangun struktur pembangunan teknologi Iptek (techno-structure) yang kokoh dan bermanfaat di Indonesia.
“Pak Habibie berhasil membangun human-ware (SDM), technoware (peralatan), orgaware (kelembagaan) maupun infoware (jaringan) yang berujung pada beroperasinya Badan Usaha Milik Negara Industri Strategis (BUMNIS),” terangnya.
BUMNIS, sambung legislator PKS ini, merupakan wahana anak bangsa memproduksi peralatan Hankam dan sipil canggih mulai dari pesawat terbang, kapal, tank, senjata, peledak, industri berat sampai elektronik.
“Pada posisi tertentu, bisa dibilang, BUMNIS sangat berperan membangun kekuatan pertahanan dan keamanan nasional,” katanya.
Menurutnya, ide pengembangan iptek Habibie sangat visioner. Ia ingin membangun kedaulatan dan kemandirian bangsa di berbagai bidang, agar Indonesia tidak tergantung dan didikte oleh pihak asing.
Apalagi, Indonesia adalah negara kepulauan yang membutuhkan infrastruktur transportasi antar pulau dalam rangka membangun persatuan dan kesatuan bangsa.
“Jauh-jauh hari Habibie sudah mengibarkan upaya membangun keunggulan bersaing (competitive advantage) bangsa ini di samping terus mendayagunakan keunggulan SDA yang ada (comparative advantage),” ujarnya.
“Ketimbang terlena pada kelimpahan SDA yang suatu saat akan habis dan kita terperangkap pada ‘kutukan SDA, beliau meletakan dasar bagi ekonomi berbasis Iptek (knowledge based economy). Tujuannya agar kita menjadi negara yang digerakkan oleh inovasi (innovation driven country),” imbuh Mulyanto.
Pada hari ini, kata Mulyanto, pemandangan yang nampak adalah SDM dan peralatan teknologi yang makin menua serta kelembagaan iptek yang satu demi satu berguguran. Berbagai proyek nasional Iptek dihentikan.
“Ini semua harus menjadi bahan renungan kita bersama dalam rangka membangun bangsa yang berdaulat, bangsa inovasi (innovation nation) ke depan,” pungkasnya.
(ameera/arrahmah.id)