JAKARTA (Arrahmah.com) – Ketua Fraksi Kebangkitan Bangsa, Effendy Choirie, mengatakan Indonesia sebenarnya membutuhkan UU tentang Rahasia Negara karena negara ini merupakan satu-satunya wilayah yang tidak mempunyai UU itu.
“Sementara negara-negara tentangga seperti Singapura, Malaysia, Papua Nugini, itu punya semua,” kata Effendy di DPR, Selasa (15/9).
Effendy menambahkan adanya UU Rahasia Negara bukan berarti semua informasi tertutup bagi publik.
Informasi, katanya, tetap terbuka kepada publik, tetapi informasi yang khusus akan dilindungi.
Yang masuk kategori rahasia negara ialah bila suatu informasi ketika dibuka ke publik dapat mengancam kedaulatan.
“Kalau pemerintah takut terhadap kelompok-kelompok sipil tertentu, mereka ini hanya mewakili segelintir orang, kami pun yang membahas di DPR termasuk kelompok sipil,” katanya.
Kendati demikian, Effendy tetap menghargai semua lapisan masyarakat yang tidak menyepakati RUU Rahasia Negara segera disahkan.
Tetapi, Effendy menilai kekhawatiran mereka berlebihan. Yang mereka khawatirkan ialah kelak setelah terbit UU Rahasia Negara, pemerintahan akan otoriter dan tertutup.
Padahal, menurut Effendy tidak demikian. Sebab Indonesia sekarang ini sudah melangkah jauh menuju ke negara terbuka.
Terkait dengan penilaian pemerintah yang mengatakan DPR lah yang ngotot untuk menyelesaikan RUU Rahasia Negara, Effendy menyatakan itu tidak benar karena justru sebaliknya. “Pemerintah yang ngotot.”
Akan tetapi DPR tidak mempermasalahkan itu, toh, pembahasan RUU itu merupakan kesepakatan antara pemerintah dan DPR.
Sebelumnya, Ketua Fraksi Demokrat DPR, Sjarief Hassan, meminta RUU Rahasia Negara dilakukan pengkajian secara mendalam dan komprehensif sebelum diundangkan.
“Kami hanya ingin mendengar secara komplit masukan dari rakyat karena RUU ini dibahas untuk kepentingan mereka,” kata Sjarief, sebelum sidang paripurna DPR, Selasa (15/9).
Aspirasi masyarakat yang masuk ke DPR diharapkan menjadi bahan pengkajian dan pendalaman para wakil rakyat sehingga kelak ketika diundangkan akan menyentuh semua kepentingan.
Sjarief mengharapkan pengesahan RUU itu tidak dipaksakan. Jika DPR periode ini tidak dapat menuntaskannya, sebaiknya porsi itu diberikan ke wakil rakyat periode 2009-2014.
Anggota dewan yang akan datang tinggal mensinkronsisasi dan tidak tidak perlu mengubah RUU dari awal.
“Sebaiknya melengkapi apa yang belum lengkap dan belum mengakomodir kepentingan rakyat,” kata dia.
Adapun poin keberatan Fraksi Demokrat pada RUU Rahasia Negara, di antaranya, menyangkut terminologi, dan denfinisi rahasia negara. Fraksi ini tidak menginginkan kelak hak publik hilang karena terminiologinya yang bias sehingga itidak bisa diakes masyarakat.
“Contoh konkritnya soal APBD. Sebenarnya informasi mengenai APBD ini kan miliki publik, tapi kalau definisinya bias, bisa-bisa APBD tidak bisa diakses masyarakat.”
Sementara itu, Andreas Pariera anggota Fraksi PDIP, fraksinya tidak memang sejak awal tidak ngotot untuk menyelesaikan RUU ini.(okz/arrahmah.com)