JAKARTA (Arrahmah.com) – Menegakkan syiar Islam menurut novelis Islam, itu dituntut untuk menggunakan fasilitator budaya pula. Tidak hanya menggunakan karya-karya ilmiyah non fiksi.
“Perlawanan terhadap liberalisme tidak melulu menggunakan tulisan-tulisan non fiksi. Kadang-kadang kita perlu menggunakan cerpen, novel, dan puisi untuk menegakkan Islam atau khususnya melawan liberalisme” kata Muhammad Pizaro disela-sela Workshop Menegakkan syi’ar Islam melalui tulisan, di AQL Islamic center, Tebet Utara, Jakarta, Sabtu (8/7).
Lanjutnya, Pasca reformasi 2001 ini geliat novel-novel libelarisme seperti Saman oleh Ayu Utami dan Perempuan berkalung Sorban oleh Abidah El Khaliqy yang jelas-jelas menyudutkan islam dan pesantren cenderung massif untuk itu perlu dilakukan pencegahan dengan karya tulis sejenis.
“Maka itu kita dituntut mengcounter dengan non fiksi, seperti ada novel ‘Kemi’ karya Ustadz Adian Husaini yang melawan liberalisme,” ungkap Jurnalis Hidayatullah ini.
Dia pun juga melibatkan diri dalam aktifitas menulis fiksi ilmiyah untuk menyiarkan Islam dan melawan liberalisme. “Sekarang Saya juga membuat novel ‘Brain Charger’ yang memakai setting kampus Islam ternama yang akrab dengan liberalisme,” jelas Pizaro
Dalam novelnya, ia menceritakan bagaimana orang liberal itu walaupun cerdas tapi tidak bahagia. Orang Islam itu menurut Pizaro, tidak hanya perlu berilmu tapi juga beriman. Karena ilmu tanpa dilandasi dengan iman orang akan tersesat.
“Dan banyak terjadi pada ilmuwan barat Seperti, Frederich Nietsche seorang filosof tetapi dia gila dan Sigmund Frued seorang psikolog yang mengalami neurosis,”tutrnya.
Ia berpandangan menulis itu dapat dilakukan oleh siapapun, baik oleh pemula ataupun yang sudah ahli. Karena menulis itu bukan sebuah bakat, akan tetapi hasil dari latihan. ” Saya dulu juga pertama kali menulis tidak pernah melalui training tetapi langsung menulis dari sana nanti banyak masukan-masukan,”kenang Pizaro.
Pizaro menilai aktifitas berdakwah melalui tulisan mempunyai efektifitas dan pengaruh yang sangat kuat, Ia mengutip perkataan Sayyid Qutbh itu sebelum dihukum mati yang menjelaskan betapa kuatnya perngaruh tulisan dalam dakwah. “Satu peluru yang menembus kepalanya mugkin hanya akan menghancurkan satu orang. Tapi tulisan yang ia buat, mampu menembus kepala puluhan orang, ratusan orang, bahkan jutaan orang,” ungkapnya meniru perkataan Sayyid Qutbh.
Begitupula menurutnya jika diandaikan orasi yang dilakukan aktifis pada sebuah demonstrasi, mungkin hanya akan didengar oleh ratusan orang. Tapi jika aspirasi tersebut terwujud dalam tulisan di internet maka yang akan membaca bisa mencapai ratusan dan ribuan orang.
“Oleh karena itu, da’i dituntut bukan hanya pandai dalam ceramah tetapi juga harus pandai menulis,”tutup Pizaro. (bilal/arrahmah.com)