Oleh Reni Rosmawati
Pegiat Literasi Islam kafah
Entah apa yang ada di benak para punggawa negeri ini, yang tak hentinya mengeluarkan pernyataan tidak masuk akal atas persoalan yang terjadi. Di antaranya adalah pernyataan dari seorang pejabat negara yang mengatakan bahwa pendidikan tinggi merupakan kebutuhan tersier, lalu pejabat lain menyatakan pembayaran kuliah dengan pinjol (pinjaman online) merupakan inovasi.
Dilansir oleh Tirto.id (3/7/2024), Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Muhadjir Effendy mengeluarkan pernyataan ihwal melakukan pinjaman online (pinjol) melalui perusahaan P2P lending (layanan pinjam meminjam uang) di lingkungan akademik adalah bentuk inovasi teknologi. Menurut Muhadjir, segala bentuk yang dapat membantu kesulitan mahasiswa harus didukung termasuk pinjol. Meskipun pinjol bermakna negatif, tetapi pinjol lahir akibat kita mengadopsi teknologi digital. Pinjol adalah peluang bagus, tetapi sering disalahgunakan.
Pinjol Haram kok Didukung?
Realitas pinjol dipandang inovasi di dunia pendidikan, sejatinya menegaskan bahwa polemik UKT belum usai. Menurut KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha), pinjol untuk bayar UKT dapat menjadi salah satu solusi meningkatkan rasio jumlah lulusan S2 dan S3 di Indonesia, bagi penduduk produktif yang dulu sempat menjadi keluhan Jokowi. (KumparanBISNIS, 20/2/2024)
Sayangnya, jika kegiatan ini dilegalkan dengan dalih tersebut, maka akan berbahaya bagi generasi maupun masyarakat Indonesia. Membayar UKT dengan pinjol hanyalah menghantarkan pada disorientasi pendidikan. Para mahasiswa tidak akan memiliki taraf berpikir yang tinggi sehingga harapan Indonesia emas tahun 2045 pun hanyalah utopis.
Sebab, ketika sudah terjerat pinjol, maka para mahasiswa tidak akan fokus belajar, sibuk mencari uang untuk membayar cicilan. Begitu pun dengan para orang tua, di tengah kondisi pelik akibat himpitan ekonomi dan maraknya PHK massal, mereka akan semakin terbebani karena harus memutar otak agar bisa melunasi angsuran. Yang akhirnya akan menjadikan semakin maraknya kebodohan dan angka kemiskinan di negeri ini. Apalagi sumber biaya pendidikan didapat dari uang haram pinjol, yang tentunya tidak akan menciptakan keberkahan. Bahkan, mirisnya betapa banyak kasus bunuh diri diakibatkan oleh pinjol.
Semestinya, ada langkah lain yang ditempuh pemerintah untuk mengatasi masalah UKT di kalangan mahasiswa. Seperti memberikan keringanan bagi mahasiswa dalam membayar UKT, bahkan seharusnya menggratiskannya. Karena pendidikan merupakan hak dan kebutuhan asasi rakyat. Bukan malah mengeluarkan pernyataan yang berisi dukungan atas pinjol yang jelas berdampak negatif bagi mental dan moral generasi bangsa.
Ironisnya, inilah yang terjadi sekarang. Pernyataan-pernyataan yang dikeluarkan oleh para petinggi negeri ini, khususnya dalam bidang pendidikan, menunjukkan ada yang salah dalam mindset para pejabat baik terkait mengurusi urusan rakyatnya maupun perihal keimanan serta keterikatan seorang hamba dengan hukum syariat. Sehingga pinjol yang merupakan aktivitas ribawi dan mengundang murka Allah pun justru didukung, dianggap inovasi teknologi.
Sejatinya, rusaknya paradigma kepemimpinan berpikir para pejabat negeri ini adalah akibat dari diterapkannya sistem batil demokrasi kapitalisme. Dengan akidahnya yaitu sekularisme, meniscayakan aturan agama harus dijauhkan dari kehidupan. Sehingga membuat para pejabat berpikir pragmatis dan parsial.
Bukan hal yang yg aneh memang bahwa dalam sistem demokrasi kapitalisme, jabatan kerap dijadikan jalan untuk meraup keuntungan bersifat materi. Keberadaan negara pun bukan lagi sebagai pengurus rakyat, melainkan sebagai pendukung para korporat. Karena jelas hubungan yang terjalin di antara keduanya adalah hubungan simbiosis mutualisme. Itulah mengapa pinjol yang diharamkan oleh Allah pun didukung. Karena dengan begitu, maka bisa terjalin kerjasama antara penguasa dan pengusaha. Yang akhirnya bisa menghasilkan simbiosis mutualisme dan keuntungan materi di antara keduanya.
Pinjol dalam Pandangan Islam
Sebagai agama sempurna, Islam diturunkan Allah untuk mengatasi seluruh problematik kehidupan. Pinjol dan seluruh pinjaman lainnya yang ada kelebihannya merupakan riba dan diharamkan oleh Islam. Firman Allah Swt. dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 278-280:
“Wahai orang-orang yang beriman, tinggalkanlah apa yang tersisa dari riba, jika kalian adalah orang-orang yang beriman. Namun jika kalian tidak meninggalkannya, maka umumkanlah perang terhadap Allah dan Rasul-Nya.”
Dalam ayat ini, Allah Swt. menegaskan bahwa riba adalah haram. Harus ditinggalkan. Melakukan riba sama saja dengan menantang perang dengan-Nya dan Rasul-Nya. Nauzubillah. Karena itu, sebagai negara mayoritas beragama Islam, semestinya Indonesia takut jika terus memfasilitasi aktivitas riba, mendukungnya, terlebih mengatakan bahwa pinjol merupakan inovasi.
Islam pun menjadikan negara sebagai pihak yang bertanggung jawab atas rakyat dalam semua bidang kehidupan. Termasuk mewujudkan kesejahteraan dan komitmen dalam tujuan pendidikan. Islam juga menetapkan pejabat adalah teladan umat, pemimpin umat yang senantiasa taat syariat dan harus berjiwa ra’awiyah. Karena kepemimpinan adalah amanah yang akan dipertanggungjawabkan di akhirat.
Sabda Rasulullah saw.: “Pemimpin adalah pengurus rakyat, Ia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyatnya.” (HR. Bukhari dan Ahmad)
Sejarah mencatat, selama 13 abad lamanya negara yang menerapkan aturan Islam (khilafah), mampu benar-benar mengurus dan memerhatikan urusan rakyatnya dari hal terkecil sampai terbesar.
Pendidikan bagi rakyat demikian diprioritaskan. Sebab pendidikan merupakan kebutuhan dasar publik. Tujuan pendidikan dalam Islam, adalah membentuk kepribadian Islam, menguasai tsaqofah Islam, dan ilmu-ilmu kehidupan iptek juga keterampilan. Sehingga pendidikan menjadi sarana untuk menghapuskan kebodohan, membangun masyarakat yang berkualitas, menciptakan kesejahteraan, dan mendorong kemajuan umat manusia.
Karena itu pendidikan disediakan oleh negara khilafah secara cuma-cuma. Sehingga setiap individu rakyat bisa mendapatkannya secara merata, baik kaya, miskin, muslim ataupun nonmuslim, di kota maupun di desa.
Daulah khilafah juga menyediakan fasilitas dan infrastruktur pendidikan yang cukup serta memadai seperti gedung-gedung sekolah, laboratorium, balai-balai penelitian, buku-buku pelajaran, dan lain sebagainya untuk menunjang terlaksananya sistem pendidikan yang berkualitas bagi rakyatnya. Juga menyediakan tenaga pengajar yang kapabel di bidangnya, sekaligus memberikan gaji yang cukup bagi guru dan seluruh pegawai yang ada di bidang pendidikan.
Sebagai contoh, Khalifah al-Muntashir Billah mendirikan Madrasah al-Muntashiriah di kota Baghdad. Madrasah ini dilengkapi fasilitas seperti perpustakaan beserta isinya, rumah sakit, dan pemandian bagi siswa. Di sekolah ini, kehidupan keseharian setiap siswa dijamin oleh negara, mereka pun menerima beasiswa berupa emas seharga satu dinar (4,25 gram emas).
Dengan skema demikian, maka wajar jika peradaban Islam di masa lalu demikian gemilang. Para generasinya terkenal berkualitas, bahkan harum namanya hingga kini. Seperti Ibnu Sina, Muhammad al-Fatih, Imam Syafi’i, dan masih banyak lagi.
Output pendidikan dalam Islam adalah mewujudkan syakhsiyah islamiyah (berkepribadian Islam). Sehingga generasi memiliki pola pikir serta sikap yang menunjukkan jati diri sebagai muslim sejati. Karena itu, tak mungkin negara akan membiarkan hal-hal yang jelas diharamkan syariat masuk ke ranah ini. Wallahu a’lam bis shawwab.