Oleh : Rosmita *)
(Arrahmah.com) – Siapa yang tidak mau punya anak good looking? Apalagi kalau sudah cakep juga saleh prestasinya oke. Benar-benar good looking atau istilahnya dalam bahasa Arab adalah qurrata a’yun. Bahkan setiap orangtua pasti mendoakan anak-anaknya menjadi qurrata a’yun (penyejuk mata) bagi kedua orangtuanya.
Makna qurrata a’yun
Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu ‘Anhu berkata: “Qurrata a’yun maksudnya adalah keturunan yang mengerjakan ketaatan, sehingga dengan ketaatannya itu membahagiakan orangtuanya di dunia dan akhirat.”
Lalu kenapa anak-anak good looking dituduh menyebarkan paham radikal?
Sebagaimana pernyataan Menteri Agama Fachrul Razi saat berbicara dalam launching Aplikasi ASN No Radikal dan Webinar Strategi Menangkal Radikalisme pada ASN, yang ditayangkan di akun Youtube Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Birokrasi Pemerintahan, Rabu (2/9/2020).
Di acara tersebut, Menteri Fachrul berbicara mengenai antisipasi kemungkinan-kemungkinan bibit radikalisme yang masuk ke lingkungan ASN.
“Cara masuk mereka gampang, kalau saya lihat polanya. Pertama dikirimkan seorang anak yang good looking, penguasaan bahasa Arabnya bagus, hafiz, mulai masuk jadi imam, lama-lama orang situ bersimpati, diangkat jadi pengurus masjid, kemudian mulai masuk temannya dan lain sebagainya, mulai masuk ide-ide seperti yang kita takutkan paparnya. (Kompas.TV, 4/9/2020)
Pernyataan tersebut sangat menyakiti hati umat Islam, karena sama saja dengan menuduh umat Islam yang berpenampilan menarik atau good looking dan memiliki kemampuan agama baik, sebagai penyebar paham radikal.
Padahal sebagaimana kita ketahui bahwa banyak umat agama lain yang melakukan gerakan radikal, seperti menjadikan rumah ibadah sebagai tempat untuk mengkader para generasi anti NKRI dan separatis radikalis. Tapi mengapa yang selalu jadi kambing hitam adalah umat Islam?
Bahkan “MUI meminta agar Menag menarik semua tuduhannya yang tak mendasar, karena itu sudah mencederai perasaan umat Islam yang sudah punya andil besar dalam memerdekakan negara ini dan mengisi kemerdekaan dengan karya nyata,” kata Wakil Ketua MUI, Muhyiddin Junaidi, kepada wartawan. (Detik.com, 4/9/2020)
Seharusnya bapak menteri bangga dengan generasi muda yang good looking dan memiliki kemampuan agama yang baik. Karena generasi inilah yang kelak menjadi penerus bangsa. Bayangkan jika negeri ini hanya dipenuhi dengan generasi yang bad looking, bodoh soal agama, dan rusak akhlaknya. Akibatnya, seks bebas makin meluas, narkoba merajalela, kriminalitas terus meningkat.
Lalu apa yang diharapkan dari generasi seperti ini, jika kelak mereka jadi pemimpin? Bisa hancur negeri ini, korupsi makin menjadi, kerusakan di sana-sini, kemaksiatan dan kemiskinan makin subur bak jamur di musim penghujan.
Sistem Sekuler Pangkal Kerusakan
Sejak dilantik 23 Oktober 2019, Menag Fachrul Razi selalu membuat pernyataan yang kontroversial dan membuat gaduh masyarakat. Selalu umat Islam yang dituduh radikal. Radikal itu yang seperti apa? Apa yang menjalankan Islam secara kafah?
Padahal umat Islam memang diwajibkan untuk masuk ke dalam Islam secara keseluruhan tidak sebagian-sebagian. Karena Islam adalah agama yang paripurna yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia. Dari mulai bangun tidur hingga bangun negara.
Namun, sistem sekuler yang dianut oleh negeri ini telah memisahkan agama dari kehidupan. Agama hanya boleh dipakai dalam ibadah saja, sedangkan dalam bermuamalah dan bernegara yang dipakai adalah aturan buatan manusia.
Inilah pangkal dari semua kerusakan. Membuat umat jauh dari nilai-nilai Islam. Kalaupun ada umat yang ingin mengamalkan Islam secara kafah dan mendakwahkannya dituduh radikal. Stigma negatif yang disematkan oleh para pejabat negeri ini membuat umat Islam takut dengan agamanya sendiri islamofobia. Sehingga mereka enggan mempelajari Islam lebih dalam. “Sudahlah kita jadi umat Islam yang biasa-biasa saja, nggak perlu terlalu agamis nanti dibilang teroris.”
Padahal apabila Islam diterapkan dalam setiap lini kehidupan, justru akan membawa kebaikan bagi individu, masyarakat, negara bahkan dunia. Karena Islam itu rahmatan lil alamin. Sejarah membuktikan bagaimana saat Islam berjaya menaungi 2/3 dunia, umat Islam dan nonmuslim yang hidup dalam negeri daulah hidup aman, damai, dan sejahtera.
Tidak ada lagi penindasan terhadap umat Islam, karena Khalifah akan menjadi perisai yang melindungi darah, harta, dan kehormatan kaum muslimin. Tidak seperti sekarang, tanpa khilafah umat Islam di berbagai belahan dunia mengalami penderitaan berkepanjangan, penganiayaan, pelecehan hingga pembantaian.
Dalam negeri daulah umat Islam dan nonmuslim hidup rukun berdampingan. Umat nonmuslim bebas menjalankan keyakinannya masing-masing tanpa dipaksa harus masuk Islam.
Mereka mendapat hak yang sama dari negara, pendidikan, kesehatan, keamanan, dan pelayanan publik semua diberikan secara gratis dan berkualitas. Sehingga rakyat dalam negeri daulah hidup sejahtera. Tidak ada lagi kemiskinan, tindak kejahatan pun dapat ditekan.
Selain itu penjagaan negara terhadap akidah umat juga sangat luar biasa. Dari sinilah lahir generasi yang cemerlang, faqih fiddin, mumpuni dalam sains dan teknologi, dan berakhlak mulia.
Jadi sudah saatnya kita kembali kepada sistem Islam yang akan membawa kemaslahatan dan keberkahan. Tak lupa kita berdoa agar anak-anak kita kelak menjadi generasi Rabbani, pembangun peradaban Islam dan menjadi qurrata a’yun bagi kedua orang tuanya.
رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا
Rabbana hab lana min azwajina wa dzurriyatina qurrata a’yun, waja’alna lil muttaqina imama.
“Wahai Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri dan keturunan kami sebagai penyejuk mata, dan jadikanlah kami imam (pemimpin) bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al-Furqon: 74).
(ameera/arrahmah.com)