(Arrahmah.com) – Siapa yang tidak mengenal tokoh besar dunia Islam Umar bin Abdul Aziz rahimahullah? Umar bin Abdul Aziz bin Marwan bin Hakam bin Abil Ash bin Umayyah bin Abdu Syams bin Abdu Manaf, demikianlah nasabnya. Abu Hafs Al-Umawi Al-Qurasyi, itulah nama panggilannya. Ia adalah ulama besar generasi tabi’in dan khalifah yang adil dari Daulah Umawiyah. Keshalihan pribadinya, keadilan pemerintahannya dan kemakmuran hidup kaum muslimin pada masa kekuasaannya sudah sangat terkenal.
Umar bin Abdul Aziz menjadi khalifah setelah wafatnya sepupunya dan kakak iparnya, Sulaiman bin Abdul Malik. Saat itu kekuasaan Daulah Umawiyah telah mencapai Andalus (Spanyol) di benua Eropa dan Kasghar di daratan China. Dengan wilayah kekuasaan yang begitu luas meliputi banyak negara di tiga benua; Asia, Afrika, dan Eropa; sudah tentu Umar bin Abdul Aziz sibuk mengatur kehidupan rakyatnya.
Namun di sinilah hebatnya kahlifah yang shalih dan bertakwa ini. Di tengah kesibukannya memimpin urusan pemerintahan dan kehidupan rakyatnya, beliau sama sekali tidak lalai dari kehidupan akhiratnya. Jika dari pagi hari sampai sore hari beliau “berkantor” untuk mengurus urusan kaum muslimin, maka pada malam hari beliau tekun beribadah kepada Allah Ta’ala. Raganya berada di dunia, namun pikiran dan jiwanya senantiasa “bertamasya” di akhirat.
Kisah berikut ini bisa menjadi bukti nyata atas hal itu.
Imam Ibnu Abi Dunya meriwayatkan dengan sanadnya dari Abu Sari’ Asy-Syami bahwasanya khalifah Umar bin Abdul Aziz berkata kepada seorang pejabat yang menjadi kawan duduknya: “Wahai fulan, semalaman saya berkeringat dingin karena memikirkan sesuatu.”
Para pejabat negara pada masa pemerintahan Umar bin Abdul Aziz dipilih dari kalangan orang yang shalih, bertakwa, berilmu, jujur dan amanah. Pejabat itu bertanya, “Apa yang sedang Anda pikirkan, wahai Amirul Mukminin?”
Umar bin Abdul Aziz menjawab, “Saya memikirkan tentang kuburan dan penghuninya. Jika saja engkau melihat seorang yang telah mati setelah tiga hari dalam kuburannya, niscaya engkau akan merasa takut untuk mendekatinya, meskipun sebelumnya engkau telah bergaul akrab dengannya dalam waktu yang sangat lama.”
“Jika engkau melihatnya, maka engkau akan melihat sebuah rumah yang dipenuhi oleh serangga-serangga tanah [rayap], dialiri oleh nanah, dilubangi oleh cacing-cacing, baunya telah berubah dan kain kafannya telah rusak. Padahal sebelum itu postur tubuhnya bagus, baunga wangi dan pakaiannya putih bersih.”
Umar bin Abdul Aziz lalu menangis tersedu-sedu, hingga akhirnya beliau pun pingsan. (Sayyid Husain Al-Affani, Sakbul ‘Abrat lil-Maut wal Qabr was Sakarat, 1/642)
Saudaraku seislam dan seiman…
Inilah pikiran “cerdas” yang membuat khalifah yang agung ini tidak bisa tidur semalam suntuk, menangis karena besarnya rasa takut kepada Allah Ta’ala, dan kemudian pingsan.
Betapa kita sebagai rakyat jelata, yang bukan apa-apa, yang tidak sibuk mengurus urusan satu setengah milyar umat Islam ini, harus senantiasa berintrospeksi diri. Sudah terlalu lama kita tersibukkan oleh urusan mengejar dunia kita hingga kita melalaiakan urusan setelah kematian kita. Semoga kita segera tersadar dan menyiapkan perbekalan yang terbaik untuk hari yang sangat mengagetkan dan menakutkan tersebut.
Dari Syadad bin Aus radhiyallahu ‘anhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam, beliau bersabda:
الْكَيِّسُ مَنْ دَانَ نَفْسَهُ وَعَمِلَ لِمَا بَعْدَ الْمَوْتِ وَالْعَاجِزُ مَنْ أَتْبَعَ نَفْسَهُ هَوَاهَا وَتَمَنَّى عَلَى اللَّهِ
Orang yang cerdas adalah orang yang berintrospeksi diri dan beramal sebagai bekal untuk kehidupan setelah ia mati. Adapun orang yang lemah [bodoh] adalah orang yang memperturutkan hawa nafsunya dan berangan-angan [mendapat ampunan dan ridha] Allah Ta’ala [tanpa melakukan taubat nashuha dan amal shalih].” (HR. Tirmidzi no. 2459, Ibnu Majah no. 4260, Ahmad no. 17123, Al-Baihaqi no. 6588, Ath-Thabarani no. 7143, Al-Hakim no. 191 dan Al-Baghawi no. 4117)
Wallahu a’lam bish-shawab
(muhib al majdi/arrahmah.com)