COLOMBO (Arrahmah.com) – Sejumlah diplomat Barat yang berbasis di Sri Lanka pada Kamis (1/6/17) mendesak Colombo untuk menyelidiki gelombang kekerasan anti-Muslim di pulau yang dihuni mayoritas penganut Budha setelah serangan pembakaran berulang yang menargetkan toko-toko, Masjid dan pemakaman pada bulan lalu, AFP melaporkan.
Kepala delegasi Uni Eropa Tung-Lai Margue mendesak pemerintah untuk memastikan pelaku dituntut dengan cepat saat ia mengunjungi sebuah masjid di ibukota Sri Lanka untuk mengungkapkan solidaritas terhadap umat Islam pasca serangan.
“Penting agar pemerintah dan polisi memastikan bahwa tidak ada kekebalan hukum terhadap kejahatan kebencian,” kata Margue dalam sebuah pernyataan setelah kunjungannya masjid Dewatagaha di Colombo.
Margue didampingi oleh diplomat papan atas dari Australia, Kanada, Belanda, Norwegia, Afrika Selatan, dan Swiss.
Kelompok hak asasi manusia menuduh polisi Sri Lanka gagal menghentikan serangkaian kejahatan kebencian dan tidak menuntut seorang biksu kontroversial yang bersembunyi minggu lalu.
Polisi belum melakukan penangkapan sehubungan dengan serangan pembakaran yang menargetkan umat Islam.
Para aktivis telah memperingatkan bahwa kelambanan polisi dapat memicu kerusuhan komunal yang serupa dengan kerusuhan anti-Muslim pada tahun 2014 yang menyebabkan empat orang tewas.
Kerusuhan pada pertengahan 2014 – yang dipimpin oleh kelompok Buddha garis keras – secara luas dipandang sebagai katalisator yang menyebabkan jatuhnya Presiden Mahinda Rajapakse pada bulan Januari 2015.
Jumlah Muslim yang hanya 10 persen dari 21 juta penduduk Sri Lanka dan telah muncul saat kerajaaan di negara mayoritas komunitas Buddha Sinhala ini terbelah di antara dua partai nasional. (althaf/arrahmah.com)