BRISBANE (Arrahmah.id) – Sementara dunia merayakan penampilan luar biasa pemain Maroko Nouhaila Benzina di Piala Dunia Wanita 2023, media Prancis tampaknya lebih mengkhawatirkan pemain yang mengenakan jilbab tersebut, seraya mengatakan bahwa hal itu dapat menyebabkan kemunduran hak-hak perempuan.
“Pengenaan jilbab oleh seorang pemain di Piala Dunia Wanita adalah kemunduran yang luar biasa,” kata Philippe Guibert, jurnalis di saluran Prancis Cnews, dalam sebuah debat pada Ahad (30/7/2023).
Berjudul “Jilbab: Apakah Hak FIFA untuk Menghapus Larangan?” saluran berita Prancis mengadakan diskusi pada Ahad (30/7) tentang konsekuensi mengenakan jilbab dalam pertandingan sepak bola, menargetkan terutama pemain sepak bola Maroko Nouhail Benzina.
Bek berusia 25 tahun tersebut menjadi pemain pertama yang mengenakan jilbab selama pertandingan Piala Dunia Wanita (WWC) senior ketika ia memulai kemenangan 1-0 timnya melawan Korea Selatan pada Ahad (30/7).
Pada 2007, FIFA melarang jilbab dikenakan selama pertandingan internasional, dengan alasan keamanan.
Larangan tersebut dicabut pada 2014 sebelum pemain Muslim mengenakan jilbab untuk pertama kalinya dalam acara FIFA selama Piala Dunia Wanita U-17 2016 di Yordania.
Sementara itu, pengadilan tinggi administrasi Prancis bulan lalu menegakkan larangan pemain sepak bola wanita mengenakan jilbab dalam pertandingan.
“Pengadilan menemukan aturan Federasi Sepak Bola Prancis (FFF) terhadap tanda atau pakaian apa pun yang secara jelas menunjukkan afiliasi politik, filosofis, agama atau persatuan selama pertandingan adalah pantas dan proporsional,” kata keputusan pengadilan.
Sekelompok pesepakbola wanita Muslim yang disebut “Hijabeuses” (Hijabis) telah melancarkan aksi melawan peraturan FFF, namun tidak ada yang berubah.
Sejalan dengan undang-undang Prancis tentang laïcité (sekularisme), mengenakan simbol agama yang terang-terangan – termasuk jilbab – di gedung-gedung pemerintah, termasuk sekolah adalah ilegal.
Pejabat publik seperti guru, petugas pemadam kebakaran atau polisi juga dilarang memakai simbol agama mereka di tempat kerja.
Ditetapkan untuk menjadi tuan rumah pertandingan Olimpiade tahun depan, perdebatan seputar mengenakan jilbab selama pertandingan sudah berkembang di negara yang terobsesi dengan laïcité tersebut.
Sekularisme adalah topik sensitif di Prancis, yang disajikan oleh para pembelanya sebagai cara untuk menjamin netralitas agama negara dan oleh para kritiku sebagai peluit terhadap etnis dan agama minoritas, terutama Muslim. (zarahamala/arrahmah.id)