Oleh: Ine Wulansari
Pendidik Generasi
Gelombang PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) seolah tak ada habisnya. Di tengah masa yang sulit, ditambah harga berbagai kebutuhan hidup juga semakin melonjak dan serba mahal, tak menyurutkan langkah beberapa perusahaan untuk melakukan pemutusan kontrak kerja terhadap ribuan karyawannya.
Seperti yang terjadi pada raksasa ritel Amerika Serikat, Walmart yang kembali akan melakukan PHK pada lebih dari 2000 karyawan yang bekerja di lima gudang Walmart. Alasan memangkas karyawan yakni disinyalir ada tantangan sulit bisnis ke depan. Bukan pertama kalinya Walmart melakukan PHK. Pada Agustus 2022, perusahaan ini telah merumahkan 200 pekerjanya. Perusahaan pesaingnya, Amazon, bahkan telah melakukan PHK massal terhadap 30.000 pekerjanya sejak awal 2023.(cnnindonesia.com, 06 April 2023)
PHK besar-besaran yang dilakukan sejumlah perusahaan tidak hanya berlangsung di Amerika Serikat, melainkan juga terjadi di Indonesia. Sebuah pabrik tekstil yang terletak di Cikupa, Kabupaten Tangerang telah melakukan PHK terhadap 1.163 pekerjanya. Pabrik yang bernama PT Tuntex Garment ini memproduksi untuk baju kenamaan dunia, seperti Puma. Sebelumnya, PT Tuntex Garment pernah dipercaya untuk memproduksi baju brand Amerika Serikat, yakni Nike. Alasan pabrik merumahkan ribuan karyawannya, sebagaimana disampaikan Kepala Bidang Hubungan Industrial Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kabupaten Tangerang, Desyanti karena market lesu dan orderan berkurang.
Desyanti juga menuturkan, pemutusan hubungan kerja oleh pabrik bukan pertama kali ini dilakukan. Sebelumnya, ada beberapa pabrik yang lari dari tanggung jawab menutup produksinya. Di awal pandemi, PT Victory Chingluh, PT KMK, Panarub, hingga Nikomas. Namun ia mengeklaim saat ini belum ada laporan lain terkait PHK selain Tuntex. (cnbcindonesia.com, 04 April 2023)
Maraknya PHK menyebabkan meningkatnya klaim BPJS Ketenagakerjaan (BPJamsostek). Dikatakan Deputi Bidang Komunikasi BPJamsostek Oni Marbun, bahwa peningkatan JKP (Jaminan Kehilangan Pekerjaan) terjadi akibat meningkatnya PHK dalam setahun terakhir. Klaim Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan tercatat mencapai Rp35,6 miliar per Februari 2023. Angka ini melonjak 23.562 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang hanya Rp150 juta. (kumparan.com, 09 April 2023)
Badai PHK yang melanda dunia tak terkecuali Indonesia, merupakan solusi parsial yang diambil perusahaan. Keputusan tersebut dilakukan ketika kondisi ekonomi dan persaingan bisnis tidak stabil. Di mana posisi buruh sangat lemah dalam kontrak kerja. Mereka direkrut dan dirumahkan sesuai kepentingan industri. Tentu saja, ini merupakan sebuah kezaliman yang lahir dari sistem Kapitalisme. Karena sistem ini memandang pekerja sebagai salah satu bagian dari biaya produksi semata.
Kapitalisme memiliki konsep produksi harus menekan biaya dan beban produksi. Maka tak heran, PHK akan selalu jadi solusi wajar yang diambil pengusaha demi menyelamatkan perusahaannya. Mirisnya, solusi tersebut lebih dipermudah dengan adanya UU Omnibus Law. Alih-alih menciptakan lapangan pekerjaan dan meningkatkan perlindungan tenaga kerja, justru senyatanya merugikan pekerja dan menguntungkan pengusaha.
PHK massal jelas berpotensi meningkatkan angka kemiskinan. Sebab, orang-orang kehilangan mata pencahariannya dan tidak mampu lagi membeli juga memenuhi kebutuhan mereka. Dampaknya, daya beli masyarakat menurun. Meski pemerintah berupaya menanggulangi lemahnya daya beli masyarakat dengan memberikan bantuan langsung tunai (BLT), namun jumlahnya tidak mampu mencukupi kebutuhan mereka sehari-hari. Terlebih kebutuhan rakyat tidak hanya berupa sandang, pangan, dan papan. Ada kebutuhan lainnya, seperti pendidikan, kesehatan, dan keamanan yang juga tidak murah. Sayangnya, negara dalam sistem Kapitalisme tak memberi jaminan sosial, seperti pendidikan, keamanan, kesehatan, dan lainnya. Karena sektor tersebut legal untuk dikomersilkan. Siapa saja yang ingin mendapat fasilitas, maka harus menggantinya dengan sejumlah uang yang sepadan.
Kapitalisme juga gagal menjamin hak-hak pekerja, sebab bertumpu pada asas siapa pun yang memiliki modal mereka bisa meraup untung sebesar-besarnya. Sekalipun itu mengabaikan hak orang lain. Semua itu terjadi karena negara hanya memosisikan diri sebagai jembatan penghubung antara rakyat dengan pengusaha. Maka akan kita saksikan penjagaan dan perlindungan negara tidak akan pernah sampai pada rakyatnya. Inilah gambaran kelemahan Kapitalisme, di mana negara begitu abai akan nasib dan kesejahteraan rakyat.
Sementara sistem Islam, mempunyai berbagai mekanisme yang dapat menjamin pekerja hidup sejahtera. Hal ini terbukti berhasil selama 1300 tahun ketika Islam diterapkan. Sebab dalam Islam, perjanjian antara pekerja dan pengusaha sepenuhnya tergantung pada kontrak kerja (akad ijarah) yang harus memenuhi ridha wal ikhtiar (menerima dan berusaha). Sehingga, perjanjian antara kedua belah pihak harus saling menguntungkan, tidak boleh ada yang terzalimi. Pengusaha mendapat keuntungan dari jasa pekerja yang dia butuhkan untuk melakukan pekerjaan tertentu. Begitu pula pekerja, mereka akan mendapat keuntungan berupa imbalan yang diberikan pengusaha ketika melakukan pekerjaan tertentu yang sudah disepakati dalam kontrak.
Adapun dalam penetapan upah atau imbalan tersebut, Syeikh Taqiyuddin an-Nabhani dalam kitabnya Nizham Iqtishadi, menjelaskan upah seorang ajir (pekerja) adalah kompensasi dari jasa pekerjaannya yang disesuaikan dengan nilai kegunaannya, selama upah tersebut ditentukan di antara keduanya.
Dalam sistem ekonomi Islam, kesejahteraan diukur berdasarkan prinsip terpenuhinya kebutuhan pokok individu dan masyarakat, seperti sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, dan keamanan. Bukan berdasarkan pada penawaran dan permintaan, pertumbuhan ekonomi, cadangan devisa, nilai mata uang, dan lainnya. Politik ekonomi Islam bertujuan memberikan pemenuhan kebutuhan pokok warga negara, baik muslim ataupun nonmuslim, serta mendorong mereka agar dapat memenuhi kebutuhan sekunder dan tersiernya sesuai dengan kadar individu yang bersangkutan.
Jaminan kebutuhan pokok merupakan tugas negara secara penuh. Sementara upah mengupah adalah kesepakatan antara pekerja (ajir) dan pengusaha (musta’jir). Sehingga ketika ada PHK atau kehilangan pekerjaan, maka peran negara untuk melakukan riayah (mengurus) dan menjamin seluruh kebutuhan pokoknya dengan mekanisme langsung dan tidak langsung.
Terkait jaminan pemenuhan kebutuhan pokok seperti sandang, pangan, dan tempat tinggal akan diberikan secara tidak langsung dengan mewajibkan para laki-laki untuk bekerja. Sedangkan jaminan kesehatan, pendidikan, dan keamanan akan diberikan secara langsung berupa layanan kesehatan dan pendidikan secara cuma-cuma. Hal inilah yang membedakan antara peran negara dalam Islam dan Kapitalisme. Di mana, jaminan kebutuhan dasar dalam Kapitalisme diserahkan kepada individu untuk memenuhinya, sedangkan negara berlepas tangan.
Permasalahan PHK dan pengangguran adalah efek domino penerapan Kapitalisme, maka penyelesaiannya harus mendasar bukan tambal sulam. Pertama, mengatur kepemilikan harta, yakni harta milik umum, harta milik negara, dan harta milik individu. Dengan kejelasan status ini, negara mengelola harta milik umum untuk kemaslahatan rakyat semata. Kedua, penerapan sistem pendidikan yang terjangkau, bahkan gratis untuk semua warga negara. Ketiga, mendorong individu untuk bekerja. Negara wajib menyediakan lapangan kerja untuk warganya. Bagi yang tidak memiliki modal, maka negara akan memberi modal usaha yang bersumber dari kas Baitul Mal. Bagi yang tidak memiliki keterampilan, negara akan memberi pelatihan agar mampu bekerja. Dalam Islam, tidak ada istilah menganggur. Mencari nafkah hanya dibebankan pada laki-laki. Keempat, mengemban investasi halal di sektor riil, seperti pertanian, kehutanan, kelautan, dan pertambangan.
Demikianlah mekanisme dalam Islam yang akan menyejahterakan rakyat. Negara sebagai pihak yang bertanggung jawab akan menjamin hak dasar rakyatnya dengan cara yang sesuai syariat. Dengan pemimpin yang amanah dan bertakwa, sistem yang paripurna, dan kebiasaan masyarakat yang teratur dengan Islam, menjadikan Daulah Islam sebagai satu-satunya negara yang mampu menaungi dua pertiga dunia hidup dalam kebahagiaan dan keadilan. Semua ini karena Daulah menerapkan sistem berdasarkan syariat Islam secara menyeluruh.
Wallahu a’lam bish shawab.