WASHINGTON (Arrahmah.com) – Mengutip publikasi The Long War Journal pada Senin (18/8/2014), Departemen Luar Negeri AS pada hari yang sama menambahkan dua orang Mujahid ke dalam “Daftar Khusus Teroris Internasional”.
AS telah melabeli Said Arif, seorang warga Aljazair yang pergi ke Prancis pada tahun 2013 dan bergabung dengan Jabhah Nusrah, dan Abu Mohammad Al-Adnani, seorang warga Suriah yang merupakan petinggi dan pejuang Sunni anti-Assad secara resmi sebagai “teroris global”.
Said Arif
Arif, yang memiliki nama asli Omar Gharib, telah terlibat dengan Al-Qaeda dan gerakan jihad lainnya sejak awal 1990-an. Beliau merupakan target pencarian pemerintah Perancis dan Aljazair.
“Arif adalah mantan perwira tentara Aljazair, yang melakukan perjalanan ke Afghanistan pada 1990-an, di mana ia berlatih di kamp-kamp Al-Qaeda dengan senjata dan bahan peledak,” kata Departemen Luar Negeri AS dalam sebuah siaran pers. “Arif adalah “teroris” lama yang merupakan tersangka dari Al-Qaeda yang merencanakan serangan Desember 2000 untuk mengebom pasar Strasbourg.”
Ia dinyatakan telah melakukan perjalanan ke Pakistan, Panski Gorge di Georgia, dan kemudian Suriah. Disana ia bergabung dengan Al-Qaeda di Irak, di bawah kepemimpinan Syaikh Abu Musab Az-Zarqawi. Pada tahun 2004, pasukan keamanan Suriah menahan Arif dan mendeportasinya ke Perancis.
Arif juga pernah dituntut pihak berwenang Prancis, bersama 25 anggota lain dari “Jaringan Chechnya”, sekelompok Mujahid dari Perancis dan Afrika Utara yang berlatih bersama Mujahidin Chechnya, pada tahun 2006.
“Pada tahun 2002 Jaringan Chechnya dituduh merencanakan untuk meledakkan menara Eiffel dan melakukan serangan kimia dan serangan terhadap mal dan kantor polisi di Perancis,” kata AS. Arif divonis membantu kelompok “teroris” dan dihukum 10 tahun penjara.
“Arif secara terbuka menyatakan bahwa Al-Qaeda berencana untuk menyerang pangkalan militer Amerika di Spanyol menggunakan senjata kimia,” lanjutnya dalam pernyataan itu.
Pada tahun 2012, ia ditempatkan di dalam tahanan rumah. Pada Oktober 2013, Arif mengabaikan tahanan rumah dan berhijrah ke Suriah, di mana beliau kembali ke Al-Qaeda dan bergabung dengan Jabhah Nusrah.
Abu Muhammad Al-Adnani
Al-Adnani, warga Suriah adalah seorang pejuang Sunni senior anti-Assad. Pada bulan Februari 2012, ia menyerukan jihad di Irak untuk melawan Syiah yang telah membantai Muslim Sunni Suriah. Ia juga pernah mengancam akan menyerang Amerika Serikat.
Pemberitaan umum mencatatat bahwa, pada bulan Mei 2014, Al-Adnani pernah memaki Amir Al-Qaeda, Syaikh Ayman Az-Zawahiri dan menyalahkan beliau atas pertikaian yang terjadi antara Jabhah Nusrah dan ISIS. Padahal pada tahun 2011, Al-Adnani merilis sebuah pernyataan yang memuji Syaikh Az-Zawahiri setelah beliau menjadi amir Al-Qaeda menggantikan Syaikh Usamah bin Laden.
Namun keberadaan Al-Adnani saat ini tidak diketahui. Dia dikabarkan tewas pada 24 Juli setelah militer Irak melancarkan serangan udara di Mosul yang ditargetkan sebuah pertemuan besar. Kematiannya belum dikonfirmasi dan Daulah belum merilis pernyataan resmi tentang itu.
Penunjukkan oleh Departemen Luar Negeri AS ini berlangsung hanya beberapa hari setelah Dewan Keamanan PBB mengadopsi Resolusi 2170, yang menyerukan bahwa “semua negara anggota PBB agar bertindak untuk menekan aliran pejuang asing, pembiayaan dan dukungan lain kepada kelompok ekstremis Islam di Irak dan Suriah.” Selain itu, resolusi 15 Agustus menuntut “ISIL, Jabhah Nusrah dan semua entitas lain yang terkait dengan Al-Qaeda agar menghentikan semua kekerasan dan tindakan ‘teroris’, dan segera melucuti senjata dan membubarkan diri.”
Resolusi PBB juga memblacklist 6 petinggi Jabhah Nusrah dan ISIL, termasuk Arif dan Adnani, dan mengatakan mereka telah ditambahkan ke dalam Resolusi PBB nomor 1267 tentang Daftar Sanksi Anggota Al-Qaeda.
Empat petinggi lain yang diblacklist oleh PBB, menurut Reuters pada bemberitaan sebelumnya adalah, Abdul Mohsen Abdallah Ibrahim al Charekh (Syaikh Sanafi Nasir), seorang warga Saudi yang menjabat sebagai komandan Jabhah Nusrah di Latakia Suriah; dan pencari dana Syaikh Hamid Hamad Hamid Al-Ali dan Syaikh Hajjaj bin Fahd Al-Ajmi, yang keduanya dari Kuwait; dan Abdurrahman Muhamad Zhafir Dabidi Al-Jahani, seorang warga Saudi yang mengelola jaringan mujahid asing di Jabhah Nusrah.
PBB mencatat bahwa penunjukan warga Kuwait, Hamid Hamad Hamid Al-Ali dikaitkan dengan ISIL dan Jabhah Nusrah. Menurut Kuwait Times, Al-Ali “telah mengumpulkan sumbangan besar dari Kuwait untuk mendukung Jabhah Nusrah di Suriah, terutama untuk pembelian senjata dan peralatan militer dan juga mengatur keberangkatan untuk sejumlah pejuang asing ke Suriah.” (adibahasan/arrahmah.com)