(Arrahmah.com) – Dalam sebuah wawancara dengan Washington Post, Issam El-Arian, seorang petinggi Ihkwanul Muslimin Mesir mengungkapkan kekecewaannya atas kejahatan Israel terhadap Palestina yang seolah-olah dijadikan ajang balas dendam terhadap peristiwa Holocaust yang dilakukan Nazi.
“Holocaust adalah pembantaian terhadap sebuah ras, penentangan terhadap agama. Dan itu adalah kejahatan yang sangat besar, tapi kami tidak pernah menuduh hal itu. Lalu mengapa rakyat Palestina membayar harga dari aksi Nazi itu?” kata Arian.
Mengomentari bentrokan yang berlangsung antara Israel dan Palestina, El-Arian mencatat bahwa Israel telah menghukum bangsa Palestina untuk Holocaust terhadap Yahudi selama Perang Dunia II.
Dalam sebuah wawancara tersebut, El-Arian juga menegaskan bahwa organisasinya tidak mengancam Israel, dan tidak tertarik untuk membatalkan kesepakatan damai dengan Negara Yahudi.
“Impian saya adalah untuk hidup bersama seperti yang kami lakukan sebelum negara Israel berdiri. Kami hidup dalam damai. Kami tidak pernah terlibat dalam konflik. Amerika dan Eropa mengekspor konflik yang diciptakan oleh Hitler untuk tanah air kami,” kata El-Arian.
“Sebuah parlemen baru akan membuat keputusan bahwa militer mengatakan terus terang, dan kami mengatakan juga: bahwa kami tidak bisa membatalkan perjanjian dengan keputusan lisan. Perjanjian memiliki peraturan dan harus dihormati dari kedua belah pihak. Ketika satu sisi tidak menghormati perjanjian , masyarakat internasional harus wajib untuk melakukannya. “
Pejabat Ikhwanul Muslimin ini menuduh pemerintahan Amerika bersikap bias terhadap Israel dan memperingatkan Amerika bahwa jika mereka tidak mengevaluasi kembali kebijakan mereka di Timur Tengah, mereka mungkin akan “kehilangan” wilayah tersebut.
“Kami tidak mengancam Israel. Israel tengah menyakiti diri dengan kebijakan ini dengan melakukan diskriminasi terhadap orang Arab yang berada di Israel. Israel sebenarnya tidak berada di bawah ancaman dari orang-orang Arab-justru orang Arab berada di bawah ancaman dari dalam Israel, dari pemimpin seperti Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan Menteri Luar Negeri Avigdor Lieberman. (em/rasularasy/arrahmah.com)