XINJIANG (Arrahmah.com) – Seorang petani Uighur dalam perjalanan menuju ladang ditembak mati oleh polisi di wilayah Xinjiang barat laut Cina yang bergolak, Senin (16/2/2015). Ia dibunuh setelah menarik pisau saat petugas mengaggapnya bergelagat mencurigakan dan mengajaknya ke kantor polisi, menurut sumber-sumber, sebagaimana dilaporkan RFA, Kamis (19/2).
Penembakan di Desa Bashquduqla kota Purchaqchi di Hotan county (dalam bahasa Cina, Hetian) perfektur Qaraqash (Moyu) itu terjadi ketika polisi menghentikan pria karena dianggap bertindak “mencurigakan”. Saat itu polisi juga menuntut ia ikut mereka ke stasiun polisi, sumber-sumber lokal mengatakan kepada RFA layanan Uighur.
“Tapi tersangka menolak untuk pergi bersama mereka, mengatakan bahwa ia sedang dalam perjalanan ke ladang untuk bekerja dan bahwa anggota keluarga sedang menunggunya di sana,” ujar Hemit Abdureshit, seorang pejabat lokal Partai Komunis Cina yang berkuasa mengatakan, mengutip saksi kejadian.
Petani itu berjanji akan melapor ke polisi pada hari berikutnya, ujar Abdureshit, tapi petugas “menyeretnya, berusaha membawanya pergi, dan ‘tersangka’ mengeluarkan pisau.”
“Tidak lama setelah ia berusaha mengeluarkan pisaunya, seorang polisi bersenjata yang berdiri di jarak jauh melepaskan tembakan tunggal, membunuhnya,” terangnya.
Korban tidak segera diidentifikasi namanya, tapi digambarkan oleh pejabat lokal lain sebagai pria berusia sekitar 40 tahun dan meninggalkan dua anak.
“Kami menemukan kemudian bahwa ia pernah dipenjara selama 10 tahun karena alasan politik,” Memtimin Dolet, ketua keamanan kota Purchaqchi desa no. 6, kepada RFA. “Ia mengeluh kepada tetangganya bahwa ia tidak pernah ditinggalkan sendirian (selalu dimata-matai), bahkan setelah dibebaskan.”
Dolet mengaku bahwa dirinya dan anggota lain dari timnya secara rutin bekerja sama dengan pasukan paramiliter Cina yang ditempatkan di desanya. Tugas utamanya adalah mempertanyakan atau mencari rumah warga Uighur yang mengenakan pakaian tradisional Islam.
“Ketika mereka (polisi) pergi untuk memeriksa orang-orang berjenggot dan terselubung, [pemerintah Cina] membawa serta kami dengan mereka,” kata Dolet.
“Pertama, kami masuk ke rumah-rumah penduduk, dan jika tidak ada ancaman, kami akan meminta mereka (polisi) untuk masuk ke rumah. Jika tidak, mereka menunggu di luar,” katanya.
“Kadang-kadang, meskipun, pemerintah Cina melakukan pencarian sendiri, dan karena perbedaan bahasa, maka isu-isu terkait sering ada kesalahpahaman dan konflik dengan penduduk setempat pun terjadi.”
“Insiden khusus ini mungkin terjadi karena alasan seperti ini,” katanya.
Hotan telah sering menjadi tempat bentrokan antar-etnis, di antara sebagian besar masyarakat Uighur Muslim dan pasukan keamanan Cina. Ini terjadi dalam bentuk serangan yang datang di tengah serangkaian serangan dan pemboman di Xinjiang, sumber mengatakan.
Pada bulan Juli, orang bersenjata tak dikenal dengan kapak dan pisau menyerang sebuah county resmi Qaraqash dengan motif membalas dendam serangan polisi di sebuah masjid lokal. Saat itu polisi membunuh wanita, termasuk isterinya, dan meninggalkan banyak orang terluka parah, menurut berbagai sumber. (adibahasan/arrahmah.com)