Kami tetap bersyukur atas karunia Allah SWT hingga kini hasil pertanian sulit di eskpor akan tetapi dengan hasil bumi berkah lah kami masih dapat bertahah hidup, masih mendapatkan makanan dari hasil jual buah Anggur, ya sekedar bertahan hidup saja.
“Sejak dilahirkan kami sudah berada di tanah ini, mulai dari kakek buyut dan kakek buyut secara turun temurun sudah memiliki tanah disini. Sebelum kedatangan penjajah baik di Tepi Barat maupun kehadiran mereka di Jalur Gaza,” ungkap Abu Mahmud, seorang petani asal Jalur Gaza.
Abu Mahmud bersama lima saudara kandungnya yakni Abu Muhammad, Abu Osama, Abu Ahmad, Abu Mujahid kini melanjutkan warisan ibu bapak mereka berupa lahan yang di tanami anggur, tin, zaitun di atas lahan seluas 1 hektar terletak di pinggiran kota Gaza tepatnya di daerah Syeikh Ezlen, 2 Km dari perairan Gaza City.
Tim reporter Kantor Berita Suara Palestina di Gaza City diberi kesempatan untuk bersilaturahim sekaligus melakukan interview singkat, dilanjutkan dengan aksi liputan lapangan saat petani anggur Gaza sedang melakukan panen diperkebunan padang pasir luas, tersebar ribuan pohon jenis anggur baik anggur merah maupun anggur kuning.
Tiga bulan sebelumnya Abu Mahmud dan saudaranya sudah harus melakukan persiapan ekstra seperti perawatan, pembersihan daun dan pemotongan ranting kering dari masing-masing pohon anggur, saat muncul mekar dan mayang dari masing-masing batang anggur proses pemupukan dan perawatan kian diperketat untuk mengatasi hama yang nantinya menyerang mekar Anggur.
Sebenarnya merawat pohon anggur tidak sesulit merawat pohon lainnya, karena khususnya di Palestina pohon anggur bebas tumbuh, hingga ke padang pasir karena dalam satu bulan kami melakukan penyiraman hanya 2 hingga 3 kali saja, kata Abu Mahmud.
Dulu zaman Almarhum bapak saya, sebelum tahun 1987, hasil panen anggur melanglang ke seluruh negara bahkan hingga ke negara benua Eropa. Namun pasca pecah Intifadha pertama – dimana terjadi perlawanan besar besaran dilakukan oleh rakyat Palestina, penyebab utamanya militer Israel melindas warga sipil Jalur Gaza asal Jabalia mengakibatkan 4 gugur serta melukai belasan orang lainnya, maka terjadilah perlawanan rakyat Palestina dengan menggunakan batu – berimbas hingga saat ini. Semua hasil panen petani Jalur Gaza termasuk anggur, jangankan ekspor ke negara Yordan, ke sesame wilayah Palestina pun sangat mustahil, salah satu contoh dari Gaza dikirim ke Tepi Barat sangat sulit dan mustahil, ini akibat dari blokade dan penjajahan.
Kami tetap bersyukur atas karunia Allah SWT hingga kini hasil pertanian sulit di eskpor akan tetapi dengan hasil bumi berkah lah kami masih dapat bertahah hidup, masih mendapatkan makanan dari hasil jual buah Anggur, ya sekedar bertahan hidup saja.
Hasil pertanian tidak dapat kami manfaatkan untuk sekolah anak anak kami hingga ke perguruan tinggi, karena kita tahu sendiri harga anggur benar benar jatuh. Tidak ada solusi lain terpaksa kami jual ke pasara regional seperti di pasar Gaza City, pasar Gaza selatan dan pasar wilayah Gaza lainnya.
Harga anggur benar-benar jatuh, buah anggur Merah di pasar lokal dihargai, jika di rupiahkan, seharga Rp. 20.000, sedangkan anggur kuning Rp. 16.000,-.
Biaya yang kami keluarkan untuk perawatan anggur dari awal hingga hari pertama panen jika di rupiahkan berkisar Rp. 90,000,000. Tidak sebanding dengan keuntungan yang kami peroleh.
“Ya antum pahamlah, kondisi Palestina masih dijajah, tanah kami masi di rampas bahkan perkebunan kami ini pernah digusur dibakar oleh militer Yahudi. Kami tanam kembali, mereka gusur, kami tanam kembali dan mereka gusur.Gaza pun masih diblokade, harapan kami sebagai petani Gaza menghimbau kepada asosiasi petani di seluruh dunia, mari kita suarakan bergandegnan tangan membahas nasib para petani di seluruh dunia khususnya petani Jalur Gaza,” harap Abu Mahmud.
Abdillah Onim
(azm/arrahmah.com)