Hanya beberapa hari setelah gencatan senjata diumumkan di Gaza, mengakhiri 51 hari pengeboman oleh “Israel”, ratusan peternak muncul di pusat distribusi di al-Zawayda, Deir al-Balah untuk menerima pakan ternak.
“Kami mendistribusikan pakan untuk semua domba dan kambing di Gaza,” ujar Ciro Fiorillo, kepala lokal Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) kepada para peternak yang berkumpul.
“Untuk setiap keluarga penggembala, kami dapat memberikan pakan ternak yang dibutuhkan untuk memberi makan setiap hewan selama satu bulan setengah.”
Didanai oleh pemerintah Kanada, distribusi pakan ternak bertujuan untuk mempertahankan ternak yang tersisa di Gaza. Dua operasi militer “Israel” dalam tiga tahun terakhir telah secara drastis mengurangi jumlah domba dan kambing di Gaza.
Sensus tahun 2010 tercatat 73.500 hewasn, sementara hanya 58.000 yang terdaftar untuk distribusi pakan ternak musim panas ini.
“Ini berarti bahwa lebih dari 15.000 hewan telah hilang. Kami tidak tahu apakah mati karena tidak ada pakan atau air. Kami hanya tahu bahwa mereka tidak ada lagi, yang berarti bahwa 20 persen dari populasi hewan telah hilang. Ini jumlah yang besar,” ujar Fiorillo kepada Al Jazeera.
Di bulan Agustus, bom “Israel” masih membombardir seluruh Gaza, FAO memperkirakan bahwa setengah dari populasi unggas Gaza telah mati baik karena tembakan langsung di kandang mereka atau karena kurangnya perawatan karena terbatasnya akses selama perang. Memelihara hewan ternak menjadi mata pencaharian sekitar 3.600 keluarga Gaza.
“Pada dasarnya banyak orang yang kehilangan sarana untuk bertahan hidup,” ujar Fiorillo.
Menumpuk karung putih berisi pakan ternak ke gerobak yang ditarik keledai, Talal Jamil Munther mengatakan ia kehilangan setara 7.000 USD selama perang.
“Kami memiliki sapi, domba dan merpati, sebagian besar dari mereka hilang,” ujarnya kepada Al Jazeera.
“Kami mengelola ternak karena bantuan kemanusiaan dan kerja keras, kami hidup dari hari ke hari dan menjalani apa pun yang ada di hadapan kami. Apa yang bisa kami lakukan?”
Meskipun sebagian besar makanan yang hadir di meja keluarga Gaza diimpor, produk lokal merupakan sumber penting makanan bergizi dan terjangkau. Tapi menurut Biro Pusat Statistik Palestina, harga index konsumen Palestina meningkat enam persen
pada Agustus dibandingkan dengan tahun sebelumnya terutama disebabkan oleh lonjakan harga sayuran segar, buah-buahan dan susu. Harga tomat meningkat hampir tiga kali lipat dan harga telur serta kentang naik 40 persen selama perang, hanya
orang-orang terkaya di Gaza yang mampu membeli barang-barang segar dan diproduksi secara lokal.
Tujuh minggu pemboman sepanjang musim panas telah menghancurkan sebagian besar lahan pertanian Gaza sekitar 17.000 hektar, serta infrastruktur pertanian seperti rumah kaca, sistem irigasi dan penampungan hewan. Dan saat petani harus mengungsi, meninggalkan lahan mereka, hampir semua tanaman yang belum dipanen hancur.
“Serangan ‘Israel’ secara sengaja dan sistematis menargetkan tanaman, batu, manusia, bahkan hewan dan burung,” ujar Haifa Al Agha, Menteri Urusan Wanita yang berada di Deir Balah untuk bertemu dengan petani Palestina.
“Serangan barbar ‘Israel’ menargetkan kehidupan sosial dan ekonomi di seluruh Gaza, serangan ini mengakibatkan kerugian besar dalam beberapa sektor yang memerlukan waktu bertahun-tahun untuk memulihkannya.”
Menurut Departemen Pertanian Palestina, kerugian yang dialami di sektor pertanian sekitar 500 juta USD termasuk 350 juta USD kerugian langsung.
Sebuah laporan baru-baru ini oleh Bank Dunia menemukan bahwa ekonomi Palestina telah masuk ke dalam resesi bahkan sebelum musim panas dengan 70 persen warga hidup dengan penghasilan kurang dari 2 USD per hari. Konflik telah menambah situasi
ekonomi menjadi sangat memprihatinkan.
“Konflik baru-baru ini telah memiliki dampak pada perekonomian Gaza di semua sektor, di samping kehilangan nyawa secara tragis,” ujar Steen Lau Jogersen, direktud Bank Dunia untuk Tepi Barat dan Gaza.
Di pusat distribusi pakan ternak di Deir al-Balah, Fiorillo menjelaskan bahwa FAO berusaha untuk memastikan keuntungan yang maksimal bagi perekonomian Palestina dengan membeli pakan ternak dari pemasok lokal, bukan mengimpor. Namun untuk
beberapa peternak, dibutuhkan lebih banyak biaya untuk menebus kerusakan yang disebabkan oleh perang.
Deir al-Balah adalah wilayah yang dekat dengan dinding “Israel” yang merangkum jalur pantai kecil, Eyad Ziyan Abu Ghuleiba menyaksikan pemboman yang membakar dan menghancurkan ladang zaitun.
“Aku memiliki lima dunam (setengah hektar) pohon zaitun. Mereka dihancurkan oleh buldoser ‘Israel’,” ujarnya. “Pohon- pohon yang berusia sekitar 50 tahun kini telah lenyap.”
Dia menjelaskan bahwa sekitar 50 keluarga, yang berisi ratusan orang dari suku yang sama, tinggal di sana. Mereka semua petani, tetapi perlahan-lahan menyaksikan tanah mereka yang hancur selama operasi militer yang terus-menerus dilancarkan
bertahun-tahun.
Menurut pria berusia 42 tahun itu, nenek moyangnya telah memiliki tanah tersebut selama lebih dari 200 tahun, dan meskipun tanaman hancur, mereka tidak memiliki pilihan selain menanam kembali.
“Apa yang bisa kami lakukan?” Beri kami alternatif dan kami akan melakukannya. Tapi jika semua petani meninggalkan tanah mereka, Jalur Gaza akan kosong dari orang.” (haninmazaya/arrahmah.com)