Oleh Ine Wulansari
Pendidik Generasi
Pesta demokrasi yang sebentar lagi akan digelar membutuhkan banyak persiapan yang matang dan biaya yang besar. Tak sedikit kandidat calon peserta pemilu menggelontorkan uang untuk kampanye dan memikat hati masyarakat. Akan tetapi banyak juga yang gagal melenggang meraih jabatan yang diinginkan. Akibatnya, peserta pemilu yang gagal mengalami kerugian secara material bahkan mengalami gangguan mental.
Sebagai antisipasi, sejumlah rumah sakit menyiapkan ruangan khusus untuk mengantisipasi calon legislatif (caleg) yang mengalami stres dan gangguan jiwa akibat gagal dalam pemilihan di Pemilu 2024. Diantaranya Rumah Sakit Oto Iskandar Dinata, Soreang, Jawa Barat, sebagai salah satu RS yang menyediakan ruangan khusus untuk caleg yang mengalami gangguan mental. Tidak hanya itu, pihak RS menyiapkan dokter spesialis jiwa bagi caleg yang stres usai mengikuti pemilu 2024.
Begitu juga dengan RS Abdoer Rahiem Situbondo, Jawa Timur sedang menyiapkan ruangan khusus rawat inap jiwa untuk pasien dengan gangguan mental psikologis seperti caleg yang stres. Menurut Roekmy Direktur RS Abdoer Rahiem mengatakan, pihaknya tengah mempersiapkan fasilitas seperti poli jiwa yang ditangani oleh psikiater dan psikolog. (kompas.tv, 24 Januari 2024).
Belajar dari situasi dan kondisi di pemilu-pemilu sebelumnya, kecenderungan orang stres meningkat. Menurut Abdul Aziz selaku Anggota Komisi E DPRD DKI Jakarta, Dinas Kesehatan DKI Jakarta diminta untuk menyediakan layanan konseling maupun fasilitas kesehatan kejiwaan untuk calon anggota legislatif pemilu 2024 yang mengalami stres akibat gagal terpilih. Diketahui Pemerintah Kota Jakarta Pusat telah menyampaikan pihaknya menyediakan fasilitas kesehatan dan layanan kesehatan jiwa di Puskesmasdan Rumah Sakit. (detiknews.com, 26 Januari 2024).
Pemilu Dalam Demokrasi
Bukan rahasia umum lagi, pasca pemilu, disinyalir banyak caleg gagal terpilih kena mental alias stres. Fenomena ini makin membuktikan bahwa pemilu dalam sistem saat ini rentan menyebabkan gangguan mental. Berkaca pada hal tersebut, setidaknya ada tiga penyebab terjadinya pemilu dalam sistem demokrasi bisa menghantarkan para pesertanya mengalami ganngguan jiwa. Pertama, pemilu hari ini berbiaya tinggi. Sehingga pasti membutuhkan perjuangan dengan mengerahkan berbagai macam cara untuk meraih kemenangan. Di sisi lain, jabatan merupakan dambaan yang diinginkan. Sebab dianggap mampu menaikkan harga diri atau prestise, juga sebagai jalan mengembalikan modal yang telah dikeluarkan selama masa kampanye digelar. Ditambah lagi, berbagai macam fasilitas dan kemudahan lainnya akan didapatkan, seperti mobil dinas, rumah dinas, dan lain sebagainya.
Kedua, kebanyakan caleg mempunyai tujuan untuk mendapatkan kekuasaan dan materi. Memang tidak sedikit yang berhati tulus ingin membawa bangsa ini lebih baik lagi, bahkan ada yang ingin menerapkan Islam. Hanya saja, jumlah mereka sangat minim dan keberadaan mereka tertutupi oleh orang-orang yang memiliki ambisi dalam meraih kekuasaan dan harta.
Mereka yang ingin berada ditampuk kekuasaan (+dapat menghalalkan segala cara), sebab sistem yang diterapkan saat ini yakni demokrasi sekuler mengesampingkan kejujuran dalam meraihnya. Di mana bersandar pada asas yang menjauhkan agama dari kehidupan, membuat calon wakil-wakil rakyat tersebut bertarung saling sikut demi mencapai tujuan. Mereka menampakkan ambisinya dibanding memperjuangkan nasib rakyat. Cara haram pun akan ditempuh asalkan bisa memenangkan kontestasi. Dengan begitu, kandidat yang ikhlas dan sedikit ini akan tersingkir. Karena kebanyakan dari mereka menempuh kekuasaan dengan jalur kecurangan.
Ketiga, setelah pertarungan sengit dalam pesta demorasi berakhir dan terpilihnya wakil rakyat, akan kita dapati para pemenang tidak sama sekali menjadi gambaran yang diharapakan rakyat. Berbagai kebijakan justru tidak mewakili suara rakyat, yang ada seiring bergantinya kekuasaan maka tak nampak perbaikan bagi bangsa dan negara ini. Begitu juga dengan rakyat. Oleh karena itu, pada kenyataannya pesta demokrasi sekadar alat dalam melanggengkan kekuasaan para oligarki. Rakyat seakan-akan berperan dalam menentukan penguasa, padahal semua telah diatur secara sempurna agar pemenang adalah orang yang tunduk pada pengusaha. Miris bukan? Hal ini juga yang membuat caleg depresi sebab suaraya dicurangi tanpa bisa berbuat apa-apa.
Kekuasaan Dalam Islam
Islam memandang bahwa jabatan dan kekuasaan adalah amanah yang akan dimintai pertanggung jawaban di hadapan Allah Ta’ala kelak, dan harus dijalankan sesuai ketentuan Allah dan RasulNya. Maka siapa saja yang mencalonkan diri untuk memegang jabatan, ia harus yakin mampu menjalankannya dengan amanah. Sebab, siapa saja yang khianat dalam amanahnya, maka balasannya adalah neraka. Sebagaimana sabda Nabi saw.: “Barang siapa diberi beban oleh Allah untuk memimpin rakyatnya, lalu mati dalam keadaan menipu rakyat, niscaya Allah mengharamkan surga atasnya.” (HR. Muslim).
Orang yang berada ditampuk kekuasaan harus yang memahami agama. Jika tidak, ia akan mencelakai diri sendiri sekaligus memcelakai rakyatnya. Pemahaman agama akan diperoleh melalui sistem pendidikan Islam yang akan membentuk individu menjadi yang memahami bahwa kekuasaan adalah amanah besar. Selain itu melalui pendidikan yang berbasis akidah Islam, siapa saja yang terpilih sebagai wakil rakyat, ia akan beriman pada qadha dan qadar sebagai ketetapan yang harus dijalankan. Begitu juga saat tidak terpilih ia akan senantiasa bersyukur, bersabar, dan terhindar dari gangguan mental.
Walhasil, para peserta dalam pemerintahan Islam adalah mereka yang taat pada Allah Ta’ala. Tujuan mereka meraih jabatan semata untuk meraih ridha-Nya. Pelaksanaan kontestasi pemilu dalam sistem Islam sangat mudah dan sederhana, tidak membutuhkan biaya yang tinggi hingga para kontestan menguras harta. Apalagi harus pinjam sana-sini untuk membiayai kampanye dan lainnya. Sehingga jika mereka kalah tidak menjadi beban baik harta maupun mental. Dengan demikian, seorang yang akan memimpin masyarakat adalah mereka yang secara keimanan begitu kuat. Karena mereka yakin setiap amanah yang diemban merupakan tanggung jawab berat di hadapan Allah kelak.
Wallahua’lam bish shawab.