XINJIANG (Arrahmah.com) – Sebuah perusahaan penempatan kerja di Cina telah memindahkan ribuan pekerja Uighur, termasuk para gadis berusia 16 tahun, dari Xinjiang ke pabrik-pabrik di wilayah lain di Cina pada tahun ini, dan berencana untuk mengirim ribuan orang lainnya pada awal 2022, ungkap RFA pada Sabtu (13/11/2021).
RFA melakukan penyelidikan setelah beredar sebuah iklan berbahasa Cina di aplikasi Weibo dan WeChat, di mana dalam iklan tersebut tertulis bahwa lebih dari 2.000 orang Uighur, dengan rentang usia 16-30 tahun, memiliki keterampilan bahasa Mandarin yang baik, dan gelar sekolah kejuruan, akan tersedia untuk bekerja selama dua tahun di berbagai daerah di seluruh negeri.
Iklan tersebut tidak mencantumkan nama perusahaan tetapi mencantumkan nomor telepon yang dapat dihubungi oleh para eksekutif bisnis yang membutuhkan tenaga kerja.
Ketika RFA menghubungi nomor tersebut, wanita yang menjawab mengatakan bahwa iklan tersebut diposting oleh perusahaan penempatan kerjanya di prefektur Liangxian provinsi Sichuan. Perusahaan baru-baru ini telah mengirim lebih dari 3.000 pekerja dari Kashgar ke dua lokasi berbeda di Cina, kata wanita itu.
“Mereka tidak lagi tersedia. Sudah ditempatkan,” kata perempuan yang tidak mau disebutkan namanya itu.
“Semuanya dari Kashgar, Uighur,” katanya, mengacu pada sebuah kota di Xinjiang selatan dengan populasi lebih dari 700.000 jiwa.
Pada bulan Juni, orang-orang Uighur telah dipindahkan ke dua lokasi di Nanjing, provinsi Jiangsu, di mana mereka menerima gaji 2.000 yuan (US$313) per bulan, kata karyawan tersebut.
Dari pengiriman pekerja tersebut, perusahaan menerima subsidi sebesar 600 yuan per pekerja per bulan, imbuhnya. Tetapi tidak jelas apakah subsidi itu diambil dari gaji pekerja atau merupakan pembayaran terpisah yang diberikan kepada perusahaan penempatan kerja.
Beberapa pekerja Uighur yang dikirim ke Nanjing dipindahkan dari “penjara”, yang disebut oleh pemerintah China sebagai kamp “pendidikan ulang” di Xinjiang, kata perekrut itu.
Sekitar 1,8 juta orang Uighur dan minoritas Muslim lainnya diyakini telah ditahan melalui sistem kamp sejak 2017. Para tahanan ditahan di luar kehendak mereka dan mengalami perlakuan tidak manusiawi dan indoktrinasi politik.
Tidak jelas berapa banyak pekerja yang ditawarkan dari Kashgar yang merupakan bagian dari sistem kamp.
Cina telah mengatakan bahwa kamp-kamp itu adalah upaya untuk mencegah ekstremisme agama dan terorisme di wilayah yang menjadi tempat tinggal sekitar 12 juta Muslim Uighur.
Dalam empat tahun sejak awal kampanye interniran massal pada tahun 2017, para peneliti telah mengungkap perampasan hak asasi warga Uighur oleh Cina, dan mereka dijadikan sebagai tenaga kerja murah di bidang manufaktur.
Otoritas bea cukai AS telah memasukkan daftar hitam berbagai macam produk dari Xinjiang termasuk bahan panel surya, wig, elektronik, tomat, dan kapas karena khawatir bahan-bahan tersebut diproduksi oleh para tenaga kerja paksa.
Dalam telepon, sebagai bentuk tindak lanjut dari RFA pada hari berikutnya, karyawan perusahaan yang sama mengatakan sekitar 30% pekerja yang dipindahkan dari Kashgar ke Nanjing berusia antara 16 dan 18 tahun. Laporan sebelumnya oleh kelompok hak asasi tidak menyebutkan remaja Uighur di antara yang dipaksa untuk menjadi tenaga kerja.
Semua yang dipindahkan bisa berbahasa Mandarin, kata karyawan itu. Sekitar 13% dari pekerja yang dipindahkan adalah lulusan universitas, dan sisanya merupakan lulusan dari beberapa jenis sekolah. Sepertiganya adalah wanita lajang, dan sisanya adalah pria, kata karyawan itu.
Ribuan pekerja tambahan dijadwalkan akan ditransfer pada Maret 2022, meskipun perusahaan dapat mengirim mereka lebih awal jika diperlukan, tambah karyawan itu.
Karyawan tersebut, mengatakan dia telah bekerja dengan pihak berwenang di Kashgar untuk memindahkan para pekerja, meskipun dia tidak menyebutkan agen yang telah dia hubungi.
Pihak berwenang di Kashgar yang dihubungi oleh RFA menolak berkomentar. Seorang pejabat mengatakan pemindahan pekerja merupakan “rahasia negara.”
Seorang pejabat Uighur di cabang Kashgar dari Asosiasi Wanita Xinjiang menolak untuk mengatakan apakah para pekerja telah dipindahkan dari kamp-kamp penahanan di Xinjiang. Dia membantah bahwa ada pekerja perempuan yang menjadi bagian dari pemindahan tersebut.
“Tidak, tidak ada yang berhubungan dengan wanita,” katanya kepada RFA. “Jika ada, mereka akan memberi tahu kami. Apa pun masalahnya, Anda dapat bertanya kepada komite politik dan hukum. ”
Investigasi RFA sebelumnya terhadap kerja paksa Uighur di Kashgar mengungkapkan bahwa sembilan mantan tahanan kamp, termasuk Erkin Hashim, yang telah dibebaskan dari sebuah kamp di dekat bandara kota, telah bekerja sebagai kuli angkut untuk sebuah perusahaan angkutan di sebuah dok pemuatan di kota Kashgar. Mereka memperoleh gaji bulanan 2.200 yuan, tetapi harus menyerahkan 900 yuan kepada staf di kamp tempat mereka sebelumnya ditahan.
Investigasi RFA pada Oktober 2020 terhadap tenaga kerja paksa Uighur yang dipindahkan dari kotapraja Imamlirim di daerah Uchturpan di wilayah tersebut di prefektur Aksu, menemukan bahwa beberapa tahanan kamp lokal telah dikirim ke sebuah pabrik di Aksu untuk bekerja sebagai bagian dari program kerja paksa.
Pada saat itu, seorang pejabat keamanan kotapraja mengatakan bahwa lulusan “luar biasa” dari pusat “pendidikan ulang” dikirim secara paksa untuk bekerja dengan kontrak tiga tahun di Pabrik Tekstil Aksu Huafu, yang memproduksi benang katun untuk pakaian.
Dia juga mengatakan bahwa para pekerja tidak diizinkan untuk pergi mengunjungi keluarga mereka.
Fasilitas tersebut, yang sebagian besar mempekerjakan orang Uighur, adalah bagian dari Perusahaan Mode Huafu Cina, yang telah diidentifikasi sebagai bagian dari skema kerja paksa dan ditempatkan di “Daftar Entitas” AS pada Mei 2020 untuk pelanggaran hak asasi manusia.
Penyelidikan tersebut dilakukan setelah adanya penangkapan Miradil Hesen pada September 2020, seorang warga Uighur di prefektur Aksu, yang memposting video, direkam secara rahasia, di YouTube yang menyoroti praktik perburuhan yang kejam.
Video-video tersebut merupakan salah satu bukti yang berkembang bahwa kamp-kamp interniran di Xinjiang tidak lagi sekadar tempat untuk indoktrinasi politik tetapi telah menjadi sumber kerja paksa, dengan para tahanan dikirim untuk bekerja di pabrik kapas dan tekstil.
Dalam videonya, Hesen memberikan laporan rinci tentang wanita muda dan etnis Uighur lainnya dari daerah Uchturpan yang telah dipaksa bekerja di Pabrik Tekstil Aksu Huafu 12 jam sehari, dengan hanya satu hari libur setiap bulan.
Miradil ditangkap di provinsi Jiangsu, Cina timur, di mana dia mengatakan dia telah dicari oleh polisi sejak Agustus 2018 karena mengunduh Instagram—yang dilarang di negara itu—ke ponselnya. Dia menuduh otoritas Aksu menjual penduduk lokal ke sebuah perusahaan di Jiangsu seolah-olah mereka adalah budak.
Kebenaran klaim ini dikonfirmasi oleh pejabat perusahaan di Jiangsu selama penyelidikan yang dilakukan oleh RFA.
Pemerintah AS telah menetapkan bahwa penindasan dan pelecehan Cina terhadap Uighur di Xinjiang, termasuk, penggunaan kerja paksa, merupakan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Anggota parlemen AS pada tahun 2020 dan 2021 mengesahkan Undang-Undang Pencegahan Kerja Paksa Uighur yang mengasumsikan barang-barang Xinjiang dibuat di bawah tekanan kerja paksa kecuali terbukti sebaliknya dan melarang produk tersebut memasuki AS. (rafa/arrahmah.com)