WASHINGTON (Arrahmah.com) – Para investor AS di East Mediterranean Gas Co (EMG) menempuh jalur hukum melawan pemerintah Mesir untuk meyakinkan bahwa Israel tetap memperoleh gas, salah seorang pejabat menyatakan kepada Reuters, Senin (30/5/2011).
Perusahaan Amerika, EGI, yang juga merupakan rekanan EMG menyatakan bahwa pihaknya sedang berusaha untuk memperoleh ketetapan internasional untuk menyikapi Mesir yang diklaim gagal melindungi investasi yang diatur dalam perjanjian AS-Mesir.
EMG yang mengekspor gas alam Mesir untuk Israel terhambat pada akhir April lalu. Pasokan gas dihentikan selama lebih dari sebulan setelah terjadi ledakan pada pipa penyaluran gas di Mesir di tengah kekacauan politik negara tersebut dan pengusiran dari Presiden Hosni Mubarak.
Dalam sebuah surat yang ditujukan kepada pemerintah Mesir, EGI menuduh Mesir gagal memberikan perlindungan keamanan penuh terhadap investasi EMG dan menolak untuk melanjutkan pengiriman gas melalui EMG.
Tidak ada komentar resmi langsung dari Mesir, sejauh ini.
Pejabat yang berbicara kepada Reuters dengan identitas yang dirahasiakan menyatakan bahwa ketetapan yang dapat menyudutkan Mesir sebagai pihak pelanggar perjanjian dan mengharuskan negara itu untuk membayar ganti rugi yang besar, dapat dikeluarkan di Washington DC dalam waktu enam bulan.
“Kami tidak berpikir ada keputusan politik untuk menghentikan ekspor gas ke Israel. Masalah sebenarnya ada pada pengambilan keputusan dalam pemerintah Mesir,” tambahnya.
Pejabat itu mengatakan EMG telah menginvestasikan $ 550 juta untuk pipa lepas pantai yang menghubungkan al-Arish, Mesir ke Ashkelon, Israel.
Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, pada hari Senin (30/5) menyinggung keadaan Mesir yang dinilainya telah melemah. Netanyahu mengatakan bahwa Mesir mengalami kesulitan mempertahankan kontrol di Semenanjung Sinai, di mana para penyabot telah meledakkan pipa yang berdampak pada terganggunya pengiriman gas ke Israel dan Yordania.
“Mesir saat ini dijalankan oleh pemerintahan transisi,” Netanyahu dikutip oleh seorang pejabat yang mengatakan kepada komite parlemen.
“Mesir mengalami kesulitan menegaskan kedaulatannya di Sinai. Ini terlihat dalam ledakan gas yang terjadi di lokasi tersebut.”
Dalam perjanjian yang ditandatangani pada tahun 2005, Israel akan menerima gas alam dari Mesir selama 20 tahun. Mesir menyatakan bahwa kesepakatan itu tidak adil karena mereka harus mengekspor gas ke negara Israel lebih rendah dari harga pasar.
Karena gangguan 27 April, kata pejabat itu, Mesir mengalami kerugian ekonomi dari sektor tersebut sebesar empat juta dolar sehari.
Bulan lalu, Perdana Menteri Mesir, Essam Sharraf, mengatakan bahwa pemerintah sedang dalam proses meninjau kontrak gas negaranya dengan Israel dan Yordania dalam rangka untuk mengembalikan kerugian negara yang berkisar antara 3-4 dolar.
EMG dimiliki oleh pengusaha Mesir Hussain Salem, Egypt Natural Gas Co, Thailand PTT, pengusaha Amerika Sam Zell yang juga menjabat sebagai direktur EGI, Ampal-American Israel Corp, dan perusahaan Israel Merhav.
Salem adalah seorang tokoh kontroversial yang dikenal karena hubungan dekatnya dengan mantan rezim otoriter Mesir dan Mubarak. Dia sedang diselidiki atas pelanggaran keuangan yang melibatkan kegiatan di sektor minyak dan ekspor gas Mesir ke Israel. Ia melarikan diri pada bulan Januari dan otoritas meminta Interpol untuk mengeluarkan surat perintah penangkapan. Ia ditangkap di Dubai dan hartanya senilai $ 500 juta disita. (althaf/arrahmah.com)