JAKARTA (Arrahmah.com) – Pengurus Pusat Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (PP IPHI), Mahrus Ali mengatakan, penandatanganan nota kesepahaman (MoU) antara Menkominfo Rudiantara dan Menteri Komunikasi dan Teknologi Informasi Arab Saudi pada 5 Juli 2019 lalu cacat hukum.
Pasalnya, Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) dan Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) jelas tercantum dlm UU Haji dan Umrah No 8 tahun 2019.
“Dalam UU itu jelas ada syarat dan ketentuan khusus, bukan sekedar aplikator penyedia tiket dan akomodasi,” ujar Mahrus Ali, lansir Harian Terbit, Jumat (19/7/2019).
Ia mengungkapkan, untuk dapat berpartisipasi dalam PPIU dan PIHK maka perusahaan tersebut harus mengantongi izin dari Kemenag setelah 2 tahun berdiri sebagai badan hukum.
Oleh karena itu, lanjutnyam Traveloka dan Tokopedia bukan perusahaan PPIU dan PIHK, sehingga tidak dapat terlibat sebagai penyelenggara perjalanan umrah dan haji khusus. Apalagi Haji dan Umrah bukanlah perjalanan biasa atau wisata religi, tetapi ibadah. Oleh karena itu perjalanannya pun diatur dalam UU Haji dan Umrah Nomer 8 tahun 2019.
Mahrus menegaskan, jika memang Traveloka dan Tokopedia tetap bisa ikut bisnis perjalanan haji dan umrah maka asosiasi-asosiasi haji dan umrah dapat menggugat secara hukum terhadap pihak-pihak yang terkait, seperti Kominfo.
Selain itu keberatan dan permohonan atensi juga dapat disampaikan kepada Kemenag sebagai regulator penyelenggaraan haji dan umrah.
“Karena MoU tersebut cacat hukum, melanggar UU Haji dan Umrah, maka Menkominfo dapat diminta untuk membatalkannya,” tandasnya.
Mahrus menuturkan, untuk mendapatkan ijin dari Kemenag agar bisa menjalankan bisnis umroh tidak mudah karena banyak proses yang harus dilewati. Bahkan dari Kemenag juga meninjau kantor biro perjalanan haji dan umroh.
Selain itu, lanjutnya, perusahaan juga harus melalui proses pembelajaran dan bimbingan memberangkat dahulu lewat travel-travel yang sudah eksis.
“Bisnis umroh dan haji adalah bisnis kepercayaan, ketika Menkominfo hanya melibatkan dua perusahaan maka secara tidak langsung pemerintah mengatakan bahwa hanya dua perusahaan tersebut yang bisa dipercaya. Lalu dimanakah letak keadilan dan etika bisnisnya,” tanyanya.
Lebih lanjut Mahrus mengatakan, tugas Pemerintah harusnya mendidik dan membimbing travel bukan malah mengabaikannya.
Ia menegaskan, harusnya pemerintah belajar dari pengalaman bahwa bangkrutnya ribuan travel tiketing yang membuat banyaknya pengangguran di Indonesia.
“Dengan Menkominfo tidak melibatkan asosiasi dan travel-travel yang sudah eksis dan berpengalaman maka terkesan Menkominfo hanya ingin menyelamatkan Traveloka dan Tokopedia agar mendapatkan kontrak baru yang bisa dijual ke investor,” ucapnya.
(ameera/arrahmah.com)