Oleh Novi Widiastuti
Pegiat Literasi
Perubahan iklim telah menjadi fenomena lingkungan yang nyata dan diakui sebagai salah satu ancaman terbesar bagi kehidupan manusia. Peningkatan suhu global memperbesar risiko terjadinya bencana terkait iklim, seperti banjir, tanah longsor, kekeringan, kegagalan panen, kerusakan keanekaragaman hayati, kenaikan permukaan laut, serta masalah kesehatan manusia.
Perubahan iklim sudah menjadi kenyataan yang dirasakan di banyak tempat di dunia, sehingga dibutuhkan tindakan konkret untuk memperkuat ketahanan masyarakat.
Program Kampung Iklim (ProKlim) adalah program berskala nasional yang dikembangkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup (KLH). Tujuan program ini untuk mendorong keterlibatan aktif masyarakat dan semua pihak dalam melakukan tindakan lokal guna meningkatkan ketahanan terhadap dampak perubahan iklim serta mengurangi emisi Gas Rumah Kaca (GRK).
Melalui pelaksanaan ProKlim, Pemerintah Kabupaten Bandung kembali menerima penghargaan untuk ketiga kalinya dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Penghargaan ini diberikan kepada Dadang Supriatna, Bupati Bandung, pada Festival LIKE2 (Lingkungan, Iklim, Kehutanan, dan Energi) yang berlangsung di Jakarta Convention Center, Jakarta Pusat, pada Jumat, 9 Agustus 2024 (Tribunjabar.id, 10/8/2024).
Program yang diluncurkan mencakup Gerakan Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) melalui pengelolaan sampah, penanaman dan perawatan pohon, pemanenan air hujan, serta yang terpenting adalah penerapan gaya hidup ramah lingkungan.
Upaya inovatif yang dilakukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pengelolaan sampah adanya kebijakan membuat minimal dua Lubang Cerdas Organik (LCO) di setiap rumah.
Untuk memperbaiki kondisi lingkungan dan meningkatkan kualitas udara muncul program Gerakan Penanaman Pohon untuk Keberlanjutan dan Kesejahteraan Lingkungan (Gep4k Sayang). Gerakan tersebut merupakan sebuah program yang mewajibkan masyarakat di Kabupaten Bandung untuk melakukan penanaman pohon dan rehabilitasi lahan kritis dalam upaya penghijauan.
Namun, apakah setiap program berjalan sesuai harapan dan membuahkan solusi dalam penyelesaian masalah perubahan iklim? Nyatanya tidak cukup sampai disini, persoalan tidak akan selesai sampai ketemu akar dari masalah perubahan iklim ini.
Program pengendalian iklim perlu dilakukan secara menyeluruh dengan melibatkan seluruh aparat pemerintah dan didukung oleh masyarakat. Terutama, diperlukan kebijakan negara yang memiliki peran strategis.
Bukan hanya sekadar mengimbau warga untuk memilah sampah dan menanam pohon, tetapi harus ada kebijakan negara yang berkesinambungan. Apa yang terjadi saat ini justru pembangunan infrastruktur, pengembangan area pariwisata, dan pembukaan lahan perumahan sering kali tidak memperhatikan tata ruang kota dan area hijau yang berfungsi sebagai paru-paru kota.
Kekacauan dalam kebijakan tata kelola tanah dan hutan, tumpang tindih kepemilikan lahan, pembabatan hutan, serta mudahnya izin bagi kawasan hutan milik rakyat menunjukkan bahwa kebijakan di negeri ini lebih condong mengutamakan kepentingan kelompok tertentu, yaitu mereka yang memiliki modal dan kekuasaan.
Akibat dari kebijakan yang bersifat kapitalistik ini, lingkungan mengalami kerusakan yang berujung pada bencana seperti banjir, kekeringan, dan hilangnya mata pencaharian bagi masyarakat sekitar.
Tidak mengherankan jika program-program yang ada tidak sejalan dengan kampanye pengendalian perubahan iklim, karena sistem yang mendasarinya adalah kapitalisme liberal. Kebijakan ini mendasarkan semua keputusan pada keuntungan dan kerugian. Hal ini tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi di seluruh dunia.
Berbeda dengan Islam sebagai sistem sempurna mempunyai solusi atas berbagai permasalahan, termasuk masalah perubahan iklim. Allah Swt. telah berjanji bahwa Islam akan membawa rahmat. “Kami tidak mengutus engkau, Wahai Muhammad, melainkan sebagai rahmat bagi seluruh manusia.” (QS Al Anbiya: 107)
Berita tentang kerusakan bumi akibat ulah tangan manusia karena tidak mau taat kepada Allah Swt. telah tertulis dalam Al-Qur’an. Hal itu sebagai alarm agar manusia mau kembali ke jalan yang lurus. “Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan.” (QS Al Araf: 96)
Oleh karena itu, kita perlu mengadopsi Islam sebagai ideologi untuk menyelesaikan masalah ini. Islam mengajarkan bahwa dalam memanfaatkan alam, kita tidak boleh merusaknya, melainkan harus menjaga dan melestarikannya. Jika digabungkan dengan ilmu pengetahuan, kita akan menemukan solusi untuk menghadapi perubahan iklim.
Selain itu, dalam pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) yang merupakan kepemilikan umum, negara memiliki tanggung jawab untuk mengelolanya demi kepentingan umat Muslim, dan dilarang bagi pihak swasta untuk menguasainya.
Rasulullah saw. bersabda, “Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara, (yaitu) air, api, dan padang gembala.” (HR Abu Dawud dan Ibnu Majah).
Saat negara mengelola sumber daya alam, lingkungan akan terlindungi dengan lebih efektif. Negara juga akan berupaya memulihkan fungsi ekologis dan hidrologis dari hutan, sungai, dan danau. Hutan berperan penting dalam pengaturan iklim global, sehingga pemanfaatan sumber daya alam seperti hutan oleh manusia perlu dilakukan dengan cara yang berkelanjutan dan tidak merusak.
Negara akan melaksanakan rehabilitasi dan menjaga konversi lahan hutan untuk memastikan resapan air tetap terjaga. Selain itu, negara harus mengedukasi masyarakat tentang pentingnya menjaga lingkungan, menerapkan pola hidup bersih dan sehat, serta memberikan sanksi yang tegas terhadap pelaku kerusakan lingkungan.
Selanjutnya, negara akan melakukan pembangunan, penelitian, dan teknologi yang ramah lingkungan dengan dukungan dana penuh dan pemberdayaan para ahli di bidangnya, sehingga menghasilkan kemajuan sains dan teknologi yang dapat meningkatkan kesejahteraan manusia.
Ketika negara dengan sistem pemerintahan Islam menjadi pusat peradaban melalui pembangunan kota-kota internasionalnya, konsep perencanaan tata ruang tidak hanya memperhatikan aspek sosial masyarakat tetapi juga keberlanjutan lingkungan. Aspek sosial tidak dapat dipisahkan dari pembangunan karena pemerintah Islam berupaya agar proyek pembangunan memiliki nilai spiritual.
Hal Ini menunjukkan bahwa Islam sangat memperhatikan pelestarian lingkungan. Dari sini, kita memahami bahwa Islam adalah ideologi yang sempurna dan menyeluruh. Satu-satunya cara untuk menyelamatkan dunia dari perubahan iklim adalah dengan meninggalkan kapitalisme dan mengadopsi aturan Islam sebagai alternatif.
Wallahualam bis shawwab.