WASHINGTON (Arrahmah.com) – Sejumlah pejabat Amerika dan Afghanistan terlibat dalam pembicaraan rahasia mengenai perjanjian keamanan jangka panjang yang cenderung mengatarkan pasukan, agen intelijen, dan angkata udara AS untuk tinggal di Afghanistan selama beberapa puluh tahun mendatang.
Meskipun tidak dipublikasikan, negosiasi ini telah berlangsung selama lebih dari sebulan untuk mengamankan perjanjian kemitraan strategis yang akan mencakup kehadiran Amerika di luar akhir 2014, tanggal penarikan 130.000 pasukan yang disepakati.
Pejabat Amerika mengakui bahwa meskipun menlu AS, Hillary Clinton, baru-baru ini mengatakan bahwa Washington tidak ingin ada pangkalan permanen di Afghanistan, rencana untuk memperpanjang kehadiran masih tetap mungkin dilakukan.
“Ada tentara AS di berbagai negara untuk waktu yang cukup panjang,” kata seorang pejabat AS, dikutip Guardian, Selasa (14/6/2011).
Pasukan Inggris, kata para pejabat NATO, juga akan tetap di Afghanistan hingga akhir 2014, sebagian besar terlibat dalam pelatihan atau pendampingan.
Meskipun, diklaim tidak akan ada “pasukan tempur”, hal itu tidak berarti mereka tidak akan mengambil bagian sama sekali dalam pertempuran. Pasukan salibis yang ditempatkan sebagai mentor bisa bertempur bersama pasukan Afghanistan, misalnya.
Pejabat senior NATO juga berdalih bahwa pihaknya memprediksi pemberontakan di Afghanistan akan berlanjut setelah 2014.
Setidaknya ada lima pangkalan di Afghanistan yang berpeluang menjadi markas besar pasukan khusus, intelijen, serta peralatan dan perangkat militer AS pasca 2014.
Berita terkuaknya pembicaraan rahasia AS-Afghanistan telah memicu keprihatinan yang mendalam antara negara-negara di kawasan Asia Tengah dan sekitarnya.
Rusia dan India merupakan contoh negara yang khawatir pada kehadiran AS dalam jangka waktu yang panjang. Cina, yang telah menerapkan kebijakan non-intervensi yang ketat di luar urusan ekonomi di Afghanistan, juga terlihat begitu resah dengan kabar tersebut.
Perunding Amerika akan tiba akhir bulan ini di Kabul untuk putaran baru perundingan. Pada perjanjian pertama yang dibingkai dalam kemitraan strategis dan komprehensif, pemerintah Afghanistan dilaporkan menolak isi perjanjian. Mereka mendesak AS agar menyertakan usulan mereka dalam perjanjian.
Negosiator Afghanistan kini telah mempersiapkan lampiran rinci sebagai usulan dan tuntutan yang akan disertakan dalam perjanjian bilateral itu.
“Kami sedang menghadapi ancaman umum terkait dengan jaringan teroris internasional. Mereka tidak hanya menjadi ancaman bagi Afghanistan tetapi juga bagi Barat. Kami ingin kemitraan ini juga berisi tuntutan yang kami butuhkan,” kata Rangin Spanta, penasehat keamanan nasional dan negosiator dari pihak Afghanistan.
“Kami tidak akan membiarkan tanah Afghanistan akan digunakan untuk merencanakan operasi penyerangan terhadap pihak ketiga (tuannya, AS),” kata Spanta.
Sementara itu, pejabat senior NATO berpendapat bahwa kehadiran militer internasional yang permanen akan menunjukkan kepada ‘pemberontak’ bahwa barat tidak akan meninggalkan Afghanistan dan mendorong mereka untuk berunding, melawan. (althaf/arrahmah.com)