WASHINGTON (Arrahmah.com) – Pertemuan antara Presiden AS Barack Obama dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu pada 9 November mendatang kemungkinan akan lebih memicu kemarahan Palestina.
Palestina sudah frustrasi dengan pergeseran kebijakan Obama untuk mengandungkan kemungkinan perluasan permukiman Israel di Tepi Barat, yang dikatakan oleh kalangan internasional sebagai aktivitas ilegal.
Palestina mengatakan Israel sudah terlalu jauh dan semena-mena menerobos ke dalam tanah Palestina untuk masa depan negaranya.
Baru-baru ini, seorang penasihat Perdana Menteri Otoritas Palestina, Salam Fayyad, menuduh menteri luar negeri AS, Hillary Clinton, diberi kompensasi oleh Israel untuk mendesak pihak Palestina melanjutkan perundingan damai tanpa prasyarat.
Pada 4 November, Omar al-ghul Hilmi mengatakan bahwa Clinton disuap oleh “Zionis” untuk mendukung kepentingan mereka dalam upaya menghidupkan kembali pembicaraan damai Palestina-Israel yang sempat terhenti.
Obama dan Netanyahu dijadwalkan untuk bertemu di Gedung Putih pada Senin malam (9/11) ini, tetapi tidak ada informasi lengkap mengenai agenda diskusi kedua orang tersebut.
Netanyahu telah secara terang-terangan menolak seruan untuk membekukan pembangunan pemukiman dan mengatakan bahwa hal itu tidak seharusnya menjadi prasyarat untuk memulai kembali perundingan damai.
Pembangunan pemukiman Yahudi ini diklaim menjadi hambatan besar dalam proses perdamaian dan telah menjadi salah satu bukti bahwa AS memiliki hubungan khusus dan serius dengan Israel. (althaf/prtv/arrahmah.com)