NEW DELHI (Arrahmah.id) – Pejabat pariwisata dari negara G20 berkumpul di Kashmir di bawah pengamanan ketat pada Senin (22/5/2023), di tengah boikot dari beberapa negara anggota forum tersebut.
Wilayah mayoritas Muslim ini diklaim secara penuh oleh India tetapi dikuasai sebagian oleh dua musuh bebuyutan, India dan Pakistan, yang telah berperang dua kali untuk menguasai wilayah tersebut. Wilayah yang disengketakan itu juga menjadi saksi perjuangan melawan pemerintahan India selama beberapa dekade.
Pertemuan tersebut, yang berlangsung di bawah kepresidenan G20 India tahun ini, adalah acara internasional besar pertama di Kashmir sejak New Delhi mencabut status otonomi khususnya dan membaginya menjadi dua wilayah yang diatur secara federal—Jammu dan Kashmir—pada 2019.
“Sebelumnya, acara seperti G20 akan disambut dengan seruan mogok dari Islamabad dan toko-toko akan tutup,” Jitendra Singh, menteri sains dan teknologi India yang berasal dari Jammu, mengatakan saat pembukaan pertemuan.
“Sekarang, semua toko buka.”
Pakistan, yang bukan anggota G20, pada April menggambarkan pertemuan itu sebagai “tidak bertanggung jawab”.
Sejak perubahan 2019, wilayah yang dikenal dengan kaki bukit Himalaya yang bergulung ini telah berubah menjadi hotspot wisata utama bagi pengunjung domestik, karena otoritas India berupaya menarik lebih banyak kegiatan ekonomi ke Kashmir dengan juga merayu investor asing.
Pusat komersial dan jalan Srinagar dirapikan untuk pertemuan G20, sementara keamanan ditingkatkan di seluruh kota dengan pengawasan CCTV ekstra, unit kontra-drone dan komando laut di bawah Garda Keamanan Nasional elit. Pembatasan mobilitas bagi warga sipil juga diberlakukan di jalan-jalan utama.
Altaf Hussain, mantan jurnalis BBC dan analis politik yang tinggal di Srinagar, mengatakan pemerintah India berusaha untuk memproyeksikan kenormalan di wilayah tersebut.
“Dengan mengundang delegasi internasional ke Srinagar, New Delhi ingin menunjukkan bahwa semuanya normal di lembah itu dan langkahnya untuk membatalkan status khusus kawasan itu telah menurunkan militansi di kawasan itu,” kata Hussain.
Lebih dari 60 delegasi dari negara anggota G20 diharapkan menghadiri acara pariwisata di Srinagar.
Sementara Cina, mengatakan pada Jumat (19/5) bahwa pihaknya tidak akan hadir karena Beijing “dengan tegas menentang diadakannya pertemuan G20 dalam bentuk apapun di wilayah yang disengketakan.” Anggota blok lainnya, termasuk Turki, Arab Saudi, Mesir dan Indonesia juga diperkirakan akan menjauh, menurut laporan.
“Ini adalah situasi yang menarik,” kata Prof. Siddiq Wahid, seorang analis politik asal Srinagar, kepada Arab News. “Undur dirinya sejumlah negara dari acara G20 di Kashmir merupakan bentuk pernyataan yang signifikan.”
Sebagai presiden G20, India akan menjadi tuan rumah pertemuan puncak pada September, di mana para pemimpin dari ekonomi terbesar dunia, yang terdiri dari 19 negara dan Uni Eropa, diharapkan hadir. Pengelompokan tersebut menyumbang sekitar 80 persen dari output ekonomi global dan dua pertiga dari populasi dunia.
“Ini adalah situasi kompleks yang menunjukkan ketidakpercayaan terhadap kebijakan luar negeri India,” kata Wahid. (zarahamala/arrahmah.id)