MARIB (Arrahmah.id) – Pertempuran sengit antara pasukan pemerintah dan kelompok teroris Syiah Houtsi yang didukung Iran pecah di Yaman pada akhir pekan setelah milisi menolak untuk memperbarui gencatan senjata yang ditengahi PBB yang berakhir pada Ahad (2/10/2022), ujar sumber.
Pertempuran paling sengit terjadi di luar pusat kota Marib dan di daerah Al-Fakher di provinsi Dhale, di mana Houtsi menyerang pasukan pemerintah dengan mortir, peluru meriam, tank, dan drone yang dilengkapi dengan bahan peledak, kata seorang pejabat militer kepada Arab News.
Hanya beberapa menit setelah gencatan senjata berakhir pada Ahad malam, Houtsi mulai menembaki tentara pemerintah dengan senjata berat dan drone di daerah pegunungan Al-Baleq, selatan Marib. Setelah itu, mereka maju ke darat dalam upaya untuk menguasai wilayah perbukitan yang menghadap ke kota, lansir Arab News (3/10).
Pada saat yang sama, kombatan Houtsi lainnya melancarkan serangan terhadap pasukan pemerintah di Al-Kasarah, Raghwan dan Mas, sebelah barat Marib.
Serangan itu memicu pertempuran sengit dengan loyalis, yang mampu mendorong mereka kembali.
“Mereka telah mempersiapkan pertempuran ini sejak awal gencatan senjata,” kata pejabat itu, yang meminta untuk tidak disebutkan namanya, menambahkan bahwa Houtsi mengalami kerugian yang signifikan dalam bentrokan dan tidak dapat maju di medan perang.
Pertempuran sengit juga meletus di Al-Fakher di Dhale, di mana pasukan selatan pro-kemerdekaan mengatakan mereka telah menangkis serangan Houtsi di posisi mereka segera setelah gencatan senjata berakhir.
Ada juga baku tembak sporadis antara pasukan pemerintah dan Houtsi di luar kota Taiz yang terkepung. Pertempuran meletus setelah Utusan Khusus PBB untuk Yaman Hans Grundberg gagal membujuk Houtsi untuk memperbarui gencatan senjata.
Dia mengatakan pada Ahad (2/10) bahwa gencatan senjata yang ditengahi PBB, yang mulai berlaku pada 2 April dan diperbarui dua kali, tidak akan diperpanjang untuk ketiga kalinya. Dia berterima kasih kepada pemerintah Yaman karena secara positif bekerja sama dengan proposalnya untuk mengakhiri perang.
Beberapa jam sebelum pengumuman, Grundberg mengatakan kepada Rashad Al-Alimi, presiden Dewan Kepemimpinan Presiden Yaman, bahwa Houtsi telah menolak proposal terbarunya untuk memperpanjang gencatan senjata.
Kegagalan untuk memperbaruinya memicu kemarahan dan kritik, terutama diarahkan pada Houtsi, karena gencatan senjata telah secara signifikan mengurangi kekerasan di Yaman, memungkinkan bandara Sana’a dibuka kembali dan memungkinkan puluhan kapal bahan bakar berlabuh di pelabuhan Hudaidah.
Perdana Menteri Yaman Maeen Abdul Malik Saeed mengutuk Houtsi karena gagal memperbarui gencatan senjata dan mendesak masyarakat internasional untuk meninggalkan kebijakan lunaknya terhadap Houtsi dan mengambil tindakan agresif untuk menghukum mereka karena menyabotase upaya perdamaian.
“Kebijakan peredaan (dari komunitas internasional) tidak meningkatkan kemungkinan perdamaian dan malah mendorong Houtsi untuk menjadi lebih keras kepala,” katanya seperti dikutip oleh media resmi, menambahkan bahwa Houtsi menafsirkan konsesi dan membujuk mereka sebagai tanda kelemahan.
“Setiap kali ada kesempatan untuk perdamaian muncul, milisi Houtsi, yang didukung oleh rezim Iran, memilih untuk menyia-nyiakannya dengan memilih untuk berperang,” kata Saeed.
Organisasi bantuan internasional yang bekerja di Yaman juga mengungkapkan kekecewaan mereka pada pertempuran baru dan dampaknya terhadap warga sipil dan upaya kemanusiaan di negara itu.
“Kami sangat kecewa karena gencatan senjata di #Yaman belum dipulihkan,” kata Dewan Pengungsi Norwegia di Twitter.
“Kami menyerukan kepada pihak-pihak yang berkonflik untuk mempertimbangkan kembali, menahan diri dari menarik pelatuk dan memperpanjang lengan diplomasi seperti yang telah mereka lakukan selama 6 bulan.”
Fabrizio Carboni, direktur Komite Internasional Palang Merah Dekat dan Timur Tengah, juga menyerukan diakhirinya pertempuran, dengan mengatakan gencatan senjata telah memungkinkan warga Yaman untuk hidup dalam damai.
“Kami menyesal bahwa kesepakatan tidak tercapai untuk memperpanjang gencatan senjata nasional di #Yaman. Selama 6 bulan terakhir, gencatan senjata telah memberi jutaan orang kelonggaran dari pertempuran,” tweetnya pada Senin. (haninmazaya/arrahmah.id)