MARIB (Arrahmah.com) – Pertempuran sengit meletus di dekat kota Marib, Yaman,meninggalkan 96 kombatan tewas selama dua hari terakhir saat kelompok teroris Syiah Houtsi melakukan serangan terhadap pijakan terakhir pemerintah di utara, kata komandan loyalis Jumat (16/4/2021).
“Bentrokan antara kedua pihak di beberapa front di daerah Marib pada Rabu dan Kamis menewaskan 36 tentara loyalis dan 60 pemberontak [Houtsi],” kata satu sumber militer pemerintah kepada AFP.
Pemberontak Syiah yang didukung Iran jarang mengungkapkan kerugian mereka sendiri.
Pesawat dari koalisi militer yang dipimpin oleh Arab Saudi memberikan dukungan udara kepada pasukan darat pemerintah Yaman.
Houtsi “mempertahankan gerak lambat mereka di Marib dan sekarang merupakan ancaman yang sangat nyata di front Kassara dan Mashjah, barat laut kota itu,” kata seorang pejabat militer Yaman kepada AFP.
Hilangnya Marib akan menjadi pukulan berat bagi pemerintah Yaman, yang saat ini berbasis di kota selatan Aden, dan bagi para pendukungnya di Saudi.
Kota Marib dan ladang minyak di sekitarnya merupakan kantong signifikan terakhir dari wilayah yang dikuasai pemerintah di utara, sisanya berada di bawah kendali pemberontak, termasuk ibu kota Sana’a.
Jatuhnya kota juga dapat menyebabkan bencana kemanusiaan, saat sejumlah besar warga sipil yang mengungsi dari pertempuran di tempat lain mencari perlindungan di daerah tersebut.
Sekitar 140 kamp telah bermunculan di gurun sekitarnya untuk menyediakan perlindungan dasar bagi hingga dua juta pengungsi, menurut pemerintah Yaman.
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken telah memperingatkan bahwa penderitaan hanya akan berakhir jika solusi politik ditemukan antara Houtsi dan pemerintah Yaman.
Pemberontak melihat Marib sebagai hadiah strategis yang akan memberi mereka lebih banyak posisi tawar dalam pembicaraan damai yang menurut Washington harus segera dimulai.
Konflik tersebut telah menewaskan puluhan ribu orang sejak Arab Saudi dan sekutunya melakukan intervensi pada 2015.
Jutaan orang telah didorong ke ambang kelaparan, yang oleh PBB digambarkan sebagai krisis kemanusiaan terburuk di dunia. (haninmazaya/arrahmah.com)