MARIB (Arrahmah.com) – Pertempuran antara pasukan pemerintah Yaman yang diakui secara internasional dan pemberontak Syiah Houtsi berkecamuk di provinsi Marib dan Taiz, menewaskan sedikitnya 70 pejuang di kedua sisi, kata para pejabat pada Ahad (18/4/2021).
Peningkatan kekerasan terjadi selama 24 jam terakhir dan setidaknya 85 lainnya terluka, kata pejabat militer dari kedua belah pihak, seperti dilansir AP.
Pemberontak yang didukung Iran pada Februari memperbarui operasi mereka di provinsi kaya minyak Marib, sebuah benteng anti-Houtsi yang dikendalikan oleh pemerintah yang diakui secara internasional.
Tetapi mereka belum membuat kemajuan substansial di tengah perlawanan sengit dan kerugian besar, sebagian besar akibat serangan udara oleh koalisi pimpinan Saudi yang melawan kemajuan tersebut.
Serangan terhadap Marib memicu kekerasan di daerah lain, termasuk provinsi Taiz yang dikuasai pemerintah, yang dikepung oleh Houtsi. Bentrokan juga terjadi di provinsi Hajjah dan kota pelabuhan Hudaidah.
Para pejabat mengatakan sedikitnya 42 kombatan tewas di Marib dan 28 di Taiz. Sebagian besar yang tewas adalah pejuang houtsi, kata mereka.
Pejabat militer dari kedua belah pihak berbicara dengan syarat anonim karena mereka tidak berwenang untuk berbicara dengan media.
Abdu Abdullah Magli, juru bicara Angkatan Bersenjata Yaman, mengatakan mereka mencegah serangan Houtsi selama akhir pekan di distrik Sorouh di Marib, dan merebut kembali wilayah dari pemberontak.
Serangan Houtsi di Marib telah mengancam akan memperburuk krisis kemanusiaan yang sudah parah di Yaman. Provinsi itu menampung sekitar satu juta orang Yaman yang telah melarikan diri dari serangan Houtsi di tempat lain di negara itu.
Pemberontak yang didukung Iran juga meningkatkan serangan lintas batas mereka dengan rudal dan pesawat tak berawak bermuatan bahan peledak di Arab Saudi. Ini adalah upaya nyata untuk menekan koalisi pimpinan Saudi untuk menghentikan serangan udara terhadap mereka di Marib dan tempat lain di Yaman.
Pertempuran dan serangan yang intensif terhadap Arab Saudi terjadi di tengah dorongan diplomatik internasional dan regional untuk mengakhiri konflik. (haninmazaya/arrahmah.com)