DAMASKUS (Arrahmah.com) – Pertempuran terus berkecamuk di Suriah pada hari Kamis (6/9/2012), saat tentara dan milisi pro-rezim bentrok dengan pemberontak di wilayah tengah Homs dan daerah sekitar kota yang terkepung di Aleppo.
Dengan setidaknya 78 orang dilaporkan tewas pada hari Kamis (6/9), Presiden Rusia, Vladimir Putin, mendesak pemerintah Barat dan Arab untuk meninjau ulang kebijakan mereka di Suriah, mengatakan tujuan utama harus diarahkan untuk mengakhiri kekerasan mematikan.
Di provinsi Homs, setidaknya sembilan tentara dan empat anggota “komite populer”-warga sipil yang dipersenjatai oleh pemerintah- tewas dan puluhan pejuang terluka, Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia mengatakan.
Pertempuran di Homs terkonsentrasi di wilayah Chevaliers Crac, tempat bersejarah karena pernah menjadi benteng tentara salib, dan Wadi al-Nasrani, sebuah lembah di mana sejumlah desa Kristen berada.
Observatorium berbasis di Inggris yang ini juga melaporkan pertempuran sengit dan penembakan terjadi di selatan Damaskus di mana sentimen anti-rezim tampak begitu kuat, serta penembakan lain di area Assali.
Bentrokan juga pecah di tempat lain di kota tersebut, termasuk di daerah Zeinab Sayyida dari pinggiran tenggara.
Di tempat lain seperti provinsi tengah Hama, Kafr Zeita, dan arena utama pemberontakan lainnya, berada di bawah sengit penembakan oleh pasukan rezim selama dua hari berturut-turut, menurut penuturan para aktivis.
Sementara itu, Putin mengecam negara-negara Barat dan Arab mengenai posisi mereka di Suriah.
“Bagi kami, hal yang paling penting adalah untuk mengakhiri kekerasan, memaksa semua pihak dalam konflik untuk duduk di meja perundingan, menentukan masa depan, dan menjamin keamanan semua pihak yang terkait dengan proses politik dalam negeri,” katanya kata.
Moskow telah menimbulkan kemarahan dunia Barat dan Arab karena memveto tiga resolusi Dewan Keamanan PBB yang akan memberlakukan sanksi terhadap Assad selama konflik.
Kementerian luar negeri Rusia, sementara itu, mengatakan itu jaminan penuh bahwa senjata kimia yang dikumpulkan oleh rezim ada dalam kondisi aman dan tidak akan digunakan untuk melawan musuh Assad.
“Kami sepenuhnya percaya dan memiliki kepastian resmi dari Damaskus, bahwa mereka sedang mengambil semua langkah yang diperlukan untuk menjamin keamanan senjata kimia itu,” kata Wakil Menteri Luar Negeri, Sergei Ryabkov.
Sementara itu, Prancis dan Inggris telah sepakat tentang perlunya untuk mempercepat transisi dari rezim Assad menuju pemerintahan baru, Presiden Prancis Francois Hollande mengatakan. (althaf/arrahmah.com)