ALEPPO (Arrahmah.com) – Rakyat Suriah di wilayah yang dikuasai oposisi di Aleppo Timur mengungkapkan mereka ketakutan jika harus mengungsi ke daerah yang dikuasai pemerintah rezim Suriah.
Aisha, seorang ibu dari tiga anak, salah satunya.
Pekan lalu, ia dan keluarganya melarikan diri ke selatan ketika pasukan pemerintah mengambil alih lingkungannya. Meskipun pemboman, barang kebutuhan dasar dan sanitasi yang minin, dan menipisnya persediaan makanan, Aisha mengatakan ia lebih memilih untuk tinggal di wilayah yang dikuasai oposisi.
“Kami mendengar tentang tentara yang mengambil dan menangkap orang-orang, jadi saya menunggu rute dibuka, jadi nanti saya dapat pergi ke menyelamatkan diri dengan keluarga saya di pedesaan,” katanya.
“Kami tidak tahu harus makan dan tidur di mana. Saya tidak memiliki apapun, hanya sedikit uang,” katanya lagi.
“Kami pergi dari jalan ke jalan, dan suaru peluru tidak kunjung berhenti. Tidak ada orang lain, tetapi kami tetap berjalan. Saya tidak bisa mengambil resiko yang akan terjadi pada anak-anak saya jika kami pergi (meninggalkan wilayah yang dikuasai oposisi). Pemboman terjadi sepanjang malam!”
Pada Jumat (9/12), ratusan orang dari Aleppo hilang setelah memasuki wilayah yang dikuasai rezim, termasuk beberapa anggota keluarga Aisha.
Setelah serangan militer yang dimulai tiga pekan lalu, tentara rezim Suriah kini menguasai lebih dari 85 persen wilayah di Aleppo timur. PBB dan sumber oposisi mengatakan kini tersisa 100.000 warga yang berada di Aleppo timur, berdesakan dalam beberapa lingkungan yang berjumlah sekitar kurang dari 15 persen dari wilayah oposisi yang dikuasi rezim Asad tiga pekan lalu.
Jasim, warga Aleppo timur yang lain, mengatkan ia melarikan diri dari lingkungannya sekarang di bawah kendali tentara rezim.
“Ketika kami meninggalkan lingkungan, bom itu di sekitar kami, dan kami tidak bisa mengambil apapun kecuali pakaian yang bisa kami bawa,” katanya kepada Al Jazeera.
Menurut Ismail Abdullah dari Pertahanan Sipil Suriah atau White Helmet, warga yang tetap berada di Aleppo timur merupakan warga sipil dan pejuang.
“Kebanyakan dari mereka adalah keluarga, wanita, dan anak-anak. Banyak dari mereka yang merupakan keluarga pejuang dan Free Syrian Army. Dan ada keluarga dari oposisi,” kata Abdullah.
“Tidak ada tempat bagi orang-orang untuk tinggal. Banyak orang berada di perumahan tidak layak … tanpa pintu atau jendela,” katanya.
Dan situasi tampak semakin buruk bagi mereka. Selain kekurangan pangan, ketergantungan pada gas yang semakin terbatas, dan pertempuran sengit, situasi medis sangat serius.
Menurut Dokter Lintas Batas (MSF), pasokan medis berjalan sangat rendah di Aleppo timur, dan rumah sakit telah rusak parah akibat serangan udara.
Responden pertama seperti Abdullah menghadapi kesulitan, juga.
“Kebanyakan ambulans juga rusak atau sedang diperbaiki dan jalan benar-benar diblokir oleh puing-puing bangunan yang hancur, membuat gerakan yang sangat sulit bagi responden pertama, dan membahayakan orang yang terluka parah yang sering tidak dapat mengakses perawatan darurat tepat waktu,” kata Evita Mouawad, seorang penasihat untuk MSF di Yordania.
Sementara itu, pejuang oposisi di Aleppo terus berjuang meskipun memiliki kemungkinan kecil untuk bertahan.
“Kita tidak bisa berbuat apa-apa untuk melindungi warga sipil di kota. Rezim memiliki semua jenis senjata,” kata Ahmad Jalal, seorang pejuang.
“Kita semua menghadapi nasib yang sama. Setiap tempat di Aleppo timur menghadapi pemboman dan tidak ada tempat yang aman sama sekali.” (fath/arrahmah.com)