JAKARTA (Arrahmah.com) – Dia seorang ustadz. Dia punya pondok pesantren. Lebih dari itu, dia bukan lagi seorang tokoh agama. Nama Yusuf Mansur mulai menggelinding sebagai pebisnis. Yusuf telah membeli tidak hanya sebuah hotel di Jakarta Barat, tapi juga tanah luas di sekitarnya. Uang dari mana?
Setelah adanya kabar miring tentang seorang ustadz tenar terperiksa di Batam membawa uang senilai milyaran rupiah dengan tanpa pengawalan satupun, banyak public bertanya-tanya. Sebenarnya apa yang sedang dikerjakan oleh seorang Yusuf Mansur.
Apa yang dilakukan Yusuf Mansur dikenal dengan sebutan crowdfunding, ini kegiatan mengumpulkan uang dari khalayak, lalu menanamkan uang itu ke sebuah usaha (biasanya perusahaan rintisan/start-up). Ini yang menarik. Modal investasi itu didapat dari orang lain, yakni para individu yang percaya menanamkan uangnya lewat Yusuf (sedikit banyak, status juru dakwah membuat Yusuf mudah dipercaya). Setiap orang menyetor minimum Rp1 juta. Uang milyaran rupiah pun terkumpul.
Para penyetor dana akan otomatis menjadi pemegang saham. Dana patungan yang dikelola oleh Yusuf Mansur yang bertindak sebagai individu, sehingga bisnis apa yang digeluti tentu pilihan dia sendiri dan tak ada kontrol.
Jaminan investasi yang ditanamkan bukanlah pada bisnisnya, melainkan pada Yusuf yang berperan sebagai manajer investasi. Jaditerserah dia uang itu mau ditanam di mana, yang penting bisa menghasilkan keuntungan.
Bahwa Yusuf Mansur berperan sebagai pengusaha, bukan ustaz. Dia bukan bertindak sebagai hamba Allah yang menyalurkan sedekah. Hubungan Yusuf dan mitranya adalah relasi bisnis — dan dia menjanjikan keuntungan.
Menanggapi hal tersebut, Pengamat Keuangan Yanur Rizki mengatakan, praktik bisnis yang dilakukan oleh Yusuf Mansur sangatlah berisiko bagi masyarakat. Sebab, kata dia, dalam bisnis tersebut tidak ada lembaga yang mengawasi termasuk Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sekalipun.
“Saat ini (bisnis) tidak bisa mengandalkan integritas (pribadi) semata. Harus ada perlindungan yang dibuat dalam regulasi ketat,” ujar Yanuardi Jakarta, Selasa (11/06/13).
Untuk itu, lanjut dia, seharusnya masyarakat menyadari pentingnya perlindungan dalam berinvestasi agar penipuan seperti yang terjadi pada kasus Koperasi Langit Biru maupun Gerai emas Golden Traders Indonesia Syariah (GTIS) tidak kembali terulang.
(azmuttaqin/pol/arrahmah.com)