WASHINGTON (Arrahmah.com) – Jaksa Agung AS telah membela penggunaan operasi mencurigakan yang melibatkan informan pemerintah, mengatakan bahwa mereka adalah peralatan yang “penting dalam mencegah serangan”.
Mengalamatkan sebuah kelompok Muslim di dekat San Francisco pada Jum’at, Eric Holder mengatakan bahwa ia tidak akan membuat “permintaan maaf” apapun untuk sebuah operasi tersebut yang di dalamnya seorang Muslim di tahan ketika berusaha meledakkan sebuah bom palsu bulan lalu.
“Jenis-jenis operasi ini telah membuktikan menjadi sebuah alat penegakan hukum dalam mengungkap dan mencegah potensi serangan,” Holder mengatakan pada acara makan malam tahunan Advokasi Muslim.
Mohamed Osman Mohamud, 19 tahun, kelahiran Somalia, didakwa bulan lalu dengan upaya untuk menggunakan sebuah bom penghancur masal di sebuah pohon natal berlampu setelah berusahan untuk meledakkan apa yang ia kira adalah sebuah bom mobil, yang disediakan untuknya oleh agen-agen FBi yang sedang melakukan penyamaran.
Pengacara Mohamud telah mengatakan bahwa para agen tersebut “mempersiapkan” kliennya untuk penahanan dan berusaha mencari publikasi, sebuah posisi yang merekam ke dalam kekahwatiran bahwa Muslim di AS dijadikan target dan distereotipkan oleh pihak otoritas.
“Saya tidak membuat permintaan maaf untuk bagaimana para agen FBI menangani kerja mereka dalam melakukan operasi tersebut,” Holder mencatatkan menurut sebuah salinan pidato.
“Mereka yang mengkarakterkan aktivitas FBI dalam kasus ini sebagai ‘jebakan’ semata-mata tidak memliki fakta mereka langsung – atau tidak memiliki sebuah pemahaman penuh terhadap hukum.”
Seorang pria Baltimore juga ditahan awal pekan ini atas tuduhan bahwa ia merencanakan untuk meledakkan sebuah kendaraan bom di sebuah pusat perekrutan pasukan bersenjata di sebuah kasus terpisah yang melibatkan seorang agen rahasia FBI.
Pidato Holder difokuskan pada sebuah seruan untuk hubungan yang lebih baik antara Muslim dan penegakan hukum dan sebuah janji untuk penuntutan kejahatan berlatar belakang kebencian.
Ia menyadari bahwa beberapa Muslim dan Arab Amerika merasa bahwa mereka tidak diancam oleh otoritas dan warga Amerika yang lainnya, dan mengatakan pemerintah seharusnya menjangkau keluar pada negara-negara yang bahkan sebagai tujuan “potensi teroris.”
FBI mengklaim bahwa penggunaan informan telah mencegah berbagai serangan sejak insiden serangan 11 September 2001.
Bagaimanapun juga, Advokasi Muslim hanyalah salah satu dari kelompok Muslim yang menyuarakan kekhawatiran atas taktik tersebut.
“Hubungan dengan penegakan hukum saat ini sedang menegang,” Ibrahim Hooper, juru bicara untuk Dewan Hubungan Amerika-Islam mengatakan pada kantor berita the Washington Post pada bulan Oktober.
“Ada sebuah perasaan berada di bawah serangan di banyak komunitas Muslim. Orang-orang hanya mengasumsikan ada agen atau para informan di dalam Masjid mereka sekarang. Ini adalah sebuah fakta kehidupan.” (sm/arrahmah.com)