(Arrahmah.com) – Shalat malam boleh dikerjakan pada awal malam, pertengahan malam maupun akhir malam. Semua waktu tersebut pernah dipergunakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam untuk mengerjakan shalat malam. Sebagaimana disebutkan dalam hadits shahih:
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يَقُولُ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُفْطِرُ مِنْ الشَّهْرِ حَتَّى نَظُنَّ أَنْ لَا يَصُومَ مِنْهُ وَيَصُومُ حَتَّى نَظُنَّ أَنْ لَا يُفْطِرَ مِنْهُ شَيْئًا وَكَانَ لَا تَشَاءُ أَنْ تَرَاهُ مِنْ اللَّيْلِ مُصَلِّيًا إِلَّا رَأَيْتَهُ وَلَا نَائِمًا إِلَّا رَأَيْتَهُ
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu ia berkata: “Rasulullah biasa berbuka (tidak melakukan shaum sunnah) dalam satu bulan sehingga kami menyangka beliau tidak melakukan shaum sunnah sedikit pun pada bulan tersebut dan beliau juga pernah melakukan shaum sunnah (hampir) satu bulan sehingga kami menyangka beliau sedikit pun tidak pernah berbuka (tidak shaum) pada bulan itu. Kebiasaan beliau lainnya adalah tidaklah engkau ingin melihat beliau di bagian waktu malam yang manapun dalam keadaan mengerjakan shalat, melainkan engkau akan melihatnya. Demikian juga tidaklah engkau ingin melihat beliau tidur di bagian waktu malam yang manapun melainkan engkau akan melihatnya.”
Dalam lafal An-Nasai:
عَنْ أَنَسٍ قَالَمَا كُنَّا نَشَاءُ أَنْ نَرَى رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي اللَّيْلِ مُصَلِّيًا إِلَّا رَأَيْنَاهُ وَلَا نَشَاءُ أَنْ نَرَاهُ نَائِمًا إِلَّا رَأَيْنَاهُ
Tidaklah kami ingin melihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam di waktu malam dalam keadaan mengerjakan shalat, melainkan kami akan melihatnya. Demikian juga tidaklah kami ingin melihat beliau tidur di waktu malam melainkan kami melihatnya.” (HR. Bukhari no. 1141, An-Nasai no. 1627 dan At-Tirmidzi no. 769)
Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani berkata: “Maksudnya adalah shalat beliau dan tidur beliau berbeda-beda pada (setiap) malam, beliau tidak mengatur waktu tertentu (untuk shalat malam), namun tergantung kepada saat yang mudah (ringan) bagi beliau untuk melaksanakan shalat.” (Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fathul Bari Syarh Shahih Bukhari, 3/29)
Waktu paling utama
Waktu yang paling utama untuk mengerjakan shalat malam adalah sepertiga malam yang terakhir. Pada waktu tersebut terdapat momen-momen agung yang penuh dengan keberkahan, rahmat dan ampunan Allah Ta’ala. Sebagaimana dijelaskan dalam hadits-hadits shahih:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُأَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ يَنْزِلُ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى كُلَّ لَيْلَةٍ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا حِينَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الْآخِرُ يَقُولُ مَنْ يَدْعُونِي فَأَسْتَجِيبَ لَهُ مَنْ يَسْأَلُنِي فَأُعْطِيَهُ مَنْ يَسْتَغْفِرُنِي فَأَغْفِرَ لَهُ
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda: “Rabb kita Azza wa Jalla turun pada setiap malam ke langit dunia ketika tersisa sepertiga malam yang terakhir. Allah berfirman: “Siapa yang berdoa kepada-Ku niscaya Aku kabulkan doanya. Siapa yang meminta kepada-Ku niscaya Aku berikan permintaannya. Siapa meminta ampunan kepada-Ku niscaya Aku mengampuninya.” (HR. Bukhari no. 1145 dan Muslim no. 758)
عَنْ أَبِي أُمَامَةَ يَقُولُ حَدَّثَنِي عَمْرُو بْنُ عَبَسَةَ أَنَّهُسَمِعَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ أَقْرَبُ مَا يَكُونُ الرَّبُّ مِنْ الْعَبْدِ فِي جَوْفِ اللَّيْلِ الْآخِرِ فَإِنْ اسْتَطَعْتَ أَنْ تَكُونَ مِمَّنْ يَذْكُرُ اللَّهَ فِي تِلْكَ السَّاعَةِ فَكُنْ
Dari Abu Umamah Al-Bahili radhiyallahu ‘anhu berkata: Amru bin Abasah telah menceritakan kepadaku bahwa ia telah mendengar Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda: “Saat dimana seorang hamba paling dekat dengan Rabbnya adalah pada setengah malam yang terakhir. Maka jika engkau mampu untuk berdzikir [mengingat Allah] pada saat tersebut, niscaya kerjakanlah!” (HR. Tirmidzi no. 3579 dan An-Nasai no. 572)
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنَ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ رَضِيَ اللَّهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَهُ أَحَبُّ الصَّلَاةِ إِلَى اللَّهِ صَلَاةُ دَاوُدَ عَلَيْهِ السَّلَام وَأَحَبُّ الصِّيَامِ إِلَى اللَّهِ صِيَامُ دَاوُدَ وَكَانَ يَنَامُ نِصْفَ اللَّيْلِ وَيَقُومُ ثُلُثَهُ وَيَنَامُ سُدُسَهُ وَيَصُومُ يَوْمًا وَيُفْطِرُ يَوْمًا
Dari Abdullah bin Amru bin Ash radhiyallahu ‘anhuma bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda kepadanya: “Shalat sunnah yang paling dicintai Allah adalah shalat nabi Daud ‘alaihis salam dan shaum sunnah yang paling dicintai Allah adalah shaum nabi Daud. Nabi Daud biasa tidur setengah malam, lalu bangun dan mengerjakan shalat sepertiga malam, lalu tidur kembali seperenam malam. Nabi Daud biasa mengerjakan shaum bergilir; sehari shaum dan sehari tidak shaum.” (HR. Bukhari no. 1131 dan Muslim no. 1159)
Hal inilah yang biasa dikerjakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam. Sebagaimana dijelaskan dalam hadits shahih:
عَنْ الْأَسْوَدِ قَالَ سَأَلْتُ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَاكَيْفَ كَانَتْ صَلَاةُ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِاللَّيْلِ قَالَتْ كَانَ يَنَامُ أَوَّلَهُ وَيَقُومُ آخِرَهُ فَيُصَلِّي ثُمَّ يَرْجِعُ إِلَى فِرَاشِهِ فَإِذَا أَذَّنَ الْمُؤَذِّنُ وَثَبَ فَإِنْ كَانَ بِهِ حَاجَةٌ اغْتَسَلَ وَإِلَّا تَوَضَّأَ وَخَرَجَ
Dari Al-Aswad ia berkata: Saya bertanya kepada Aisyah radhiyallahu ‘anha bagaimana shalat malam Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam? Maka Aisyah menjawab: “Beliau tidur di awal malam dan bangun di akhir malam, lalu beliau mengerjakan shalat kemudian kembali ke kasur beliau. Jika muadzin mengumandangkan adzan Shubuh, maka beliau akan bangkit. Jika beliau berhadats besar, beliau akan mandi lebih dahulu. Jika tidak berhadats besar, beliau akan berwudhu kemudian berangkat ke masjid.” (HR. Bukhari no. 1146 dan Muslim no. 739)
عَنْ يَعْلَى بْنِ مَمْلَكٍأَنَّهُ سَأَلَ أُمَّ سَلَمَةَ زَوْجَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ قِرَاءَةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَنْ صَلَاتِهِ فَقَالَتْ مَا لَكُمْ وَصَلَاتَهُ كَانَ يُصَلِّي ثُمَّ يَنَامُ قَدْرَ مَا صَلَّى ثُمَّ يُصَلِّي قَدْرَ مَا نَامَ ثُمَّ يَنَامُ قَدْرَ مَا صَلَّى حَتَّى يُصْبِحَ ثُمَّ نَعَتَتْ لَهُ قِرَاءَتَهُ فَإِذَا هِيَ تَنْعَتُ قِرَاءَةً مُفَسَّرَةً حَرْفًا حَرْفًا
Dari Ya’la bin Mamlak bahwasanya ia bertanya kepada Ummul Mukminin Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha tentang bacaan dan shalat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam. Maka Ummu Salamah menjawab: “Ada apa antara kalian dengan shalat beliau? Beliau biasa mengerjakan shalat kemudian tidur dalam waktu yang lamanya sama dengan waktu beliau shalat, kemudian beliau mengerjakan shalat dalam waktu yang lamanya sama dengan waktu beliau tidur, kemudian tidur dalam waktu yang lamanya sama dengan waktu beliau shalat sampai datang waktu Shubuh.” Ummu Salamah lantas menjelaskan bacaan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam, ternyata cara membaca beliau adalah bacaan yang jelas seperti menerangkan makna bacaan, beliau membaca huruf per huruf. (HR. An-Nasai no. 1629, dinyatakan dha’if oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani, namun memiliki riwayat penguat yaitu hadits sebelum ini dan hadits setelah ini)
عَنْ حُمَيْدِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَوْفٍ أَنَّ رَجُلًا مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ قُلْتُ وَأَنَا فِي سَفَرٍ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَاللَّهِ لَأَرْقُبَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِصَلَاةٍ حَتَّى أَرَى فِعْلَهُ فَلَمَّا صَلَّى صَلَاةَ الْعِشَاءِ وَهِيَ الْعَتَمَةُ اضْطَجَعَ هَوِيًّا مِنْ اللَّيْلِ ثُمَّ اسْتَيْقَظَ فَنَظَرَ فِي الْأُفُقِ فَقَالَ
{ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَذَا بَاطِلًا حَتَّى بَلَغَ إِنَّكَ لَا تُخْلِفُ الْمِيعَادَ }
ثُمَّ أَهْوَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى فِرَاشِهِ فَاسْتَلَّ مِنْهُ سِوَاكًا ثُمَّ أَفْرَغَ فِي قَدَحٍ مِنْ إِدَاوَةٍ عِنْدَهُ مَاءً فَاسْتَنَّ ثُمَّ قَامَ فَصَلَّى حَتَّى قُلْتُ قَدْ صَلَّى قَدْرَ مَا نَامَ ثُمَّ اضْطَجَعَ حَتَّى قُلْتُ قَدْ نَامَ قَدْرَ مَا صَلَّى ثُمَّ اسْتَيْقَظَ فَفَعَلَ كَمَا فَعَلَ أَوَّلَ مَرَّةٍ وَقَالَ مِثْلَ مَا قَالَ فَفَعَلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ قَبْلَ الْفَجْرِ
Dari Humaid bin Abdurrahman bin Auf dari seorang sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam bahwa ia berkata: Saya melakukan perjalanan jauh bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam. Maka aku mengatakan dalam hatiku ‘Demi Allah, aku akan mengawasi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam saat beliau mengerjakan shalat agar aku mengetahui shalat beliau’. Setelah mengerjakan shalat Isya’, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam tidur beberapa waktu lamanya kemudian beliau bangun. Beliau menatap ke arah ufuk kemudian membaca firman Allah QS. Ali Imran [3] ayat 191-194.
Beliau kemudian kembali ke tempat tidur beliau, mengambil siwak darinya, lalu menuangkan air dari wadah air dan mulai bersiwak. Beliau kemudian mengerjakan shalat malam sampai saya mengatakan “Beliau telah melakukan shalat yang lamanya sama dengan lama waktu tidur beliau’. Beliau lalu berbaring sampai saya mengatakan ‘Beliau telah tidur yang lamanya sama dengan lama waktu shalat beliau’. Beliau kemudian bangun dan melaksanakan shalat seperti semula, maka saya pun mengatakan sebagaimana perkataan pertama saya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam melaksanakan tiga kali shalat sebelum shalat Shubuh tiba. (HR. An-Nasai no. 1626, hadits shahih)
عَنْ مَسْرُوقٍ قَالَ سَأَلْتُ عَائِشَةَعَنْ عَمَلِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ كَانَ يُحِبُّ الدَّائِمَ قَالَ قُلْتُ أَيَّ حِينٍ كَانَ يُصَلِّي فَقَالَتْ كَانَ إِذَا سَمِعَ الصَّارِخَ قَامَ فَصَلَّى
Dari Masruq ia berkata: Saya bertanya kepada Ummul Mukminin Aisyah radhiyallahu ‘anha tentang amal perbuatan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam. Maka Aisyah menjawab: “Beliau mencintai amal perbuatan yang kontinue.” Saya bertanya: “Pada waktu apa beliau melakukan shalat malam?” Aisyah menjawab: “Jika mendengar ayam jantan berkokok, beliau bangun dan melaksanakan shalat.” (HR. Bukhari no. 1132 dan Muslim no. 741)
Berdasar kebiasaan yang umum terjadi, ayam jago berkokok setelah setengah malam atau pada sepertiga malam yang terakhir.
Shalat malam saat dalam kondisi sulit dan musibah
Saat seorang muslim menghadapi berbagai musibah, persoalan yang berat, ancaman dan bahaya; ia sudah seharusnya mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala dan memohon jalan keluar kepada-Nya. Allah Ta’ala harus menjadi tempat bergantung, tempat berharap dan tempat meminta pertolongan. Dalam kondisi seperti itu sangat dianjurkan untuk melaksanakan shalat malam dengan sungguh-sungguh.
Sebagaimana disebutkan dalam firman Allah dan hadits-hadits shahih. Allah Ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ
“Hai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan kepada Allah dengan perantaraan sabar dan shalat. Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Baqarah [2]: 153)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam telah mencontohkan shalat malam sebagai “senjata ampuh” yang harus dilakukan dalam kondisi-kondisi yang berat dan sulit.
عَنْ عَلِيٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَمَا كَانَ فِينَا فَارِسٌ يَوْمَ بَدْرٍ غَيْرُ الْمِقْدَادِ وَلَقَدْ رَأَيْتُنَا وَمَا فِينَا إِلَّا نَائِمٌ إِلَّا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَحْتَ شَجَرَةٍ يُصَلِّي وَيَبْكِي حَتَّى أَصْبَحَ
Dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu ia berkata: “Diantara kami dalam perang Badar tidak ada yang menunggang kuda selain Miqdad bin Aswad. Sungguh aku telah melihat kami semua pada malam sebelum perang Badar tersebut terlelap dalam tidur, kecuali Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam seorang diri. Beliau melakukan shalat di bawah sebatang pohon dan menangis sampai waktu Shubuh tiba.” (HR. Ahmad 1023, Abu Ya’la no. 280, Ibnu Khuzaimah no. 899 dan Ibnu Hibban no. 2257. Dishahihkan oleh Syaikh Syu’aib Al-Arnauth dan Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani)
عَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِأَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَامَ غَزْوَةِ تَبُوكَ قَامَ مِنْ اللَّيْلِ يُصَلِّي فَاجْتَمَعَ وَرَاءَهُ رِجَالٌ مِنْ أَصْحَابِهِ يَحْرُسُونَهُ حَتَّى إِذَا صَلَّى وَانْصَرَفَ إِلَيْهِمْ فَقَالَ لَهُمْ لَقَدْ أُعْطِيتُ اللَّيْلَةَ خَمْسًا مَا أُعْطِيَهُنَّ أَحَدٌ قَبْلِي
Dari Amru bin Syu’aib dari bapaknya dar kakeknya (Abdullah bin Amru bin Ash radhiyallahu ‘anhuma) bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam pada saat perang Tabuk melakukan shalat malam, lalu beberapa orang sahabat berdiri di belakang beliau dan menjaga beliau. Ketika selesai shalat, beliau menemui mereka dan berkata: ‘Semalam aku telah dikarunia lima karunia yang belum pernah Allah karuniakan kepada seorang nabi pun sebelumku…” (HR. Ahmad 7068. Imam Ibnu Katsir berkata: Sanadnya kuat. Dinyatakan shahih oleh imam Al-Mundziri dan Syaikh Syu’aib Al-Arnauth)
Saat terjadi fitnah-fitnah yaitu kekacauan, huru hara, bencana, situasi yang berat dan sulit, dan lain sebagainya, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam memerintahkan agar keluarga beliau bangun untuk melaksanakan shalat malam. Sebagaimana disebutkan dalam hadits shahih:
عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ زَوْجَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَتْاسْتَيْقَظَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيْلَةً فَزِعًا يَقُولُ سُبْحَانَ اللَّهِ مَاذَا أَنْزَلَ اللَّهُ مِنْ الْخَزَائِنِ وَمَاذَا أُنْزِلَ مِنْ الْفِتَنِ مَنْ يُوقِظُ صَوَاحِبَ الْحُجُرَاتِ يُرِيدُ أَزْوَاجَهُ لِكَيْ يُصَلِّينَ رُبَّ كَاسِيَةٍ فِي الدُّنْيَا عَارِيَةٍ فِي الْآخِرَةِ
Dari Ummul Mukminin Ummu Salamah radhiyallahu ‘anhu berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam terbangun pada suatu malam dalam keadaan kaget, maka beliau bersabda: “Maha Suci Allah, apa perbendaharaan-perbendaharaan nikmat yang Allah turunkan pada malam ini dan fitnah-fitnah apa yang diturunkan pada malam ini? Siapakah yang akan membangunkan istri-istriku yang masih tertidur di kamar-kamar mereka agar mereka mengerjakan shalat malam? Betapa banyak wanita yang mengenakan pakaian di dunia namun kelak di akhirat ia telanjang?” (HR. Bukhari no. 1126 dan Tirmidzi no. 2196)
Wallahu a’lam bish-shawab.
(muhib al majdi/arrahmah.com)